Pemetaan Tingkat Kekritisan Daerah Resapan Air di Desa Tawangmangu dan Sekitarnya, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process
VIGGO ANDYGA RANJANA, Dr.Eng. Ir. Wawan Budianta, S.T., M.Sc., IPM.; Agus Hendratno, S.T., M.T.
2025 | Skripsi | TEKNIK GEOLOGI
Desa
Tawangmangu yang terletak pada lereng sebelah barat Gunung Lawu memiliki banyak
destinasi wisata yang cukup populer. Desa ini terletak di Kecamatan
Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah dengan kondisi geologi
yang terdiri dari morfologi perbukitan dengan lereng terjal yang memiliki
batuan penyusun berupa endapan vulkanik muda. Tingginya daya tarik wisata ini
menyebabkan fasilitas penunjang pariwisata mengalami penambahan dari tahun ke
tahun. Hal ini berdampak terhadap perubahan tata guna lahan yang dapat
mengganggu fungsi daerah resapan air. Dari permasalahan tersebut, dilakukan
penelitian terhadap kondisi kekritisan daerah resapan air di Desa Tawangmangu
dan sekitarnya agar menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk menyusun
kebijakan. Penelitian ini menggunakan data primer berupa pemetaan laju
infiltrasi tanah, litologi, dan ketebalan tanah, serta data sekunder berupa
tata guna lahan, dan kemiringan lereng yang kemudian dilakukan verifikasi di
lapangan. Data-data tersebut dianalisis menggunakan metode AHP (Analytical
Hierarchy Process) dengan membuat matriks perbandingan berpasangan pada
setiap parameter dan subparameter, yang kemudian dilakukan overlay. Laju
infiltrasi tanah yang tinggi akan menyebabkan air lebih mudah meresap ke dalam
tanah. Perubahan tata guna lahan yang mulanya memiliki vegetasi yang tinggi
kemudian beralih fungsi menjadi ladang, pemukiman, atau sawah memiliki tingkat
resapan yang lebih rendah. Kemiringan lereng yang tinggi akan meningkatkan
potensi adanya air limpasan. Ketebalan tanah yang semakin tebal akan
meningkatkan jumlah volume air yang terinfiltrasi. Litologi breksi andesit
dengan matriks berupa pasir gunungapi sedikit lebih baik untuk meloloskan air
daripada litologi berupa andesit. Daerah penelitian terbagi atas enam zona
tingkat kekritisan daerah resapan air, yaitu zona baik (2,4%), zona normal
alami (23,5), zona mulai kritis (32,6%), zona agak kritis (29,7), zona kritis
(24,2%), zona sangat kritis (0,7%).
Tawangmangu
village located on the western slope of Mount Lawu, has many popular tourist
destinations. The village is located in Tawangmangu District, Karanganyar
Regency, Central Java Province with geological conditions consisting of hilly
morphology with steep slopes that have constituent rocks in the form of young
volcanic deposits. The high tourist attraction causes tourism support
facilities to increase from year to year. This has an impact on land use
changes that can interfere with the function of water infiltration areas. From
these problems, research was conducted on the condition of the criticality of
water infiltration areas in Tawangmangu Village and its surroundings in order
to be taken into consideration by the government to formulate policies. This
research used primary data in the form of mapping soil infiltration rate,
lithology, and soil thickness, as well as secondary data in the form of land
use, and slope which was then verified in the field. The data were analyzed
using the AHP (Analytical Hierarchy Process) method by creating a pairwise
comparison matrix on each parameter and subparameter, which was then overlaid.
A high soil infiltration rate will cause water to seep more easily into the
soil. Land use changes that initially have high vegetation then change
functions to fields, settlements, or rice fields have lower infiltration rates.
A high slope will increase the potential for runoff water. Thicker soil
thickness will increase the volume of infiltrated water. Andesite breccia lithology
with a matrix of volcanic sand is slightly better for water infiltration than
andesite lithology. The study area is divided into six zones of water infiltration
area criticality, namely the fine zone (2.4%), natural normal zone (23.5),
critical zone (32.6%), moderately critical zone (29.7), critical zone (24.2%),
very critical zone (0.7%).
Kata Kunci : tingkat kekritisan daerah resapan air, Analytical Hierarchy Process (AHP)