Laporkan Masalah

Penyelesaian Sengketa Lahan Kelapa Sawit di Kawasan Hutan Produksi (Studi Kasus Kecamatan Muara Pawan Kabupaten Ketapang)

Jakaria Irawan, Prof. Dr. Ari Hernawan, S.H., M.Hum.

2025 | Tesis | S2 Ilmu Hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mencapai dua tujuan. Pertama, mengkaji metode penyelesaian sengketa lahan kelapa sawit di kawasan hutan produksi Kabupaten Ketapang Kecamatan Muara Pawan. Kedua, mengidentifikasi solusi potensial penyelesaian sengketa lahan kelapa sawit di kawasan hutan produksi Kabupaten Ketapang Kecamatan Muara Pawan. 

Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-empiris dengan orientasi deskriptif. Pendekatan normatif-empiris mengkaji hubungan antara ketentuan hukum dan penerapan praktisnya, sedangkan komponen deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang fenomena hukum yang dianalisis. Penelitian ini berfokus pada pemahaman tentang bagaimana norma hukum diterapkan dalam konteks masyarakat dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi efektivitasnya. Cara yang digunakan dalam penelitian normatif adalah dengan penelitian kepustakaan, bahan hukum yang digunakan primer, sekunder dan tersier. Penelitian lapangan dalam hal ini, menggunakan sumberdata, lokasi penelitian, tehnik pengambilan sampel, subjek penelitian dan pengumpulan data.

Kajian ini mengungkap bahwa penyelesaian sengketa lahan kelapa sawit di kawasan hutan produksi pada dasarnya dilakukan melalui negosiasi. Namun, negosiasi tersebut gagal karena kedua belah pihak tetap pada pendiriannya masing-masing, sehingga mengabaikan prinsif dan tujuan utama musyawarah. prinsif yang dilanggar paling utama adalah keluar dari masalah, sehingga tidak tercapai kesepakatan bersama dalam penyelesaian sengketa. Sebagai solusinya, Pihak ketiga mengusulkan penyelesaian melalui mediasi, dengan menganjurkan skema perhutanan sosial untuk mengatasi sengketa tersebut. Skema tersebut meliputi hutan desa, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, hutan adat, dan kemitraan kehutanan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 serta Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. Dalam peraturan ini bagi masyarakat yang mempunyai lahan kelapa sawit dikawasan hutan produksi diberikan jatah kelola lahan lima hektar per-orang. Namu, peraturan ini tidak tersosialisasikan dengan baik, sehingga masyarakat meminta konpensasi lahan.

This research aims to achieve two objectives. First, to examine the method of resolving oil palm land disputes in the production forest area of Ketapang District Muara Pawan Sub-district. Second, to identify potential solutions to resolve oil palm land disputes in the production forest area of Ketapang District Muara Pawan Sub-district. 

This research uses a normative-empirical approach with a descriptive orientation. The normative-empirical approach examines the relationship between legal provisions and their practical application, while the descriptive component aims to provide a comprehensive description of the legal phenomena being analyzed. This research focuses on understanding how legal norms are applied in the context of society and identifying factors that influence their effectiveness. The method used in normative research is library research, legal materials used are primary, secondary and tertiary. Field research in this case, using data sources, research locations, sampling techniques, research subjects and data collection.

This study reveals that the settlement of oil palm land disputes in production forest areas is basically done through negotiations. However, the negotiation failed because both parties remained in their respective stances, thus ignoring the main principles and objectives of deliberation. The main principle that was violated was to get out of the problem, so that no mutual agreement was reached in resolving the dispute. As a solution, the third party proposed a settlement through mediation, suggesting a social forestry scheme to resolve the dispute. The schemes include village forests, community plantation forests, community forests, customary forests, and forestry partnerships, as stipulated in the Minister of Environment and Forestry Regulation Number 9 of 2021 and the Job Creation Law Number 6 of 2023. In this regulation, people who own oil palm land in production forest areas are given a five-hectare land management allotment per person. However, this regulation was not well socialized, so the community asked for land compensation.

Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa, Lahan Kelapa Sawit, Hutan Produksi

  1. S2-2025-495620-abstract.pdf  
  2. S2-2025-495620-bibliography.pdf  
  3. S2-2025-495620-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2025-495620-title.pdf