Pengadopsian Pengaturan Tentang Pemulihan Paten Yang Dihapus Akibat Tidak Membayar Biaya Tahunan

Ribkha Yuniarti Widjaya, Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D.

2024 | Tesis | S2 Magister Hukum

Penelitian ini menggunakan metode normatif empiris dengan pendekatan perbandingan hukum terhadap negara-negara yang telah mengatur mekanisme pemulihan Paten dalam sistem hukumnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, baik yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa dari data penghapusan Paten oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual hampir sebagian besar faktor penghapusan Paten diakibatkan oleh kegagalan dalam membayar biaya tahunan, sangat disayangkan inventor yang telah bersusah payah meluangkan tenaga, waktu dan pikiran untuk menciptakan sebuah invensi akan hilang hak nya hanya karena keadaan di luar dari kehendak inventor tersebut. Mengingat hak eksklusif yang diberikan selama 20 tahun sebagaimana yang diatur dalam TRIPs Agreement Pasal 33 seharusnya perlu dimaksimalkan pelindungan bagi para inventor atau peneliti. Selain itu pada pengaturan Convention Paris Pasal 5 bis 2 memberikan hak kepada negara-negara Uni untuk mengatur pemulihan Paten yang telah kadaluwarsa karena tidak membayar biaya. Pada negara-negara maju seperti negara Singapura, Amerika Serikat, Jepang dan Kanada, keempat negara tersebut mengatur pemulihan Paten dengan mekanisme dan persyaratan yang ditetapkan masing-masing negara. Penelitian ini merekomendasikan kepada Indonesia untuk segera menerapkan pengaturan pemulihan Paten sebagai bagian dari reformasi sistem kekayaan intelektual untuk meningkatkan pelindungan kekayaan intelektual, mendorong inovasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

This research is undertaken to analyze the adoption of an arrangement for the recovery of Patents that are expunged due to non-payment of annual fees, as well as to reveal the relevance of the mechanism in the intellectual property legal system in Indonesia. Patent abolition due to administratif failure or negligence can be detrimental to Patent holders, especially for inventors who are in good faith but face administratif or financial constraints. On the other hand, this condition also affects the potential income of non-tax state revenue from the annual fee.

 This research uses a normative empirical method with a comparative legal approach to countries that have regulated Patent recovery mechanisms in their legal systems. The data that used in this research resulted from primary, secondary, and terrier legal data

The results of the study show that from the data on Patent deletion by the Directorate General of Intellectual Property, most of the Patent deletion factors are caused by failure to pay annual fees, it is unfortunate that inventors who have taken the trouble to spend energy, time and thought to create an invention will lose their rights only because of circumstances outside the will of the inventor. Given the exclusive rights granted for 20 years as stipulated in TRIPs Agreement article 33, it should be maximized protection for inventors or researchers. In addition, the Paris Convention Article 5 bis 2 gives the Union countries the right to regulate the recovery of Patents that have expired due to non-payment of fees. From developed countries such as Singapura, America, Japan and Canada, the four countries regulate Patent recovery with mechanisms and requirements set by each country. This research recommends to Indonesia to immediately implement Patent reinstatement arrangements as part of the intellectual property system reform to enhance intellectual property protection, encourage innovation and support economic growth.

Kata Kunci : Pemulihan Paten. Biaya Tahunan, Kekayaan Intelektual, TRIPs Agreement, Convention Paris, DJKI, Pendapatan Negara.