Laporkan Masalah

MODEL KONSEPTUAL PERANCANGAN PERMUKIMAN HIBRID PADA PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSIT-ORIENTED DEVELOPMENT STASIUN KERETA API (Studi Kasus: Stasiun Jatinegara)

Tri Endangsih, Dr. Ir. Arif Kusumawanto, M.T., IAI., IPU

2025 | Disertasi | S3 Teknik Arsitektur

Dalam konteks perubahan iklim dan urbanisasi, optimalisasi permukiman hibrid menjadi penting. Hal ini untuk mendukung pencapaian Tujuan SDGs Point 11, yaitu memastikan kota dan pemukiman inklusif, aman, tahan bencana, tercapainya perumahan yang layak dan berkelanjutan. Tujuan 11 mencakup peningkatan akses terhadap transportasi umum, perumahan terjangkau, dan pengelolaan limbah. Strategi permukiman hibrid adalah pendekatan inovatif yang mengintegrasikan berbagai elemen perancangan untuk mencapai Tujuan SDGs 11. Permukiman hibrid menggabungkan fungsi residensial, komersial, dan publik dalam satu kawasan. Penggabungan fungsi tersebut bertujuan menciptakan lingkungan yang dinamis dan beragam, serta meningkatkan interaksi sosial antar penghuninya.

Urgensi dalam penelitian ini adalah pentingnya mewujudkan pengembangan ruang kota yang inovatif di kawasan kepadatan tinggi untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan perkotaan. Hibriditas dalam konteks tata kota, menghubungkan antara orang dan aktivitas pada titik-titik lebih dari satu kawasan yang memiliki intensitas pergerakan tinggi melalui penegasan jalur dan menghubungkan kawasan-kawasan untuk menciptakan suatu ruang kota yang memiliki kompleksitas yang hibrid/ terpadu. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model konseptual perancangan permukiman hibrid pada pengembangan kawasan Transit-Oriented Development stasiun Jatinegara.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif  dalam tiga tahapan, yaitu pertama mengkaji prinsip arsitektur hibrid; kedua, mengkaji kondisi empirik kawasan stasiun Jatinegara dan arsitektur preseden; dan ketiga, membangun model konseptual yang dapat menjembatani teori dengan kondisi empirik. Pada tahap pertama mengkaji prinsip arsitektur hibrid, tahap kedua digunakan metode deduktif kualitatif  untuk menganalisa arsitektur preseden disertai verifikasi adaptasi dari penerapan prinsip dari preseden ke permukiman hibrid pada konteks TOD,  dan pada tahap ketiga digunakan untuk konstruksi model. Model konseptual perancangan permukiman hibrid pada tahap pertama melakukan input karakter fisik kawasan dan karakter fisik bangunan.  Pada tahap kedua proses asesmen (evaluasi) dengan indikator prinsip hibrid dan kualitas hibrid. Stelah itu pada tahap akhir berupa output (keputusan) yaitu faktor-faktor pembentuk permukiman hibrid. Faktor-faktor pembentuk permukiman hibrid ini terdiri dari integrasi elemen bangunan, elemen lingkungan binaan, dan elemen kota.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat hibriditas kawasan pada kategori sedang, hal tersebut karena pada aspek programatic hybrid,  kurang beragamnya fungsi  menyebabkan  tidak terjadinya interaksi fungsi, sehingga intensitas penggunaan rendah. Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap hibriditas kawasan stasiun Jatinegara secara dominan adalah programmatic hybrid (keragaman fungsi dan aktivitas, intensitas penggunaan ruang, interaksi fungsi, dan skala fungsi dan aktivitas). Sedangkan pada aspek operational hybrid dan spatial hybrid merupakan aspek yang kurang dominan, oleh karena itu perlu strategi untuk pengoptimalkan integrasi stasiun Jatinegara melalui strategi peningkatan keragaman program; menempatkan zona komersial pada zona inti, pembangunan hunian terjangkau dan berimbang, dan menyediakan ruang interaksi sosial (programmatic hybrid); mempersatukan antar fungsi melalui manajemen inklusif mengatur waktu operasional dan keberagaman aktivitas yang akan menimbulkan daya tarik pengunjung dan menambah jam operasional (Operasional Hybrid); dan memusatkan aktivitas di sekitar simpul transit, permeabel dengan menghubungkan seluruh jaringan jalan dan pedestrian sehingga aksesibilitasnya tinggi, dan ruang publik dengan luas minimal 20?ri total luas area (spatial hybrid).

 


In the context of climate change and urbanization, optimizing hybrid settlements is important. This is to support the achievement of SDGs Point 11, namely ensuring inclusive, safe, disaster-resilient cities and settlements, achieving adequate and sustainable housing. Goal 11 includes increasing access to public transportation, affordable housing, and waste management. Hybrid settlement strategy is an innovative approach that integrates various design elements to achieve SDGs Goal 11. Hybrid settlements combine residential, commercial, and public functions in one area. The combination of these functions aims to create a dynamic and diverse environment, and increase social interaction between residents.

The urgency in this study is the importance of realizing innovative urban space development in high-density areas to optimize urban land use. Hybridity in the context of urban planning, connects people and activities at points in more than one area that has high movement intensity through affirming paths and connecting areas to create an urban space that has hybrid/integrated complexity. This study aims to build a conceptual model of hybrid settlement design in the development of the Jatinegara station Transit-Oriented Development area.

The research method used is a qualitative method in three stages, namely the first is to examine the principles of hybrid architecture; second, to examine the empirical conditions of the Jatinegara station area and precedent architecture; and third, to build a conceptual model that can bridge theory with empirical conditions. In the first stage, the principles of hybrid architecture are examined, the second stage uses a qualitative deductive method to analyze precedent architecture accompanied by verification of the adaptation of the application of the principles of precedent to hybrid settlements in the TOD context, and in the third stage it is used for model construction. The conceptual model of hybrid settlement design in the first stage inputs the physical characteristics of the area and the physical characteristics of the building. In the second stage, the assessment process (evaluation) with indicators of hybrid principles and hybrid quality. After that, in the final stage, the output (decision) is the factors that form hybrid settlements. The factors that form this hybrid settlement consist of the integration of building elements, built environment elements, and city elements.

The results of the study showed that the level of hybridity of the area is in the moderate category, this is because in the programmatic hybrid aspect, the lack of diverse functions causes no interaction of functions, so that the intensity of use is low. The aspects that influence the hybridity of the Jatinegara station area are predominantly programmatic hybrid (diversity of functions and activities, intensity of space use, interaction of functions, and scale of functions and activities). Meanwhile, in the operational hybrid and spatial hybrid aspects, these are less dominant aspects, therefore a strategy is needed to optimize the integration of Jatinegara station through a strategy of increasing program diversity; placing commercial zones in the core zone, building affordable and balanced housing, and providing social interaction space (programmatic hybrid); uniting between functions through inclusive management, regulating operational times and diversity of activities that will attract visitors and increase operational hours (Operational Hybrid); and concentrating activities around transit nodes, permeable by connecting the entire road and pedestrian network so that accessibility is high, and public space with an area of ??at least 20% of the total area (spatial hybrid).

 


Kata Kunci : Kata kunci: model konseptual perancangan; permukiman hibrid, kawasan TOD

  1. S3-2025-422653-abstract.pdf  
  2. S3-2025-422653-bibliography.pdf  
  3. S3-2025-422653-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2025-422653-title.pdf