Pengaruh Arsitektur dengan Pola Kolinear untuk Menciptakan Pengalaman yang Restoratif
Abdul Razzak, Syam Rachma Marcillia, S.T., M.Eng., Ph.D.
2024 | Tesis | S2 Teknik Arsitektur
Manusia membutuhkan ruang
restoratif, yaitu ruang yang mampu memulihkan kelelahan mental akibat rutinitas
sehari-hari. Melalui stimulasi visual, pengalaman spasial dengan elemen
arsitektur kolinear dinilai dapat menarik perhatian dan memiliki potensi restoratif.
Penelitian ini bertujuan menguji kemunginan tersebut secara empiris dengan
menggunakan metode eksperimen. Sebanyak 20 responden dihadapkan pada elemen
arsitektur kolinear dalam dua jenis lingkungan, yaitu lingkungan restoratif dan
non-restoratif. Pengujian dilakukan dengan bantuan eye-tracking, virtual
reality, dan kuesioner untuk mengevaluasi perhatian visual serta nilai
restoratif dari masing-masing lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
arsitektur kolinear memang mampu menarik perhatian. Namun, cara elemen ini
diatensikan berbeda berdasarkan jenis lingkungan. Pada lingkungan alam,
arsitektur kolinear menarik dan memudahkan perhatian tanpa mengalihkan fokus
dari elemen alam. Sebaliknya, pada lingkungan urban, meskipun arsitektur
kolinear menarik perhatian, atensi terhadap elemen ini cenderung kontras dengan
elemen urban. Semakin intens elemen kolinear di lingkungan urban, semakin besar
perhatian tertuju pada elemen yang lebih sederhana. Penelitian juga menemukan
bahwa arsitektur kolinear memengaruhi nilai Perceived Restorative Scale
(PRS) secara berbeda pada kedua jenis lingkungan. Pada lingkungan alam,
penambahan arsitektur kolinear justru menurunkan nilai PRS karena perhatian
terhadap elemen kolinear mengurangi fokus pada alam yang secara inheren sudah
bersifat restoratif. Sebaliknya, pada lingkungan perkotaan yang tidak bersifat
restoratif, arsitektur kolinear membantu menarik perhatian, sehingga meningkatkan
nilai PRS. Menariknya, pada lingkungan netral, arsitektur kolinear menunjukkan
potensi restoratif yang cukup tinggi karena terasa lebih seimbang, rendah
distraksi, dan rapi. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi elemen arsitektur
kolinear dengan komponen lingkungan lain sangat memengaruhi perhatian visual
dan pengalaman restoratif. Dalam kasus lingkungan alam dengan nilai PRS yang
tinggi, terdapat kata kunci seperti "keasrian" dan "kombinasi
yang acak," yang tidak ditemukan pada lingkungan urban maupun arsitektur
kolinear.
Penemuan ini menyimpulkan bahwa
arsitektur kolinear dapat menarik dan memudahkan perhatian serta mampu
memberikan pengalaman yang restoratif. Namun kombinasinya dengan lingkungan
serta faktor keseluruhan lingkungan menjadi sangat penting. Selain itu,
terdapat kualitas pengalaman tertentu dalam lingkungan alam yang tidak
ditemukan dalam arsitektur kolinear. Temuan ini menjadi tantangan untuk
merancang kombinasi yang lebih tepat, guna menciptakan pengalaman restoratif
dalam lingkungan terbangun.
Humans need restorative spaces, which are spaces that can
alleviate mental fatigue caused by daily routines. Through visual stimulation,
spatial experiences with collinear architectural elements are considered
capable of attracting attention and having restorative potential. This study
aims to empirically test this possibility using an experimental method. A total
of 20 respondents were exposed to collinear architectural elements in two types
of environments: restorative and non-restorative environments. Testing was
conducted with the help of eye-tracking, virtual reality, and questionnaires to
evaluate visual attention and the restorative value of each environment.
The results of the study showed that collinear architecture
is indeed capable of attracting attention. However, the way this element is
perceived differs based on the type of environment. In nature environments,
collinear architecture attracts and facilitates attention without diverting
focus from nature elements. Conversely, in urban environments, although
collinear architecture attracts attention, the focus on this element tends to
contrast with urban elements. The more intense the presence of collinear
elements in urban environments, the more attention is drawn away from simpler
elements. The study also found that collinear architecture affects the
Perceived Restorative Scale (PRS) values differently in both types of
environments. In nature environments, the addition of collinear architecture
actually decreases the PRS value because attention to collinear elements
reduces focus on nature, which is inherently restorative. Conversely, in urban
environments that are not restorative, collinear architecture helps to attract
attention, thereby increasing the PRS value. Interestingly, in neutral
environments, collinear architecture demonstrates significant restorative
potential because it feels more balanced, less distracting, and visually neat. This
indicates that the combination of collinear architectural elements with other
environmental components greatly influences visual attention and restorative
experiences. In the case of nature environments with high PRS values, keywords
such as "naturalness" and "random combination" are
prominent, which are absent in urban environments or collinear architecture.
The findings conclude that collinear architecture can
attract and facilitate attention and can provide a restorative experience.
However, its combination with the environment and the overall environmental
factors are very important. In addition, there are certain experiential
qualities in the natural environment that are not found in collinear
architecture. This finding poses a challenge to design a more appropriate
combination, in order to create a restorative experience in the built
environment.
Kata Kunci : Elemen arsitektur, Pola kolinear, Lingkungan restoratif, Eye-tracking, Virtual reality