Laporkan Masalah

Estimasi Tinggi Muka Air di Lahan Gambut dengan Pendekatan Multi-Data (Studi Kasus: KHG Sungai Kahayan - Sungai Sebangau)

Pungky Susilo Rachmawati, Dr. Ir. Bambang Kun Cahyono, S.T., M.Sc., IPU.

2025 | Tesis | S2 Teknik Geomatika

Pembukaan lahan gambut dan drainase yang berlebihan menyebabkan lahan gambut menjadi cepat kering dan terdegradasi. Dalam kondisi kering, material organik yang terdapat pada gambut menjadi mudah terbakar sehingga meningkatkan risiko kebakaran lahan. Oleh karena itu, pemantauan tingkat kebasahan lahan melalui tinggi muka air menjadi penting untuk dilakukan. Namun, stasiun pemantau tinggi muka air yang tersedia saat ini umumnya hanya terpasang pada beberapa lokasi yang dirasa kurang merepresentasikan keseluruhan kawasan lahan gambut. Teknologi penginderaan jauh yang mampu melakukan pengamatan dalam cakupan spasial yang luas dan berulang dapat digunakan untuk mengestimasi tinggi muka air di lahan gambut. Lebih lanjut, penambahan data terkait proses hidrologi dapat meningkatkan potensi untuk memperoleh model estimasi yang lebih akurat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi tinggi muka air di lahan gambut menggunakan pendekatan multi-data.

Penelitian ini menggunakan data dari citra optik, SAR C-band, data curah hujan, data topografi, dan data tambahan lain untuk membangun model estimasi tinggi muka air. Pembangunan model estimasi tinggi muka air diterapkan melalui pembelajaran mesin berbasis algoritma XGBoost yang dioptimalkan menggunakan prosedur seleksi variabel Recursive Feature Elimination (RFE) dan pengoptimalan hyperparameter. Pengaruh masing-masing variabel dalam model diidentifikasi menggunakan variable importance berbasis algoritma XGBoost. Evaluasi akurasi model diterapkan dengan menggunakan matriks evaluasi yang terdiri dari MAE, RMSE, dan koefisien determinasi (R2). Model dengan RMSE dan MAE terendah serta R2 tertinggi selanjutnya digunakan untuk mengestimasi tinggi muka air di seluruh kawasan lahan gambut.

Hasil identifikasi pengaruh masing-masing variabel menunjukkan bahwa data curah hujan berperan sebagai variabel paling penting dalam model estimasi tinggi muka air. Di samping itu, data optik secara umum memiliki pengaruh yang lebih tinggi daripada SAR C-band, dengan pengaruh data topografi yang bervariasi berada di antara keduanya. Evaluasi terhadap akurasi model menunjukkan bahwa penggunaan variabel multi-data mampu meningkatkan akurasi (MAE 19,38 cm, RMSE 23,89 cm, R2 0,65) daripada hanya menggunakan data optik saja (MAE 34,72 cm, RMSE 40,41 cm, R2 -0,01) dan data SAR C-band saja (MAE 33,30 cm, RMSE 41,87 cm, R2 -0,07). Lebih lanjut, hasil estimasi tinggi muka air dapat digunakan untuk memantau kondisi kebasahan lahan gambut baik secara spasial maupun temporal. Informasi ini berguna untuk menentukan area mana yang berisiko mengalami kebakaran lahan sehingga dapat diprioritaskan dalam upaya mitigasi bencana kebakaran.

Peatland clearing and excessive drainage cause peatlands to dry out quickly and degrade. Dry conditions make organic material in peat flammable, increasing the risk of land fires. Therefore, it is important to monitor level of wetness through the groundwater level in peatlands. However, currently available groundwater level monitoring stations are generally located at a few sites. These sites are considered to be less representative of the entire peatland area. Remote sensing techniques that can make repeated observations over large areas can be used to estimate peatland groundwater levels. In addition, the potential for obtaining more accurate estimation models can be increased by adding data on hydrological process. Therefore, this study aims to estimate groundwater level in tropical peatlands using a multi-data approach.

This study uses data from optical imagery, C-band SAR, precipitation, topographic data, and other ancillary to build a regression-based estimation model. The model was developed using optimized machine learning through RFE variable selection and hyperparameter optimization. The importance of each variable in the model was determined based on the XGBoost algorithm. To determine the accuracy of the model, an evaluation procedure was applied by calculating the evaluation metrics, which consisted of MAE, RMSE, and the coefficient determination (R2). The model with the lowest RMSE, the lowest MAE, and the highest R2 was then used to estimate the groundwater levels in peatland areas.

The results of identifying the influence of each variable showed that precipitation was the most important variable in the model. In addition, optical data generally had higher influence than C-band SAR, with the influence of topographic data varying between the two. Evaluation of model accuracy showed that the use of multi-data variable improved accuracy (MAE 19,38 cm, RMSE 23,89 cm, R2 0,65) compared to optical data (MAE 34,72 cm, RMSE 40,41 cm R2 -0,01) and C-band SAR (MAE 33,30 cm, RMSE 41,87 cm, R2 -0,07). Furthermore, the results of this study can be used to monitor the level of peatland wetness both spatially and temporally. This information is useful in determining which areas are at risk of land fires, so that they can be prioritized for risk reduction.

Kata Kunci : lahan gambut, hidrologi, multi-data, penginderaan jauh, tinggi muka air

  1. S2-2025-500284-abstract.pdf  
  2. S2-2025-500284-bibliography.pdf  
  3. S2-2025-500284-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2025-500284-title.pdf