Laporkan Masalah

"Mulanira": Peran Pengetahuan Lokal untuk Menjaga Alam (Studi Etnografi Gerakan Komunitas Resan Gunungkidul dalam Melestarikan Sumber Mata Air di Kawasan Karst Gunungkidul)

SITI PUJI ASIH, Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M. A.

2025 | Skripsi | ANTROPOLOGI BUDAYA

Gunungkidul merupakan kabupaten terluas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten terluas ini seringkali mendapat stigma kekeringan dan tandus. Tentu pemerintah sudah berupaya melaksanakan kebijakan dan program-programnya sebagai jalan keluar dari masalah kekurangan air. Namun, rupayanya upaya tersebut belum bisa menjadi jalan keluar lantaran program-program yang dibawa pemerintah seringkali tidak mengikutsertakan warga setempat dan mengesampingkan pengetahuan lokal yan ada pada suatu tempat. Hal tersebut menjadi latar belakang lahirnya Komunitas Resan Gunungkidul yang berfokus pada konservasi sumber air lokal. Komunitas ini sering disebut komunitas berbasis masyarakat dengan pendekatan kebudayaan. Dalam prosesnya, mereka berupaya menghidupkan kembali pengetahuan lokal atau "mulanira" yang mulai ditinggalkan oleh masyarakat Gunungkidul secara luas. Maka dari itu, penelitian ini mempertanyakan bagaimana Komunitas Resan Gunungkidul menganggap pengetahuan lokal tersebut efektif digunakan saat ini sehingga mereka berinisiatif meluangkan waktu dan energi untuk melakukan gerakan tersebut? Penelitian ini menggunakan metodologi etnografi dengan metode kualitatif yaitu observasi partisipan, wawancara, dan studi literatur. Periode penelitian ini secara resmi dilaksanakan antara bulan Januari-Agustus tahun 2024. Temuan dari penelitian ini adalah pengetahuan lokal yang disebut "mulanira" adalah alternatif yang dapat dilakukan untuk menghadapi permasalahan lingkungan di Gunungkidul saat ini, karena karakteristik karst yang istimewa dan teknologi yang belum mumpuni untuk masalah kekurangan air di Gunungkidul.

Gunungkidul is the largest district in the Special Region of Yogyakarta Province. This largest district is often stigmatized as dry and barren. Of course, the government has tried to implement its policies and programs as a way out of the problem of water shortages. However, it seems that these efforts have not been able to be a way out because the programs brought by the government often do not involve local residents and ignore local knowledge in a place. This is the background to the birth of the Gunungkidul Resan Community which focuses on the conservation of local water sources. This community is often called a community-based community with a cultural approach. In the process, they try to revive local knowledge or "mulanira" which has begun to be abandoned by the Gunungkidul community widely. Therefore, this study questions how the Gunungkidul Resan Community considers local knowledge to be effective to use today so that they take the initiative to spend time and energy to carry out the movement? This study uses ethnographic methodology with qualitative methods, namely participant observation, interviews, and literature studies. The research period was officially carried out between January-August 2024. The findings of this study are that local knowledge, also known as "mulanira", is an alternative that can be done to deal with environmental problems in Gunungkidul today, due to the special characteristics of karst and technology that is not yet adequate for the problem of water shortages in Gunungkidul.

Kata Kunci : pengetahuan lokal, komunitas resan gunungkidul, konservasi sumber air

  1. S1-2025-455917-abstract.pdf  
  2. S1-2025-455917-bibliography.pdf  
  3. S1-2025-455917-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2025-455917-title.pdf