Analisis Jaringan Wacana Perdebatan seputar Digitalisasi Penyiaran di Indonesia (Kasus Perdebatan sebelum dan sesudah ASO 2 November 2022)
Abyzan Syahadin Bagja Dahana, Dr. Rahayu, S.I.P., M.Si., M.A.
2025 | Tesis | S2 Ilmu Komunikasi
Digitalisasi penyiaran merupakan keniscayaan seiring dengan perkembangan teknologi penyiaran yang menuntut berbagai negara untuk segera mengadopsinya. Namun, penerapan digitalisasi penyiaran di Indonesia memicu polemik sehingga sejak inisiasinya pada tahun 2006–2007, Indonesia baru menerapkan digitalisasi penyiaran melalui analog switch-off (ASO) pada 2 November 2022. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perubahan jaringan wacana dalam debat digitalisasi penyiaran yang berlangsung saat sebelum dan sesudah ASO 2 November 2022. Penelitian ini menggunakan teori Discourse Coalition Framework (DCF), dengan metode penelitian discourse network analysis (DNA). Penelitian ini menggunakan sumber data berupa 1.011 berita dari 12 media daring nasional, yang terbit sepanjang 2007 hingga Maret 2024. Penelitian ini menemukan bahwa debat seputar digitalisasi penyiaran melibatkan aktor dari berbagai organisasi yang mewakili beragam kelompok kepentingan, seperti pemerintah pusat dan daerah, warga sipil, asosiasi dan lembaga penyiaran, serta badan regulator. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) muncul sebagai aktor paling dominan dalam perdebatan, baik saat sebelum maupun sesudah ASO 2 November 2022. Kominfo secara konsisten mengusung wacana positif mengenai digitalisasi penyiaran, yang kemudian memantik wacana tandingan yang mayoritas mengkritisi aspek regulasi, kesiapan stakeholder, serta infrastruktur penyiaran, terutama terkait dengan set-top box (STB). Wacana negatif yang berisi kritik terhadap implementasi digitalisasi penyiaran semakin menguat setelah ASO 2 November 2022, dengan warga sipil sebagai aktor yang paling vokal. Berbagai koalisi wacana muncul sepanjang perdebatan, dan di antaranya mampu memengaruhi arah pelaksanaan digitalisasi penyiaran. Temuan penelitian ini berkontribusi sebagai refleksi bagi pemerintah agar saat menerapkan kebijakan mendatang dapat lebih memperhatikan kesiapan stakeholder lain, khususnya masyarakat dan industri berskala kecil.
Broadcast digitalization is an inevitability in line with the advancement of broadcasting technology, which requires various countries to adopt it promptly. However, the implementation of broadcast digitalization in Indonesia has sparked controversy. Since its initiation in 2006–2007, Indonesia only implemented broadcast digitalization through the analog switch-off (ASO) on November 2, 2022. This study aims to describe the changes in discourse networks within the debate on broadcast digitalization that occurred before and after the ASO on November 2, 2022. This study employs the Discourse Coalition Framework (DCF) theory and the discourse network analysis (DNA) method. The data sources for this study consist of 1,011 news articles from 12 national online media outlets, published from 2007 to March 2024. This study finds that the debate on broadcast digitalization involved actors from various organizations representing diverse interest groups, such as central and regional governments, civil society, broadcasting associations and institutions, and regulatory bodies. The Ministry of Communication and Informatics (Kominfo) emerged as the most dominant actor in the debate, both before and after the ASO on November 2, 2022. Kominfo consistently promoted a positive discourse on broadcast digitalization, which subsequently triggered counter-discourses that mainly criticized regulatory aspects, stakeholder readiness, and broadcasting infrastructure, particularly concerning set-top boxes (STBs). Negative discourses containing criticism of the implementation of broadcast digitalization grew stronger after the ASO on November 2, 2022, with civil society being the most vocal actor. Various discourse coalitions emerged throughout the debate, some of which successfully influenced the direction of broadcast digitalization policies. The findings of this study contribute as a reflection for the government to pay greater attention to the readiness of other stakeholders, particularly the public and small-scale industries, when implementing future policies.
Kata Kunci : digitalisasi penyiaran, Discourse Coalition Framework (DCF), Discourse Network Analysis (DNA), jaringan wacana, koalisi wacana