Pengaturan Kepailitan Terhadap Harta Pailit Berbentuk Aset Kripto (Crypto Asset) Di Indonesia Serta Pengurusan Dan Pemberesan Berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004
Frans Ricoras, Prof. Dr. Tata Wijayanta, S.H., M.Hum.
2025 | Tesis | S2 Magister Hukum Litigasi
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pengaturan terhadap
harta pailit berbentuk aset kripto di Indonesia dan pengurusan dan
pemberesannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK PKPU). Permasalahan hukum dalam
penelitian ini, pertama; bagaimana status aset kripto dalam hukum kepailitan di
Indonesia, dan kedua; bagaimana mekanisme pengelolaan aset kripto sebagai harta
pailit oleh kurator. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif
didukung dengan wawancara narasumber kurator dari AKPI, IKAPI dan BHP, Advokat
dan Hakim. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksploratoris dengan data
penelitian kepustakaan. Jenis data penelitian merupakan data sekunder
kepustakaan yang diperoleh dengan metode dokumentasi dengan alat bantu
dokumentasi dan metode wawancara sebagai data penunjang. Analisis terhadap data
yang diperoleh akan disajikan secara deskriptif analistis kualitatif dengan
menggunakan konstruksi penalaran deduktif.
Hasil penelitian serta pembahasan
memberikan kejelasan terhadap kedudukan aset kripto yang dapat digolongkan
sebagai harta pailit karena telah memenuhi ketentuan di dalam Pasal 21 UUK PKPU
berupa hak kepemilikan dan memiliki nilai. Kendala regulasi yang dihadapi oleh
kurator dikarenakan belum adanya juru taksir terhadap aset kripto yang telah
diamanatkan peraturan perundang-undangan.
Kesimpulan dari penelitian ini berupa:
(1) Aset kripto dapat dijadikan sebagai harta pailit karena dapat dimiliki dan
mempunyai nilai sebagaimana Pasal 21 UUK PKPU; (2) Pengurusan dan pemberesan
terhadap aset kripto sebagai harta pailit perlu melakukan memperhatikan
pengaturan terhadap aset kripto dan bekerjasama dengan Bappebti agar kurator
dapat menjalankan tugasnya. Saran dari penelitian ini berupa: (1) Perlu adanya
pengertian dalam ketentuan umum terhadap rancangan undang-undang kepailitan
sebagai parameter pengertian harta pailit; (2) Pemahaman terhadap harta pailit
dalam bentuk aset kripto perlu dipahami oleh kurator, hakim pengawas dan
advokat serta perlu adanya pengaturan lebih lanjut penaksiran dan juru taksir
agar dapat menentukan nilai dari aset kripto.
This research aims to examine and
analyze the regulation of bankruptcy concerning crypto asset bankruptcy estates
in Indonesia, as well as their management and settlement based on Law Number 37
of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (UUK
PKPU). The legal issues addressed in this research include, first, the status
of crypto assets in Indonesian bankruptcy law and, second, the mechanism for
managing crypto assets as bankruptcy estates by receivers. This is a normative
legal research supported by interviews with receivers from AKPI, IKAPI, and
BHP, as well as with advocates and judges. The study adopts an exploratory
approach, utilizing library research data. The data consist of secondary data
obtained through documentation methods, complemented by interviews as supporting
data. The analysis of the collected data is presented in a qualitative
descriptive-analytical manner using deductive reasoning.
The research findings and discussion
clarify the position of cryptocurrency assets, can be categorized as bankruptcy
assets since they meet the provisions stipulated in Article 21 of the
Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation Law (UUK PKPU) concerning
ownership rights and possessing value. However, regulatory challenges remain,
particularly for curators, due to the absence of official appraisers for
cryptocurrency assets as mandated by the relevant legislation.The conclusions
of this study are as follows: (1) Cryptocurrency assets can be classified as
bankruptcy assets because they can be owned and have value as per Article 21
UUK PKPU; (2) The management and settlement of cryptocurrency assets as
bankruptcy assets need to take into account the regulations concerning
cryptocurrency assets and cooperate with Bappebti so that the curator can carry
out their duties. The recommendations from this research are: (1) There needs
to be a clear definition in the general provisions of the draft bankruptcy law
as a parameter for understanding bankruptcy assets; (2) The understanding of
bankruptcy assets in the form of cryptocurrency needs to be understood by
curators, supervisory judges, and lawyers, and there needs to be further
regulation on the appraisal and appraisers to determine the value of
cryptocurrency assets.
Kata Kunci : Aset Kripto, Pailit, Pengurusan dan Pemberesan, Bappebti