Studi Komparasi Perilaku Memilih Santri Pemilih Pemula di Pesantren Tradisional dan Pesantren Modern pada Pemilihan Presiden 2024 (Studi pada Santri di Pesantren Tebuireng Jombang dan Pesantren Ar-Rohmah Malang dalam Menentukan Pilihan Politik)
Ayu Amanda A'isyatul Khumairo', Dr. R.B. Abdul Gaffar Karim, S.I.P., MA.
2025 | Tesis | S2 Ilmu Politik
Di tengah narasi besar terkait pemilih Generasi Z (Gen
Z) yang dianggap memiliki kemudahan akses internet untuk mengawal isu-isu
terkini sehingga dapat memengaruhi preferensi politiknya, tulisan ini berupaya melihat
perilaku memilih Generasi Z dalam kelompok yang lebih kecil, bagian dari
Generasi Z yang tidak memiliki akses internet layaknya Generasi Z lainnya,
yakni santri pemilih pemula di pesantren. Berbeda dengan kajian-kajian terkait
perilaku memilih santri yang hanya dilakukan di satu pesantren, penelitian ini melihat
perilaku memilih santri pemilih pemula dari dua kultur pesantren yang berbeda:
tradisional dan modern. Klasifikasi kultur tradisional dan modern dalam tulisan
ini berbeda dengan klasifikasi pondok pesantren tradisional dan
modern yang kerap kali didefinisikan berdasarkan afiliasi ormas keagamaan:
kelompok Islam tradisional identik terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan
kelompok Islam modern terafiliasi dengan Muhammadiyah. Dalam penelitian ini, pesantren tradisional
didefinisikan sebagai lembaga pendidikan yang masih mewadahi santrinya untuk
bertemu kiai secara rutin melalui kegiatan bandongan dan sorogan,
sementara pesantren modern didefinisikan lembaga pendidikan yang berfokus pada
model pengajaran klasikal. Terdapat lima variabel bebas yang akan diuji, yakni:
kiai (pengasuh), guru atau ustaz/ustazah, teman sebaya (peer group),
janji-janji politik terkait pesantren, dan evaluasi kinerja pemerintahan
Jokowi-Ma’ruf. Dengan menggunakan pendekatan campuran (mixed methods), penelitian
ini mengambil 100 responden dari masing-masing pesantren yang terdiri dari 50
santri perempuan dan 50 santri laki-laki yang didukung oleh data wawancara dan
observasi sebagai pelengkap. Penelitian ini dilakukan di dua pesantren yang
berbeda, yakni Pesantren Ar Rohmah Malang dan Pesantren Tebuireng Jombang.
Berbeda dengan hasil penelitian terkait perilaku memilih santri di pesantren
yang cenderung menempatkan kiai (pengasuh) sebagai figur sentral untuk
membentuk persepsi politik santri, penelitian ini justru menunjukkan bahwa
tidak terdapat korelasi antara kiai (pengasuh) dengan perilaku memilih santri
pemilih pemula di pesantren tradisional maupun pesantren modern. Dengan
menggunakan kerangka teori perilaku memilih, tulisan ini menemukan bahwa
variabel guru (ustad/ustazah) memiliki peran dalam membentuk persepsi politik
para santri di pesantren tradisional dan pesantren modern. Ruang diskusi di
kelas bersama dengan guru (ustaz/ustazah) di ruang kelas menjadi wadah literasi
politik bagi para santri pemilih pemula. Diskusi yang dilakukan di kelas juga
menjadi ruang bagi para santri untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan Joko
Widodo – Ma’ruf Amin (2019-2024), serta menjadi ruang untuk mengevaluasi
kandidat presiden dan wakil presiden yang maju dalam kontestasi elektoral 2024.
In the midst of myriad narratives related to
Generation Z (Gen Z) voters who are considered to have easy access to the
internet to oversee current issues so that they can influence their political
preferences, this paper strives to look at the voting behavior of Generation Z
in a smaller group, a part of Generation Z that does not have internet access
like other Generation Z, namely santri first-time voters in pesantren. In
contrast to studies related to santri voting behavior that are only conducted
in one pesantren, this research studied the voting behavior of first-time voters
from two different pesantren cultures: traditional and modern. The
classification of traditional and modern cultures in this paper is different
from the classification of traditional and modern pesantren that are often
defined based on the affiliation of religious organizations: traditional
Islamic groups are identically affiliated with Nahdlatul Ulama (NU) and modern
Islamic groups are affiliated with Muhammadiyah. In this study, traditional
pesantren is defined as an educational institution that still accommodates
students to meet kiai regularly through bandongan and sorogan activities, while
modern pesantren is defined as an educational institution that focuses on a
classical teaching model. There are five independent variables to be tested,
namely: kiai (the leader of the pesantren), teacher or ustaz/ustazah, peer
group, political promises related to pesantren, and evaluation of Jokowi-Ma'ruf
government performance. Using a mixed methods approach, this study took 100
respondents from each pesantren consisting of 50 female and 50 male students
supported by complementary interview and observation data. This research was
conducted in two different pesantren, namely Pesantren Ar Rohmah Malang and
Pesantren Tebuireng Jombang. In contrast to the results of research related to
santri voting behavior in pesantren that tend to place kiai as a central figure
to shape santri's political perceptions, this study shows that there is no
correlation between kiai) and the voting behavior of novice santri voters in traditional
and modern pesantren. Using the theoretical framework of voting behavior, this
paper finds that teacher variables (ustad/ustazah) have a role in shaping the
political perceptions of santri in traditional and modern pesantren. In-class
discussions with teachers (ustaz/ustazah) in the classroom become a forum for
political literacy for santri novice voters. Classroom discussions are also a
space for santri to evaluate the performance of the Joko Widodo - Ma'ruf Amin
government (2019-2024), as well as a space to evaluate presidential and vice
presidential candidates who are running in the 2024 electoral contestation.
Kata Kunci : perilaku memilih, santri, pemilih pemula, pesantren, Pilpres 2024