Kajian laboratorium penggunaan batu tangkiling dan pasir sungai Kahayan (Kalimantan Tengah) sebagai bahan alternatif campuran beton aspal (AC-Wearing Course)

DAMEK, Mikelson, Dr.Ir. Latif Budi Suparma, MSc

2004 | Tesis | Magister Sistem dan Teknik Transportasi

Kalimantan Tengah sebenarnya memiliki potensi batu yang cukup besar, dan material tersebut dapat dimanfaatkan sebagai usaha untuk menjamin ketersediaan agregat yang merupakan salah satu aspek penting dan perlu dipertimbangkan dalam perancangan pembangunan konstruksi jalan raya di daerah ini pada khususnya. Dari kondisi ini ingin dilakukan kajian laboratorium tentang penggunaan batu Tangkiling sebagai agregat kasar dan pasir dari sungai Kahayan untuk bahan agregat halus, sebagai alternatif untuk bahan campuran beton aspal (AC-Wearing course). Penelitian ini dilakukan dengan membuat benda uji dari tiga variasi gradasi agregat untuk campuran beton aspal yang dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, masing-masing variasi dibuat 3 benda uji dengan variasi kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, dan 7%, dilakukan pengujian dengan metode Marshall untuk mendapatkan kadar aspal optimum. Tahap berikutnya dibuat masing-masing 3 benda uji pada kondisi kadar aspal optimum untuk gradasi variasi I, II dan III, kemudian di test Marshall untuk mengetahui tingkat stabilitas dan durabilitas dari campuran tersebut setelah dilakukan perendaman standar (0,5 jam), perendaman 24 jam, perendaman 48 jam pada suhu 600C. Selanjutnya dilakukan uji Cantabro serta pengujian refusal density, yaitu dengan melakukan pemadatan 2x400 terhadap benda uji untuk mengetahui VITM sisa dari campuran tersebut. Hasil penelitian tahap pertama diperoleh kadar aspal optimum untuk variasi I sebesar 5,9%, variasi II sebesar 5,8%, dan variasi III sebesar 5,6% terhadap total campuran. Pada kadar aspal optimum untuk masing-masing variasi gradasi diperoleh nilai stabilitas untuk perendaman standar adalah 956,4 kg, 779,4 kg dan 1019,8 kg; nilai flow sebesar 3,3 mm, 3,2 mm, dan 3,0 mm; nilai VMA sebesar 15,6%, 16,1%, dan 15,4 ; nilai VITM sebesar 3,8%, 4,8% dan 4,5%; nilai VFWA sebesar 75,6 kg, 71,0 kg, dan 70,8 kg. Pada perendaman 24 jam untuk masing-masing variasi diperoleh nilai stabilitas sebesar 857,1 kg, 702,3 kg, dan 898,8 kg; nilai flow sebesar 3,6%, 3,5% dan 3,5%; nilai MQ sebesar 238,3 kg/mm, 200,7 kg/mm dan 259,4 kg/mm. Indek perendaman masing-masing variasi diperoleh sebesar 89,6%, 90,1%, dan 88,2%. Selanjutnya dari hasil uji Cantabro setelah 300 putaran diperoleh nilai kehilangan berat masing-masing variasi sebesar 4,05%, 4,42%, dan 3,14%. Hasil uji refusal density diperoleh nilai VITM untuk masing-masing variasi sebesar 2,1%, 1,4%, dan 3,0%. Secara keseluruhan bahwa penggunaan batu Tangkiling dan pasir sungai Kahayan sebagai bahan campuran beton aspal adalah dapat memenuhi spesifikasi Departemen Kimpraswil (2000), untuk melayani beban lalulintas sedang (>0,5 juta ESA dan < 1 juta ESA) terutama untuk gradasi variasi III.

Essentially, the Central Kalimantan has wonderful rock potency. The material is beneficial to assure aggregate availability, as one of important aspects, which should be considered in designing highway construction development, especially in this area. Such a condition has recommended a laboratory study on the use of Tangkiling rock as the coarse aggregate and the sand of River Kahayan, the fine aggregate material, as alternative of the asphaltic concrete (AC-wearing course). This research was performed in two steps by composing specimens from the three varied aggregate gradations for asphaltic concrete in two stages. In the first stage, three specimens were made for each variation with asphalt contents of 5%, 5.5%, 6%, 6.5%, and 7%, to be subject ed to test of Marshall method to obtain the optimum asphalt content. In the next stage, three specimens were made under optimum asphalt content for the gradations of variation I, II, and III. Subsequently, a Marshall test was conducted to identify the levels of stability and durability of the mix after standard (0.5-hour) immersion, 24-hour immersion, and 48-hour immersion at temperature 60oC. Then, a Cantabro and refusal density test were completed using 2 x 400 compaction on the specimens to identify the VITM residue of the mix. The results of the stage I research generated an optimum asphalt content of variations I, II, and III of 5.9%, 5.8%, and 5.6%, respectively, of the total mix. At the optimum asphalt content, the stability rates of the standard immersion of each graded variation were 956.4 kg, 779.4 kg, and 1019.8 kg, respectively with flow values of 3.3 mm, 3.2 mm, and 3.0 mm respectively; with VMA of 15.6%, 16.1%, and 15.4%; the VITM values are 3.8%, 4.8%, and 4.5%; the VFWA values of 75.6 kg, 71.0 kg, and 70.8 kg. In the 24-hour immersion of each variation, the stability rates were 857.1 kg, 702.3 kg, and 898.8 kg; with flow values of 3.6%, 3.5% and 3.5% respectively; the MQ values of 238.3 kg/mm, 200.7 kg/mm and 259.4 kg/mm. The immersion index of each variation were 89.6%, 90.1%, and 88.2%. Consequently, the Cantabro test after 300 cycles generated weight loss in each variation of 4.05%, 4.42%, and 3.14%. The results of the refusal density test caused VITM values of each variation of 2.1%, 1.4%, and 3.0%. In conclusion, the use of the Tangkiling rock and the sand of River Kahayan to be asphaltic concrete has met to the Department Kimpraswil specification (2000), to be in service for medium (>0.5 million ESA and < 1 million ESA) traffic loading, particularly for the third variation of gradation.

Kata Kunci : Beton Aspal,Bahan Campuran,Batu Tangkiling dan Pasir Sungai, Tangkiling rocks, Sand of River Kahayan, Asphaltic concrete, Local material