Laporkan Masalah

Kuasa Narasi Pupuk Kimia: Praktik Hegemonik Menyubsidi Industrialisme

Galih Kartika Ade Saputra, Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A.

2024 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Kajian ini berusaha memahami kebijakan publik sebagai artikulasi ide. Kemampuannya untuk terus bertahan dalam operasinya berlangsung lewat kuasa narasi. Dalam hal ini ‘subsidi pupuk kimia’ adalah artikulasi dari nalar industrialisme yang telah ditanam puluhan tahun sejak Revolusi Hijau. Pertanian dalam cara pandang ini bergantung pada industri agrokimia dan patuh pada norma produktivitas tinggi. Implikasinya telah lahir masalah keberlanjutan berupa kerusakan lingkungan dan kerentanan kesejahteraan di sektor pertanian. 

Kajian mengadopsi analisis wacana kritis Norman Fairclough (2013a) untuk mengamati hegemoni industrialisme di balik kebijakan. Pengamatan dilakukan pada institusi Kementerian Pertanian dan studi kasus praktik petani di Prambanan, Klaten. Kajian mempertanyakan mengapa kebijakan subsidi sebagai artikulasi industrialisme Revolusi Hijau yang abai pada keberlanjutan terus dipertahankan? 

Bekerjanya hegemoni ditandai oleh normalisasi yang membuat sebuah ide tampak lazim bahkan mesti dilakukan. Temuan menunjukkan kuasa narasi telah menjerat negara dan petani dalam ketergantungan pada pertanian agrokimia, sehingga turut menguatkan kelembaman kebijakan subsidi pupuk kimia. Proses itu melalui daur ulang kontruksi Revolusi Hijau, kontrol pemaknaan wacana keberlanjutan, serta normalisasi kebijakan atas nama petani. 

Sementara itu, counter hegemony sejauh ini belumlah terbentuk. Hadirnya wacana tanding menghadapi praktik diskursif puluhan tahun yang telah membentuk dan saling menopang dengan berbagai kepentingan. Gerakan pertanian alternatif sejauh ini belum mampu mengusung narasi bersama dan terfragmentasi. Meski demikian, temuan di kalangan petani menunjukkan hegemoni senantiasa dalam ketidakstabilan. Subsidi cenderung memantapkan ketergantungan petani pada produksi berbiaya tinggi dan tidak berkelanjutan. Kajian ini menemukan ada lapisan ketidakpuasan yang mengindikasikan adanya harapan pertanian alternatif yang rendah biaya dan lestari. 

Keresahan di kalangan petani menjadi refleksi bahwa urgensi menghadirkan wacana pertanian alternatif sebagai agenda gerakan counter hegemony masih ada dan semakin relevan. Kajian ini ingin menyumbang diskusi bahwa kebijakan subsidi pupuk kimia patut dikoreksi dalam rangka mewujudkan pertanian lebih berkelanjutan. Namun, koreksi tersebut bukan sekedar mengubah input pertanian. Melainkan transformasi mendasar, yakni mengubah nalar sistem pertanian menjadi lebih mengutamakan kelangsungan lingkungan dan kedaulatan petani. Oleh karenanya, dukungan pendanaan negara dapat dipertimbangkan ulang untuk secara terukur dan bertahap, dialihkan menjadi kebijakan tranformasi pertanian yang tidak lagi bergantung pada industri agrokimia dan lebih lestari.

This study seeks to understand public policy as an articulation of ideas. Its capacity to persist in operation is sustained through the power of narrative. In this context, “chemical fertilizer subsidies” constitute an articulation of an industrialism logic embedded for decades since the Green Revolution. From this perspective, agriculture depends on the agrochemical industry and conforms to high-productivity norms, the implications of which have given rise to sustainability issues in the form of environmental degradation and vulnerabilities in agricultural welfare.

The study adopts Norman Fairclough’s (2013a) critical discourse analysis to examine the hegemony of industrialism underpinning the policy. Observations were conducted within the Ministry of Agriculture and through case studies of farming practices in Prambanan, Klaten. The study questions why subsidy policies—as an articulation of Green Revolution industrialism that neglects sustainability—continue to be maintained. 

The operation of hegemony is marked by a normalization that renders an idea not only common but also mandatory. Findings indicate that the power of narrative has ensnared both the state and farmers in a dependency on agrochemical agriculture, thereby reinforcing the inertia of chemical fertilizer subsidy policies. This process unfolds through the recycling of the Green Revolution’s narrative constructs, the controlled interpretation of sustainability discourse, and the normalization of policies in thse name of farmers.

Meanwhile, counter-hegemony has yet to emerge. The emergence of competing discourses confronts decades of discursive practices that have been shaped and mutually reinforced by various interests. Thus far, the alternative agriculture movement has been unable to promote a unified narrative and remains fragmented. Nonetheless, findings among farmers indicate that hegemony is persistently unstable. Subsidies tend to cement farmers’ dependency on high-cost, unsustainable production. The study reveals an undercurrent of dissatisfaction that signals a desire for alternative agriculture that is both lower-cost and sustainable.

The unease among farmers reflects the urgency of introducing an alternative agricultural discourse as part of a counter-hegemonic movement that remains necessary and increasingly relevant. This study aims to contribute to the discussion that chemical fertilizer subsidy policies warrant correction to achieve more sustainable agriculture. However, such correction is not merely about altering agricultural inputs; it requires a fundamental transformation—namely, a shift in the underlying logic of the agricultural system to prioritize environmental sustainability and farmers’ sovereignty. Therefore, reconsideration of state funding is warranted. So, in a measured and gradual manner, it may be redirected toward agricultural transformation policies that are not dependent on the agrochemical industry and are more sustainable.


Kata Kunci : kebijakan subsidi pupuk kimia, analisis wacana kritis, hegemoni, Revolusi Hijau, pertanian berkelanjutan

  1. S2-2024-475812-abstract.pdf  
  2. S2-2024-475812-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-475812-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-475812-title.pdf