Resiprositas Tradisi Nyumbang dalam Hajat Pernikahan Masyarakat Kalurahan Giripurwo, Purwosari, Gunungkidul
Racha Julian Chairurrizal, Dr. Silverius Djuni Prihatin, M.Si
2025 | Tesis | S2 PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN
Budaya merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana menurut Soekanto (2007), kebudayaan adalah suatu hal yang kompleks mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan serta kemampuan-kemampuan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Masyarakat di pedesaan merupakan masyarakat yang memiliki kelekatan yang erat dengan kebudayaan dalam kehidupan masyarakatnya. Salah satu kebudayaan dan tradisi masyarakat Jawa yang memiliki keeratan dengan falsafah nilai gotong royong dan rukun damai adalah Tradisi Nyumbang Hajat Pernikahan. Tradisi Nyumbang Hajat Pernikahan sendiri merupakan tradisi dengan aktivitas memberikan sumbangan baik itu berbentuk uang ataupun barang dalam hajatan pernikahan seseorang, atau biasa disebut juga sebagai Njagong.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus menggunakan Teori Respirositas yang berpusat di Giripurwo, Purwosari, Gunungkidul. Pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model interaktif yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Uji Kredibilitas menggunakan Triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Penelitian ini menyimpulkan bahwa masyarakat Kalurahan Giripurwo memaknai Tradisi Nyumbang sebagai dua hal, yakni adalah sebagai solidaritas dan resiprositas. 2). Resiprositas yang terjadi di dalam praktiknya, terdapat tiga jenis resiprositas: umum, sebanding, dan negatif. Resiprositas umum dilakukan secara ikhlas tanpa harapan balasan, terutama ditemukan pada generasi muda dan agamawan. Resiprositas sebanding masih dominan, dengan pencatatan sumbangan sebagai dasar pengembalian, meskipun menciptakan tekanan sosial dan ekonomi. Resiprositas negatif tidak ditemukan dalam praktiknya. 3). Praktik resiprositas ini terjadi dalam bentuk yang simetris atau secara merata berimplikasi pada seluruh golongan masyarakat, meskipun tekanan dan dorongan lebih besar dirasakan oleh masyarakat dengan status sosial tinggi (Lurah, pamong, pejabat tingkat di atasnya) atau masyarakat yang secara hubungan kekeluargaan atau teritorial tergolong dekat (tetangga). 4). Penelitian ini juga menemukan bahwa temuan lapangan tidak sepenuhnya sejalan dengan konsep resiprositas sebanding menurut Sahlins. Sahlins menyatakan bahwa resiprositas sebanding terjadi dalam hubungan sosial yang kurang erat, sedangkan penelitian ini menunjukkan bahwa semakin dekat hubungan masyarakat, semakin besar dorongan untuk menerapkan resiprositas sebanding, terutama dalam sumbangan hajatan pernikahan.
Culture is a necessity in social life. As according to Soekanto (2007), culture is a complex thing that includes knowledge, beliefs, arts, morals, laws, customs, and habits and abilities acquired by humans as members of society. Rural communities are communities that have a close attachment to culture in their community life. One of the cultures and traditions of the Javanese community that has an attachment to the philosophy of the value of mutual cooperation and peaceful harmony is the Nyumbang Hajat Wedding Tradition. Nyumbang Hajat Wedding Tradition itself is a tradition with the activity of giving donations either in the form of money or goods in someone's wedding celebration, or commonly referred to as Njagong
This research was conducted using a qualitative method with a case study approach using Respirocity Theory centered in Giripurwo, Purwosari, Gunungkidul. Data collection was observation, interview, and documentation. Data analysis used an interactive model, namely data collection, data reduction, data presentation, and conclusion drawing. Credibility test using triangulation. The results showed that: 1). This study concludes that the people of Giripurwo Village interpret the Nyumbang Tradition as two things, namely as solidarity and reciprocity. 2). Reciprocity that occurs in practice, there are three types of reciprocity: general, comparable, and negative. General reciprocity is done sincerely without expectation of return, especially found in the younger generation and religious people. Balanced reciprocity is still dominant, with the recording of donations as the basis of return, although it creates social and economic pressure. Negative reciprocity is not found in practice. 3). This practice of reciprocity occurs in a form that is symmetrical or evenly implicated in all classes of society, although the pressure and encouragement is felt more by people with high social status (lurah, pamong, officials at the upper level) or people who are in close familial or territorial relations (neighbors). 4). This research also found that the field findings are not entirely in line with Sahlins' concept of balanced reciprocity. Sahlins states that balanced reciprocity occurs in less close social relationships, whereas this study shows that the closer the community relationship, the greater the impetus to apply balanced reciprocity, especially in wedding donations.
Keywords: tradition of contributing, reciprocity, social issues, rural community
Kata Kunci : tradisi nyumbang, resiprositas, masalah sosial, masyarakat desa