Indonesia Deepfake Non-Consensual Intimate Imagery Laws: Lessons in Improving Legal Protection in Six States
Maulana Hafiz Ardiansyah, Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M., Ph.D.
2025 | Skripsi | ILMU HUKUM
This study aims to assess the legal frameworks addressing deepfake non-consensual intimate imagery (NCII) in six jurisdictions: South Korea, China, the United Kingdom, the United States, Australia, and Indonesia. Utilizing a normative legal research approach combined with statutory comparisons, this research evaluates the strengths and weaknesses of existing laws across these diverse legal systems. The analysis focuses on four key aspects: 1) criminalization of deepfake NCII, 2) platform accountability and regulatory oversight, 3) victim remedies, and 4) sanctions and penalties for offenders. Findings indicate that Indonesia's legal system lacks specific provisions addressing deepfake NCII, in contrast to the comprehensive measures implemented by the selected countries, which include significant penalties and civil recourse for victims. Recommendations for Indonesia include adopting explicit criminal provisions, enhancing civil remedies for victims, and establishing robust regulatory frameworks to ensure platform accountability. The urgency for the Indonesian government to reform its legal framework is underscored by the rapid evolution of deepfake technology and its potential harms to individual rights and societal norms.
Studi ini bertujuan untuk menilai kerangka hukum yang mengatur citra intim non- konsensual yang dihasilkan oleh deepfake (NCII) di enam yurisdiksi: Korea Selatan, China, Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia. Menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif yang dipadukan dengan perbandingan peraturan, penelitian ini mengevaluasi kekuatan dan kelemahan undang-undang yang ada di berbagai sistem hukum ini. Analisis ini berfokus pada empat aspek kunci: 1) kriminalisasi NCII deepfake, 2) akuntabilitas platform dan pengawasan regulasi, 3) pemulihan bagi korban, dan 4) sanksi dan hukuman bagi pelanggar. Temuan menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia kurang memiliki ketentuan spesifik yang mengatur NCII deepfake, berbeda dengan langkah-langkah komprehensif yang diterapkan oleh negara-negara terpilih, yang mencakup sanksi signifikan dan jalur hukum bagi korban. Rekomendasi untuk Indonesia mencakup adopsi ketentuan kriminal yang eksplisit, peningkatan pemulihan hukum bagi korban, dan pembentukan kerangka regulasi yang kuat untuk memastikan akuntabilitas platform. Urgensi bagi pemerintah Indonesia untuk mereformasi kerangka hukumnya ditekankan oleh evolusi cepat teknologi deepfake dan potensi bahaya terhadap hak individu serta norma-norma masyarakat.
Kata Kunci : Deepfake, Non-Consensual Intimate Imagery, Legal Frameworks, Criminalization, Victim Remedies