Laporkan Masalah

Rezim Pendisiplinan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman: Membentuk dan Mendisiplinkan Narapidana menjadi Warga Negara yang Baik

ANDINI FARASUKMA, Joash Elisha Stephen Tapiheru, S.I.P., M.A., Ph. D.

2024 | Skripsi | ILMU PEMERINTAHAN

Penelitian ini mengkaji tentang praktik bekerjanya rezim pendisiplinan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman dalam membentuk dan mendisiplinkan narapidana menjadi warga negara yang baik. Penelitian ini juga menganalisis transgresi yang terjadi dalam bekerjanya rezim pendisiplinan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman sebagai elemen pelengkap dan pendukung analisis terkait pembentukan dan pendisiplinan narapidana. Penelitian ini menggunakan konsep kekuasaan Michel Foucault, panoptisme, pendisiplinan tubuh, dan transgresi. Penelitian ini menggunakan pendekatan strategi analisis diskursus melalui pendekatan analisis teknologi mandiri (self-technology analysis) untuk menganalisis relasi kuasa yang beroperasi dengan memanfaatkan teknologi dalam mentransformasi diri individu. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti melalui wawancara mendalam dengan petugas pemasyarakatan, narapidana, dan mantan narapidana yang pernah menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman. Selain itu, peneliti melakukan observasi terhadap pelaksanaan pengawasan, pendisiplinan, dan pembinaan narapidana. 

Penelitian ini didapatkan hasil, pertama pembentukan dan pendisiplinan narapidana dilakukan melalui tiga instrumen, yaitu pengawasan hierarkis, normalisasi, dan pemeriksaan. Pengawasan hierarkis dilakukan melalui mekanisme panoptisme, pendistribusian ruang, kontrol aktivitas, wali pemasyarakatan, laporan perkembangan pembinaan warga binaan pemasyarakatan, dan sidang tim pengamat pemasyarakatan. Normalisasi dilakukan melalui pemberlakuan penghukuman dan pengganjaran kepada narapidana. Pemeriksaan dilaksanakan dengan ujian mapenaling dan ujian pembinaan kerohanian Islam. Kedua, normalisasi dalam konteks pendisiplinan selalu memunculkan transgresi. Transgresi berupa tindakan yang melampaui batas yang telah ditentukan berupa aturan. Pendisiplinan tidak berjalan secara total yang akan menghadirkan lubang berupa pelanggaran yang ditoleransi oleh petugas pemasyarakatan. Transgresi yang ditoleransi sebagai bentuk adaptasi fleksibel dari rezim pendisiplinan yang memungkinkan kontrol yang lebih luas dalam mengelola dan mengatur kehidupan narapidana. Rezim pendisiplinan membiarkan pelanggaran kecil sebagai bentuk manajemen risiko dalam menjaga stabilitas lembaga pemasyarakatan sehingga memungkinkan proses pembinaan dan rehabilitasi berjalan efektif serta memudahkan pengawasan dan pengendalian narapidana. Hal ini memperlihatkan bahwa lembaga pemasyarakatan cenderung menggunakan kontrol yang lebih halus dan memastikan narapidana tetap patuh pada jangka panjang. Ketiga, transformasi narapidana dilakukan dengan mengenalkan tanggung jawab dan menjalankan tanggung jawab tersebut, serta melakukan pembinaan kepribadian dan kemandirian untuk mencapai tujuan kehidupan.

This research examines the practice of the disciplinary regime in Class IIB Sleman Penitentiary in shaping and disciplining prisoners to become good citizens. This research also analyzes the transgression that occurs in the working of the disciplinary regime in Class IIB Sleman Penitentiary as a complementary and supporting element of the analysis related to the formation and discipline of prisoners. This research uses Michel Foucault's concept of power, panopticism, body discipline, and transgression. This research uses a discourse analysis strategy approach through a self-technology analysis approach to analyze power relations that operate by utilising technology in transforming individuals self. Data collection was conducted by researchers through in-depth interviews with correctional officers, prisoners, and former prisoners who had undergone coaching at Class IIB Sleman Penitentiary. In addition, researchers observed the implementation of supervision, discipline, and coaching of prisoners. 

This research obtained the results, first, the formation and discipline of prisoners are carried out through three instruments, namely hierarchical observation, normalization, and examination. Hierarchical observation is carried out through the mechanisms of panopticism, space distribution, activity control, correctional guardians, progress reports on the development of correctional prisoners, and correctional observer team meetings. Normalization is carried out through the implementation of punishment and rewards for prisoners. Examination are carried out with a mapenaling exams and Islamic spiritual guidance exams. Second, normalization in the context of discipline always leads to transgression. Transgression is in the form of actions that exceed the limits that have been determined in the form of rules. Discipline does not run totally which will present holes in the form of violations tolerated by correctional officers. Transgression that is tolerated as a form of flexible adaptation of the disciplinary regime that allows for broader control in managing and regulating the lives of prisoners. The disciplinary regime allows minor violations as a form of risk management in maintaining the stability of correctional institutions so that the process of coaching and rehabilitation can run effectively and facilitate supervision and control of prisoners. This shows that correctional institutions tend to use more subtle controls and ensure that prisoners remain obedient in the long term. Third, the transformation of prisoners is carried out by introducing responsibility and carrying out these responsibilities, as well as fostering personality and independence development to achieve life goals.

Kata Kunci : lembaga pemasyarakatan, kekuasaan, pendisiplinan, teknologi mandiri, transgresi

  1. S1-2024-455869-abstract.pdf  
  2. S1-2024-455869-bibliography.pdf  
  3. S1-2024-455869-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2024-455869-title.pdf