Laporkan Masalah

Konfigurasi Spasial Permukiman Hunian Tetap Relokasi Pasca Erupsi Merapi di Cangkringan Sleman

Muhamad Rafif Naufal, Ardhya Nareswari, S.T., M.T., Ph.D

2024 | Tesis | S2 Teknik Arsitektur

Peningkatan aktifitas Gunung Merapi di tahun 2024 menjadi ancaman bencana bersama. Permukiman penduduk masih ada ditemukan di (Kawasan Rawan Bencana) KRB 3. Sedangkan untuk permukiman hunian tetap (huntap) relokasi berada di KRB 2 lereng gunung. Kawasan ini merupakan kawasan dengan kerentanan tinggi, disertai variasi susunan konfigurasi huntap yang beragam terbentuk dari pola permukiman, jumlah unit hunian, ratio bentuk lahan dan posisi kontur. Dalam 1 kompleks huntap, terdapat area yang tersegmentasi, area yang ramai sering dilalui dan jarang dilalui. Aksesbilitas di dalam huntap menjadi penting untuk mendukung keberhasilan proses evakuasi sebagai bagian dari mitigasi bencana. Penelitian ini dilakukan secara deduktif kualitatif menggunakan metode space syntax dan empiris didukung studi literatur, observasi lapangan dan simulasi spasial. Variabel penelitian berkaitan dengan karakteristik spasial, konfigurasi spasial dan aksesbilitas jalur evakuasi. Aspek amatan pada huntap melihat connectivity, integrity, visibility, intelligibility dan angular choice untuk menentukan kerentanan permukiman huntap. Terdapat pola berulang yang menunjukkan area paling rentan berada di ruas jalan D dengan kondisi nilai kerentanan berada di range 0,041-0,12; area paling aman berada di ruas jalan A dengan range nilai kerentanan 0,41-0,6. Dari ke 3 jenis tipe huntap, lokasi titik kumpul berpotensi terjadi penumpukan warga di ruas jalan menuju ke titik tersebut. Hal ini dikarenakan lokasi titik kumpul memiliki nilai integrasi, visibilitas, angular choice yang tinggi dengan nilai konektifitas yang rendah. Fenomena ini menunjukkan bahwa ruas jalan menuju ke titik kumpul mudah dan cepat diakses oleh warga. Tetapi hanya sedikit ruas jalan yang terhubung ke area tersebut. Minimnya altenatif pilihan jalan membuat warga akan berada dalam segmen ruas jalan yang sama untuk menuju ke area titik kumpul. Dengan demikian, ruas jalan yang terintegrasi dan mudah dikenali jika tidak dimbangi jumlah jalan penghubung, dapat menjadi potensi kerentanan bahaya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dan stakeholder terkait untuk merancang huntap baru di gunung merapi. Dengan bisa menentukan area rentan, maka dapat dilakukan perlakuan atau rekayasa tertentu untuk meminimalisir potensi risiko tersebut saat peracangan huntap relokasi baru.

The increase in Mount Merapi activity in 2024 is a threat of a shared disaster. Residential settlements are still found in (Kawasan Rawan Bencana) KRB 3. Meanwhile, the relocation of permanent housing organizations (huntap) is in KRB 2 on the slopes of the mountain. This area is an area with high vulnerability, accompanied by a variety of hunting configuration arrangements that are formed from organizational patterns, number of housing units, land form ratios and contour positions. In 1 hunting complex, there are segmented areas, areas that are often passed and rarely passed. Accessibility in the hunter is important to support the success of the evacuation process as part of disaster mitigation. This research was conducted deductively qualitatively using spatial syntax methods and empirically supported by literature studies, field observations and spatial simulations. The research variables are related to spatial characteristics, spatial configuration and accessibility of evacuation routes. Observational aspects of hunting look at connectivity, integrity, visibility, clarity and choice of angles to determine the vulnerability of hunting organizations. There is a recurring pattern that shows the most vulnerable area is on road section D with vulnerability value conditions in the range of 0.041-0.12; the safest area is on road segment A with a vulnerability value range of 0.41-0.6. Of the 3 types of hunters, the location of the gathering point has the potential for crowding of residents on the road segment leading to the point. This is because the location of the gathering point has a high value of integration, visibility, choice of angles with a low connectivity value. This phenomenon shows that the road segment to the gathering point is easily and quickly accessible to residents. However, only a few roads are connected to the area. The lack of alternative road choices means that residents will be on the same road segment to get to the gathering point area. Thus, integrated and easily recognized roads if not balanced by the number of connecting roads, can pose a potential risk of danger. The results of this study are expected to be recommendations and considerations for the government and relevant stakeholders to design new hunting on Mount Merapi. By being able to determine vulnerable areas, certain treatments or engineering can be carried out to minimize the potential risk when hunting in new relocations.

Kata Kunci : konfigurasi, merapi, permukiman, huntap, aksesbilitas, space syntax, kerentanan

  1. S2-2024-495315-abstract.pdf  
  2. S2-2024-495315-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-495315-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-495315-title.pdf