Laporkan Masalah

Chinees en Katholiek in Bethlehem van Java: The Construction of Hybrid Chinese Catholic Identity in Muntilan

Astrid Syifa Salsabila, Evi Lina Sutrisno, Ph.D; Prof. Frans Jozef Servaas Wijsen

2024 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya

Since the end of 19th century, the Catholic Church has conducted missionary activities among the Javanese in Muntilan, Indonesia, establishing it as the first Catholic mission site in Java. The missionary work not only impacted the Javanese but also the Chinese descendants in Muntilan, as many of them decided to convert to Catholicism, especially after the September 30 Movement of 1965. The conversion of the Chinese sparked debates among the Chinese community, who perceived it as a contributing factor to the abandonment of Chinese characteristics. Conversely, the Catholic Church argued that it still accommodates local characteristics so as to adapt to the local community's conditions. This contest leads to the dynamic and diverse identities of Chinese Catholics within the community, as Chinese characteristics and Catholic faith mutually influence each other. Therefore, this study aims to address two key research questions. 1) How do the Chinese Catholics in Muntilan construct their hybrid identity as Chinese Catholics? 2) To what extent does perception in the church and/or the Chinese temple signify their identity as Chinese Catholics? This research employs Homi K. Bhabha's hybridity identity and Frans Wijsen’s official/popular Christianity concept, analyzing it through thick description methods. Interviews and participant observation in the Chinese Catholic community of Muntilan, spanning approximately a year, primarily generated the data for this study. In addition to their religious beliefs, Chinese Catholics chose to convert to Catholicism as a response to the Indonesian government's restriction of Chinese characteristics during the New Order era. It was because Catholicism is officially recognized as a religion by the Indonesian government. The family, Catholic education institutions, the formalization of religion, and national-scaled events played significant roles in contributing to the hybridity of Chinese Catholic identity. This process contributes to the development of a diverse manifestation of Chinese Catholic identity, surpassing the boundaries of official Christianity and evolving into a popular form. Furthermore, the adequate financial capability of the Chinese Catholics significantly contributed to their agency in the church. It is evidently conveyed through the annual Chinese New Year Mass that has been held for more than two decades in Muntilan.

Sejak akhir abad ke-19, Gereja Katolik telah melakukan kegiatan misionaris di antara orang-orang Jawa di Muntilan, Indonesia, yang menjadikan daerah ini sebagai pusat misi Katolik pertama di Pulau Jawa. Gerakan misionaris ini tidak hanya berdampak kepada orang Jawa, namun juga para keturunan Tionghoa di Muntilan sebab banyak dari mereka memutuskan untuk menjadi Katolik, terutama setelah peristiwa G30S pada 1965. Konversi orang-orang Tionghoa melahirkan debat di antara komunitas keturunan Tionghoa sebab seringnya anggapan bahwa agama Katolik dianggap sebagai salah satu faktor yang membuat orang-orang Tionghoa meninggalkan karakteristik ketionghoaannya. Di sisi lain, Gereja Katolik berargumen bahwa mereka masih mengakomodir karakteristik lokal guna beradaptasi dengan kondisi komunitas lokal. Kontestasi ini menciptakan dinamika dan keberagamaan identitas Katolik Tionghoa di dalam komunitas mereka karena karakteristik Tionghoa dan Katolik saling  mempengaruhi satu sama lain. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan berlandaskan dua pertanyaan utama: 1) bagaimana individu Katolik Tionghoa di Muntilan mengkonstruksi identitas hibrida sebagai Katolik Tionghoa? 2) Sampai sejauh mana persepsi di gereja dan/atau klenteng mempengaruhi identitas mereka sebagai Katolik Tionghoa? Penelitian ini didasari pada konsep identitas hibrida yang dipopulerkan Homi K. Bhabha dan Kekristenan resmi/populer yang dikembangkan oleh Frans Wijsen melalui metode thick description. Di samping keyakinan terhadap Kekatolikan, sebagian besar Katolik Tionghoa memilih untuk menjadi Katolik sebagai respon dari pembatasan terhadap karakteristik Ketionghoaan yang diterapkan pemerintah Indonesia di era Orde Baru dan familiaritas mereka dengan Katolisisme di lingkungan mereka. Hubungan keluarga yang didasari pada bakti, institusi pendidikan Katolik, formalisasi agama, dan peristiwa berskala nasional seperti Orde Baru memainkan peran signifikan yang secara berkelanjutan mempengaruhi hibriditas identitas Katolik Tionghoa di Muntilan. Faktor-faktor tersebut juga mempengaruhi perkembangan manifestasi identitas Katolik Tionghoa yang beragam, melampaui batas Kekristenam resmi dan mengembangkan Kekristenan populer yang banyak ditemukan di tingkat individual dan keluarga. Selain itu, kemampuan finansial para Katolik Tionghoa secara signifikan berkontribusi untuk membentuk agensi mereka di gereja setempat. Hal ini salah satunya terlihat dalam perayaan tahunan Misa Tahun Baru Imlek yang telah diselenggarakan lebih dari dua dekade di Muntilan.

Kata Kunci : Chinese Catholic, Hybrid Identity, Popular Christianity

  1. S2-2024-495978-abstract.pdf  
  2. S2-2024-495978-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-495978-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-495978-title.pdf