Hubungan Antara B-Cell Activating Factor Family (BAFF) dengan Indeks Kelelahan Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik dengan Riwayat Aktivitas Berat
Gede Perdana Putera, Dr. dr. Deddy Nur Wachid Achadiono, M.Kes Sp.PD, KR.; dr. Ayu Paramaiswari, Sp.PD-KR
2025 | Tesis-Subspesialis | SUBSPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM
Latar Belakang: Kelelahan dilaporkan merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien LES yaitu 67-90%, dan dapat mempengaruhi hasil atau keluaran pengobatan pasien. Pada gangguan autoimunitas, patofisiologi terjadinya kelelahan melalui jalur gangguan homeostatik, yaitu lewat jalur molekul-molekul yang terlibat pada proses inflamasi. Salah satu dari jalur inflamasi yang berperan adalah pensinyalan reseptor sel B. Keluhan kelelahan sering terlewatakan pada pemeriksaan rutin rawat jalan padahal dapat merupakan suatu manifestasi NPSLE. Pengukuran derajat kelelahan secara obyektif dapat memperkirakan kelelahan lebih tepat dengan menggunakan teknologi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional kohort retrospektif yang dilakukan di klinik Reumatologi RS dr. Sardjito Yogyakarta, 1-15 Januari 2025 dengan mengambil data dari rekam medis pasien (data sekunder) RS dr. Sardjito Yogyakarta. Data kadar BAFF serum, CRP, KED, usia, jenis obat imunosupresan yang digunakan, aktivitas LES dengan SLEDAI, dan indeks kelelahan diperoleh dari data sekunder rekam medis pasien (n=80 sampel penelitian). Pasien LES dengan aktivitas berat yang menjalani rawat inap di ruang perawatan inap RS dr. Sardjito Yogyakarta dalam periode waktu antara bulan Juni-Agustus 2022 dilakukan penilaian SLEDAI serta pemeriksaan kadar BAFF serum, CRP dan KED. Data sekunder indeks kelelahan diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat MEDICORE Heart Rate Variability Analyzer System model Max Pulse di klinik rawat jalan Psikosomatis RS dr. Sardjito Yogyakarta (Mei 2023).
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel BAFF (CrRR 8,14; 95%CI= 2,44- 27,17) mempunyai hubungan bermakna dengan variabel tergantung yaitu indeks kelelahan, sedangkan variabel usia, jenis kelamin, CRP, KED dan lama terapi memiliki hubungan yang tidak bermakna dengan indeks kelelahan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa kadar BAFF yang tinggi konsisten meningkatkan risiko kelelahan yang lebih tinggi sebesar 6,21 kali (AdjRR 6,21; 95%CI= 1,76-21,96). Area Uunder Curve (AUC) 0,7288 menunjukkan bahwa variabel BAFF merupakan faktor yang berkontribusi 72,88% terhadap terjadinya kelelahan dengan kekuatan diskriminatif cukup (fair).
Kesimpulan: Kadar BAFF mempunyai hubungan bermakna dengan indeks kelelahan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa kadar BAFF yang tinggi konsisten meningkatkan risiko kelelahan yang lebih tinggi sebesar 6,21 kali. Kadar BAFF serum dapat menjadi prediktor kelelahan pasien LES dengan kekuatan cukup.
Background: Fatigue is a complaint that is often reported by SLE patients, namely 67-90%, and can affect the results or outcomes of patient treatment. In autoimmune disorders, the pathophysiology of fatigue occurs through the homeostatic disturbance pathway, namely through the pathway of molecules involved in the inflammatory process. One of the inflammatory pathways that plays a role is B cell receptor signaling. Complaints of fatigue are often missed in routine outpatient examinations even though they can be a manifestation of NPSLE. Objective measurement of the degree of fatigue can describe fatigue more precisely using technology.
Methods: This study is a retrospective cohort observational study conducted at the Rheumatology clinic of Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta, January 1-15, 2025 by taking data from patient medical records (secondary data) of Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta. Data on serum BAFF levels, CRP, KED, age, type of immunosuppressant drugs used, LES activity with SLEDAI, and fatigue index were obtained from secondary data of patient medical records (n=80 research samples). LES patients with heavy activity who were hospitalized in the inpatient ward of Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta in the period between June-August 2022 underwent SLEDAI assessment and examination of serum BAFF levels, CRP and KED. Secondary data on fatigue index were obtained from measurements using the MEDICORE Heart Rate Variability Analyzer System model Max Pulse at the Psychosomatic outpatient clinic of Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta (May 2023).
Results: The results of the bivariate analysis showed that BAFF variable (CrRR 8.14; 95%CI =2.44-27.17) had a significant relationship with the dependent variable, namely the fatigue index,while age, sex, CRP, ESR, and time interval variables had no significant relationship with fatigue index. The results of the multivariate analysis showed that high BAFF levels consistently increased the risk of higher fatigue by 6.21 times (AdjRR 6.21; 95%CI = 1.76-21.96). The Area Under Curve (AUC) of 0.7288 indicated that the BAFF variable was a factor that contributed 72.88% to the occurrence of fatigue with sufficient discriminatory power (fair).
Conclusion: BAFF levels have a significant relationship with fatigue index. The results of multivariate analysis showed that high BAFF levels consistently increased the risk of higher fatigue by 6.21 times. Serum BAFF levels can be a predictor of fatigue in SLE patients with sufficient strength.
Kata Kunci : BAFF, SLE, indeks kelelahan, predictor, fatigue index