URGENSI LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN OMBUDSMAN RI TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI SUMATERA UTARA
Evi Lestari Situmorang, Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H., M.A.
2024 | Tesis | S2 Ilmu Hukum
Pemenuhan hak atas layanan publik berkualitas merupakan indikator utama keberhasilan tata Kelola pemerintahan sesuai UUD 1945, berkontribusi langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Berdasarkan data BPS, kesejahteraan masyarakat diukur melalui pengeluaran per kapita dan Garis Kemiskinan (GK). Pada Maret 2023, persentase penduduk miskin di Sumatera Utara mencapai 8,15%, lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 9,36%, menempatkan provinsi ini di peringkat ke-17 terendah di Indonesia. Sebagai lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI menerima 22.197 laporan pada tahun 2022, dengan 8.292 di antaranya mengindikasikan maladministrasi. Di Sumatera Utara, laporan masyarakat meningkat dari 391 pada 2020 menjadi 752 pada 2022, termasuk 557 laporan langsung. Ombudsman RI Sumatera Utara menutup 264 laporan pada 2022, meskipun data terkait pelaksanaan tindakan korektif masih terbatas. Hal ini menegaskan pentingnya penguatan tata kelola pelayanan publik yang berkeadilan untuk mendukung tercapainya kesejahteraan masyarakat sesuai nilai-nilai keadilan dalam Pembukaan UUD 1945.
Fokus penelitian ini mencakup analisis wewenang hukum Ombudsman RI dan pengaruhnya terhadap kepatuhan penyelenggara layanan publik dalam melaksanakan LHP, serta upaya hukum yang diperlukan untuk memperkuat pelaksanaan tindakan korektif. Metode yang digunakan adalah normatif empiris dan diuraikan dengan deskriptif analitis.
Penelitian ini menemukan bahwa efektivitas Laporan Hasil Pemeriksaan Ombudsman terhambat oleh keterbatasan kewenangan, anggaran, sumber daya manusia, serta faktor eksternal seperti budaya hukum yang lemah dan rendahnya pemahaman masyarakat. Hambatan utama adalah rendahnya kesadaran hukum dan tingkat kepatuhan penyelenggara pelayanan publik terhadap rekomendasi Ombudsman. Untuk mengatasi kendala tersebut, diperlukan pendekatan adaptif berupa penguatan regulasi, peningkatan kapasitas SDM, sosialisasi, serta kombinasi strategi paksaan dan konsensus. Pendekatan propartif, penguatan kelembagaan, sosialisasi, dan evaluasi kepatuhan yang diterapkan Ombudsman dirancang untuk meningkatkan akuntabilitas pelayanan publik. Strategi ini sejalan dengan teori kepatuhan Soerjono Soekanto dan H.C. Kelman, yang menekankan pentingnya hukum yang jelas, kesadaran masyarakat, serta internalisasi nilai untuk menciptakan tata kelola pelayanan publik yang lebih baik dan berkelanjutan.
The fulfillment of the right to quality public services is a key indicator of successful governance in accordance with the 1945 Constitution of Indonesia, directly contributing to societal welfare and poverty alleviation. According to data from the Indonesian Statistics Agency (BPS), societal welfare is measured by per capita expenditure and the poverty line. As of March 2023, the poverty rate in North Sumatra stood at 8.15%, lower than the national average of 9.36%, ranking the province as the 17th lowest in Indonesia. As a public service oversight institution, the Indonesian Ombudsman received 22,197 reports in 2022, of which 8,292 indicated maladministration. In North Sumatra, public complaints rose from 391 in 2020 to 752 in 2022, including 557 direct reports. The North Sumatra Ombudsman resolved 264 cases in 2022, though data on the implementation of corrective actions remain limited. These findings underscore the need to strengthen equitable public service governance to promote societal welfare, aligning with the principles of justice articulated in the Preamble to the 1945 Constitution.
This study focuses on analyzing the legal authority of the Indonesian Ombudsman and its influence on the compliance of public service providers in implementing Investigation Reports (LHP), as well as exploring legal measures to strengthen the enforcement of corrective actions. The study employs a normative empirical approach with descriptive analytical methods.
The findings reveal that the effectiveness of the Ombudsman’s LHP is hindered by limitations in authority, budget, human resources, and external factors such as weak legal culture and low public awareness. The primary obstacle is the lack of legal awareness and compliance among public service providers with the Ombudsman’s recommendations. Addressing these challenges requires adaptive approaches, including regulatory strengthening, capacity building for human resources, public outreach, and a combination of coercive and consensual strategies. The Ombudsman’s initiatives—propartif approaches, institutional strengthening, public awareness campaigns, and compliance evaluations—are designed to enhance public service accountability. These strategies align with the compliance theories of Soerjono Soekanto and H.C. Kelman, emphasizing the importance of clear legal frameworks, public awareness, and value internalization to establish improved and sustainable public service governance
Kata Kunci : Ombudsman, Pelayanan Publik, Laporan Hasil Pemeriksaan