Anak Muda dan Parlemen: Melihat Negosiasi Politik dan Patron-Klien Politik Anak Muda di DPRD Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta
Dianrafi Alphatio Wijaya, Dr. Ratnawati, S.U.
2025 | Tesis | S2 Ilmu Politik
ABSTRAK
Anak muda telah menjadi bagian penting dalam perpolitikan bangsa Indonesia ditunjukkan dengan peran mereka dalam momen-momen penting seperti berdirinya Budi Utomo, sumpah pemuda, perjuangan kemerdekaan, dan pergantian rezim hingga reformasi. Peran mereka dalam politik khususnya parlemen juga terlihat dengan tingginya calon legislatif muda yang berkontestasi dan terpilih di Pileg tahun 2019 dan 2024.
Kecenderungan penelitian tentang anak muda dan parlemen selama ini lebih banyak menempatkan anak muda sebagai pemilih pemula dan menempatkan mereka sebagai kekuatan politik di luar parlemen. Belum banyak penelitian yang membahas tentang dinamika yang dihadapi oleh anak muda di parlemen sehingga penelitian ini bertujuan untuk membahas lebih dalam tentang bagaimana negosiasi politik dan patronase-klientelisme yang dilakukan anak muda selama menjadi anggota DPRD muda di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan data akhir berbentuk deskripsi berbasis pada data yang didapatkan dari penelitian. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan melalui wawancara dan data sekunder didapat dari data hasil riset sebelumnya, media sosial, media massa dan elektronik, dan lainnya yang terdokumentasikan dengan baik. Demi mendapatkan analisis yang komprehensif, kerangka teori yang digunakan adalah teori elit dan kekuasaan dari Pareto (1935) dan Mosca (1939), negosiasi politik dari Lewicki (2012), dan patron-klien dari Scott (1972).
Temuan penelitian ini menunjukkan beberapa hal; pertama, seluruh anak muda di DPRD Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta memiliki hubungan dengan elit politik karena hubungan kekeluargaan, jejaring dan akses, atau keunggulan finansial yang dimiliki. Kedua, seluruh anak muda melakukan negosiasi politik karena ingin mendapatkan keuntungan berupa kepentingan mereka bisa diakomodir di dalam kebijakan. Ketiga, negosiasi politik yang dilakukan anak muda di parlemen terbagi menjadi dua tipe yakni negosiasi integratif karena merasa lebih baik bekerja sama untuk mendapatkan keuntungan masing-masing dan negosiasi distributif karena jumlah sumber daya yang diperebutkan terbatas sehingga perlu berkompetisi. Keempat, seluruh anak muda melakukan praktik patronase-klientelisme karena ingin mendapatkan dukungan dari masyarakat sehingga diharapkan bisa memilih mereka kembali di Pemilu. Cara yang mereka lakukan adalah dengan mendistribusikan program pemerintah (pork barrel projects), membiayai acara masyarakat (services and activities), dan memberikan barang-barang kepada kelompok sosial (club goods). Penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya yang terkait dengan anak muda dan parlemen di Indonesia.
ABSTRACT
Young people have become an important part of Indonesian politics as shown by their role in important moments such as the establishment of Budi Utomo, the youth pledge, the struggle for independence, and the change of regime to reform. Their role in politics, especially parliament, is also seen in the high number of young legislative candidates who competed and were elected in the 2019 and 2024 legislative elections.
The tendency of research on young people and parliament so far has been to place young people as first-time voters and place them as a political force outside parliament. There has not been much research that discusses the dynamics faced by young people in parliament, so this study aims to discuss in more depth how political negotiations and patronage-clientelism are carried out by young people while becoming young DPRD members in Sleman Regency and Yogyakarta City.
The research was conducted using a qualitative method with a case study approach. This approach allows researchers to obtain final data in the form of descriptions based on data obtained from the research. The types of data used are primary data obtained through interviews and secondary data obtained from data from previous research, social media, mass and electronic media, and others that are well documented. In order to obtain a comprehensive analysis, the theoretical framework used is the theory of elites and power from Pareto (1935) and Mosca (1939), political negotiation from Lewicki (2012), and patron-client from Scott (1972).
The findings of this study indicate several things; first, all young people in the DPRD of Sleman Regency and Yogyakarta City have relationships with political elites because of family relationships, networks and access, or financial advantages they have. Second, all young people conduct political negotiations because they want to gain benefits in the form of their interests being accommodated in policies. Third, political negotiations carried out by young people in parliament are divided into two types, namely integrative negotiations because they feel it is better to work together to gain their respective benefits and distributive negotiations because the amount of resources being contested is limited so they need to compete. Fourth, all young people practice patronage-clientelism because they want to gain support from the community so that they are expected to be able to re-elect them in the General Election. The way they do this is by distributing government programs (pork barrel projects), financing community events (services and activities), and providing goods to social groups (club goods). This study complements previous research related to young people and parliament in Indonesia.
Kata Kunci : Anak Muda, Parlemen, Negosiasi Politik, Patronase-Klientelisme