Kolaborasi "Kritis": Gerakan Kontra Hegemoni Rumah Perubahan LPP terhadap Penyiaran Publik
Anugrah Pambudi Wicaksono, Prof. Dr. Sugeng Bayu Wahyono, M.Si.
2025 | Tesis | S2 Kajian Budaya dan Media
Penelitian ini bertujuan melakukan penjelajahan atas kerja-kerja hegemoni dalam penyiaran publik pasca era otoriter Indonesia. Penelitian ini juga membuat skenario penyelidikan bagaimana Rumah Perubahan LPP membangun gerakan perlawanan mengawal demokratisasi penyiaran terhadap kuasa rezim yang hegemonik. Riset-riset tentang advokasi, aktivisme media, RRI-TVRI dan public service broadcasting masih jarang dilakukan dan cenderung lebih banyak fokus pada aktivisme atas isu-isu populer seperti politik praktis, korupsi, bukan media arus utama, apalagi media publik. Isu media publik adalah isu pinggiran. Dalam catatan sejarah, penyiaran publik telah lama dijadikan corong kekuasaan. Ironisnya, hal tersebut berlaku hingga masa demokrasi saat ini. Berangkat dari problem inilah penelitian ini menemukan urgensinya. Penelitian kualitatif ini meminjam etnografi kritis dari D. Soyini Madison sebagai metode. Etnografi kritis memandang penjelajahan etnografis sebagai kredo emansipatoris untuk menghadapi ketidakadilan. Pisau analisis dan konsep public service media, teori Antonio Gramsci (hegemoni dan kontra hegemoni), serta pendidikan kritis Paulo Freire, membantu membaca data dari penelitian etnografi kritis di lapangan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa gerakan kontra hegemoni Rumah Perubahan LPP bekerja dengan pelbagai strategi. Strategi ini mengedepankan prinsip dialog dan pendidikan pembebasan dan kontra hegemoni. Rumah Perubahan LPP menjalankan fungsi intelektual organik relasional dengan menjalankan misi transformasi dari common sense ke new common sense: menggeser cara berpikir media pemerintah ke media publik. Upaya kontra hegemoni juga dilakukan dengan mendorong perubahan regulasi agar tidak diskriminatif pada LPP Lokal. Riset ini juga menemukan aktivis Rumah Perubahan LPP perlu mengantisipasi pola dan metode pendidikan pembebasannya. Jika tidak disadari, ia bukannya membebaskan justru mereproduksi birokratisme akibat sedimentasi Orde Soeharto, dan terjebak pada terorisme metodologis, sentralisme organik, dan gagal menciptakan blok historis. Rumah Perubahan LPP perlu menciptakan ruang pedagogi kritis: mendorong pengetahuan baru, kesadaran kritis, dan agensi aktif yang bersandar pada prinsip “guru yang murid, murid yang guru.”
This study aims to explore the dynamics of hegemonic practices within public broadcasting in post-authoritarian Indonesia. It also investigates the strategies employed by Rumah Perubahan LPP in promoting a resistance movement to safeguard the democratization of broadcasting against the hegemonic power of the regime. Research on advocacy, media activism, RRI-TVRI, and public service broadcasting remains scarce, with existing studies predominantly focusing on activism related to popular issues such as practical politics and corruption rather than on mainstream or public media. The issue of public media is often marginalized. Historically, public broadcasting has long served as a tool for power. Ironically, this practice persists even in the current democratic era. This study, therefore, identifies the urgency of addressing this issue. Using a critical ethnographic approach inspired by D. Soyini Madison, this qualitative research examines ethnographic exploration as a form of emancipatory practice for confronting injustice. The analytical framework is informed by the concepts of public service media, Antonio Gramsci's theories of hegemony and counter-hegemony, and Paulo Freire's critical pedagogy, which collectively inform the interpretation of data obtained through critical ethnographic fieldwork. The findings reveal that the counter-hegemonic movement of Rumah Perubahan LPP operates through various strategies, emphasizing dialogue, liberation education, and resistance to hegemony. Rumah Perubahan LPP functions as a relational organic intellectual entity, undertaking a transformative mission from common sense to new common sense: shifting the mindset from government-controlled media to public media. Counter-hegemonic efforts also include advocating for regulatory changes to prevent discrimination against local LPPs. Furthermore, the study highlights the need for Rumah Perubahan LPP activists to anticipate and refine their liberatory educational methods. Without careful consideration, these efforts risk inadvertently reproducing bureaucratic structures resulting from the sedimentation of the Soeharto era, falling into methodological terrorism, organic centralism, and failing to establish a historical bloc. Therefore, Rumah Perubahan LPP should create critical pedagogical spaces that promote new knowledge, critical awareness, and active agency based on the principle of "every teacher is always a pupil and every pupil a teacher"
Kata Kunci : hegemoni, kontra-hegemoni, aktivisme media, penyiaran publik, pedagogi kritis