Analisis Penerapan Standar Industri Hijau (SIH) pada Industri Batik dalam rangka Mewujudkan IKM Batik yang Berkelanjutan
Dwi Wiji Lestari, Ir. Andi Sudiarso, S.T., M.T., M.Sc., Ph.D., IPM., ASEAN Eng. ; Prof. Chandra Wahyu Purnomo, S.T., M.E., M.Eng., D.Eng.
2025 | Tesis | S2 Magister Teknik Sistem
Perkembangan industri batik di Indonesia tidak terlepas dari isu-isu lingkungan, seperti inefisiensi sumber daya dan munculnya limbah dari proses produksi. Untuk menangani masalah ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian telah menerbitkan kebijakan industri hijau dengan menerapkan Standar Industri Hijau (SIH 13134:2023) bagi industri batik. SIH menyediakan pedoman yang mencakup parameter standar dan batasan dalam penggunaan sumber daya, yang menjadi acuan bagi pelaku industri. Kebijakan ini memerlukan evaluasi guna memastikan pemahaman dan implementasinya di lapangan. Evaluasi ini menjadi sangat penting mengingat urgensi dari penerapan industri hijau di seluruh sektor industri sebagai upaya mendorong daya saing produk industri nasional sekaligus upaya pencapaian green industry secara global.
Penelitian ini bertujuan untuk mencapai beberapa hal, yaitu pertama, mengetahui data proses produksi di Industri Kecil dan Menengah (IKM) batik, serta memahami alur material yang melibatkan bahan baku, energi, dan limbah yang dihasilkan. Kedua, mengevaluasi tingkat pencapaian kinerja hijau di IKM Batik berdasarkan SIH yang ditetapkan. Ketiga, mengidentifikasi strategi optimal untuk meningkatkan kinerja hijau dan memenuhi kriteria yang tercantum dalam SIH. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan wawancara di lima IKM batik. Proses analisis data dimulai dengan memvisualisasikan aliran material dan energi pada setiap tahapan produksi menggunakan diagram Sankey. Evaluasi terhadap penerapan SIH difokuskan pada aspek teknis, yakni bahan baku, bahan penolong, energi, air, limbah, dan emisi GRK. Rekomendasi strategi peningkatan kinerja hijau pada IKM dirumuskan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan visualisasi data melalui diagram Sankey, air merupakan bahan baku terbesar dalam produksi batik, sementara konsumsi energi tertinggi berasal dari kayu bakar yang digunakan dalam proses pelorodan, dan limbah cair mendominasi jenis limbah yang dihasilkan dalam keseluruhan proses produksi. Evaluasi kinerja hijau menunjukkan bahwa ada tiga aspek teknis SIH yang belum sepenuhnya dipenuhi oleh kelima IKM batik, yaitu aspek energi pada parameter konsumsi energi bauran spesifik (KEB), aspek air pada parameter rasio penggunaan air daur ulang (RDUA), dan aspek pengelolaan limbah. Pada aspek energi, dua IKM tercatat melampaui batas maksimum KEB yang ditetapkan sebesar 67,02 GJ/ton produk, dengan masing-masing nilai sebesar 82,93 GJ/ton dan 71,02 GJ/ton produk. Sementara itu, pada aspek air, terdapat satu IKM yang belum memenuhi standar RDUA sebesar 30%, yaitu hanya mencapai 22%. Berdasarkan hasil pemilihan strategi peningkatan capaian kinerja hijau dengan metode AHP, strategi utama untuk meningkatkan efisiensi konsumsi energi adalah melalui pemantauan dan evaluasi energi pada setiap tahap proses produksi, sementara strategi utama untuk meningkatkan rasio penggunaan air daur ulang adalah dengan pemantauan dan pengelolaan penggunaan air dalam proses produksi.
The development of the batik industry in Indonesia is closely linked to environmental issues, such as resource inefficiency and waste generation from production processes. To address these challenges, the Indonesian government, through the Ministry of Industry, has issued a green industry policy by implementing the Green Industry Standard (GIS 13134:2023) for the batik industry. GIS provides guidelines that include standard parameters and limitations on resource utilization, serving as a reference for industry players. The effectiveness of this policy requires evaluation to ensure its understanding and implementation in the field. This evaluation is crucial given the urgency of green industry adoption across all industrial sectors, aiming to enhance the competitiveness of national industrial products while achieving global green industry goals.
This study aims to achieve several objectives. First, to obtain data on the production processes of Small and Medium Enterprises (SMEs) in the batik industry and understand the material flow involving raw materials, energy, and waste generation. Second, to evaluate the level of green performance achieved by batik SMEs based on the established GIS. Third, to identify optimal strategies for improving green performance and meeting the criteria outlined in GIS. Data collection was conducted through observation and interviews with five batik SMEs. The data analysis process began with visualizing material and energy flows at each production stage using a Sankey diagram. The evaluation of GIS implementation focused on technical aspects, including raw materials, auxiliary materials, energy, water, waste, and CO? emissions. Recommendations for improving green performance in SMEs were formulated using the Analytical Hierarchy Process (AHP) method.
The research findings indicate that, based on data visualization through the Sankey diagram, water is the largest raw material used in batik production, while the highest energy consumption comes from firewood used in the wax removal process, and liquid waste dominates the types of waste generated throughout production. The green performance evaluation reveals that three technical aspects of GIS have not been fully met by all five batik SMEs, namely the energy aspect in terms of specific energy mix consumption (KEB), the water aspect in terms of the recycled water usage ratio (RDUA), and the waste management aspect. In the energy aspect, two SMEs exceeded the maximum KEB limit of 67.02 GJ/ton of product, recording values of 82.93 GJ/ton and 71.02 GJ/ton of product, respectively. Meanwhile, in the water aspect, one SME failed to meet the RDUA standard of 30%, achieving only 22%. Based on the selection of strategies to improve green performance using the AHP method, the primary strategy for enhancing energy consumption efficiency is through energy monitoring and evaluation at each production stage, while the key strategy for increasing the recycled water usage ratio is through water usage monitoring and management in the production process
Kata Kunci : batik, industri batik, industri hijau