Adiksi Minuman Berpemanis Gula (MBG): Peran Pengetahuan, Toleransi Risiko, dan Regulasi Diri
Yasmin Nida Firdausi, Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D.
2025 | Skripsi | PSIKOLOGI
Konsumsi Minuman Berpemanis Gula (MBG) meningkat secara tajam pada taraf global maupun lokal. Namun, peningkatan tersebut menyebabkan isu kesehatan yang berbahaya seperti penyakit tidak menular (PTM), salah satunya diabetes melitus tipe 2. Berbasis model prediksi perilaku kesehatan HAPA, pengetahuan, toleransi risiko, dan regulasi diri merupakan variabel utama yang penting untuk diujikan. Mengingat terdapat diskursus terkait model prediksi kontinum dengan tahap (stage) terkait pemanfaatannya dalam kebijakan yang paling efektif, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran ketiga variabel tersebut dalam memprediksi adiksi MBG secara simultan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan survei daring melalui media sosial kepada 337 partisipan, baik pria maupun wanita, yang berusia 20-30 tahun dan mengkonsumsi MBG dalam 6 bulan terakhir dan tidak pernah atau sedang memiliki diabetes tipe 2 di Indonesia. Hasil analisis menggunakan Jamovi dengan uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa pengetahuan terkait MBG, toleransi risiko, dan regulasi diri memiliki pengaruh signifikan terhadap adiksi MBG (R2 = 0.078), dengan regulasi diri sebagai faktor yang paling signifikan dalam peningkatan ketergantungan MBG.
The consumption of Sugar-Sweetened Beverages (SSB) has sharply increased both globally and locally. However, this rise has led to harmful health issues, such as non-communicable diseases (NCDs), one of which is type 2 diabetes mellitus. Based on the HAPA health behavior prediction model, knowledge, risk tolerance, and self-regulation are the main variables that are important to test. Given the discourse surrounding the continuum prediction model with stages related to its application in the most effective policies, this study aims to identify the roles of these three variables in simultaneously predicting SSB addiction. This research uses a quantitative approach by distributing an online survey via social media to 337 participants, both male and female, aged 20-30 years, who have consumed SSB in the past six months and have never had or are currently not diagnosed with type 2 diabetes in Indonesia. The analysis using Jamovi with multiple linear regression tests shows that knowledge about SSB, risk tolerance, and self-regulation significantly influence SSB addiction (R2 = 0.078), with self-regulation being the most significant factor in increasing SSB dependence.
Kata Kunci : Minuman Berpemanis Gula (MBG), HAPA, Pengetahuan tentang MBG, Toleransi Risiko, Regulasi Diri, Adiksi MBG