PENGEMBANGAN MODEL DEEP LEARNING BERBASIS SPEKTRAL DAN SPASIAL UNTUK PEMANTAUAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
Marzuki, Dr. Sc. Sanjiwana Arjasakusuma, S.Si., M.Gis.; Dr. Nurul Khakhim, S.Si., M.Si.
2024 | Tesis | S2 Penginderaan Jauh
Kebutuhan pasar internasional akan rumput laut membuat budidaya rumput laut terus berkembang hingga saat ini. Namun seiring dengan perkembangannya, data tentang budidaya rumput laut secara spasial masih sulit untuk ditemukan. Padahal data budidaya rumput laut secara spasial penting untuk diproduksi agar dapat digunakan untuk memantau perkembangan budidaya secara keberlanjutan. Oleh karena itu, pemetaan budidaya rumput laut secara cepat dan akurat pada area yang luas perlu untuk diterapkan. Salah satu pendekatannya yaitu menggunakan teknologi penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan AI yakni Deep learning (DL). Namun, performanya perlu untuk diuji lebih lanjut agar dapat dinilai sejauh mana pendekatan ini dapat dimanfaatkan untuk memantau budidaya rumput laut. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh koreksi citra PlanetScope, menganalisis efektivitas dan performa arsitektur UNet berbasis spektral dan spasial, serta mengkaji penerapan model UNet berbasis spektral dan spasial secara multitemporal dalam pemetaan dan monitoring budidaya rumput laut. Metode yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari Segment Anything Model (SAM) untuk membuat data label secara cepat dan akurat, penambahan modul spectral-spatial attention pada Unet (SSUNet) digunakan untuk melakukan segmentasi area budidaya rumput laut. Penelitian ini menggunakan data citra PlanetScope SuperDove, dimana terdapat dua skema data pelatihan yang dibangun antara lain data dari citra PlanetScope yang terkoreksi kolom air dan citra tidak terkoreksi (citra original). Keduanya dilatih dengan arsitektur SSUNet kemudian dievaluasi menggunakan beberapa metrik evaluasi seperti accuracy, loss, precision, recall, dan Intesect over Union (IoU). Model dengan nilai metrik terbaik akan digunakan dalam prediksi budidaya rumput laut secara multitemporal. Data-data input tersebut dikumpulkan kemudian jumlahnya diperkaya melalui proses augmentasi citra. Dataset yang terkumpulkan sebesar 2835 pasang citra dan label. Data tersebut dibagi menjadi 80?ta training dan 20?ta validasi. Proses pelatihan model pada data citra terkoreksi (model 1) menghasilkan nilai metrik evaluasi accuracy, loss, precision, recall, dan IoU untuk data pelatihan sebesar 90,79%, 23,70%, 68,46%, 44,68%, dan 25,10%, kemudian pada data validasi sebesar 89,80%, 28,29%, 65,65%, 30,45%, dan 18,92%. Sedangkan, pada data citra tidak terkoreksi (model 2) menghasilkan nilai metrik evaluasi accuracy, loss, precision, recall, dan IoU untuk data pelatihan sebesar 94,71%, 13,09%, 80,93%, 73,63%, dan 48,51%. Kemudian pada data validasi sebesar 93,64%, 16,75%, 84,34%, 57,57%, dan 42,98%. Model 2 menunjukkan performa lebih baik daripada model 1, sehingga pengaplikasian secara temporal menggunakan model 2. Model diterapkan secara multitemporal mulai bulan Maret 2023 hingga Juni 2024 di dua lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep dan di Desa Laikang, Kabupaten Takalar. Prediksi model menghasilkan sebaran area budidaya rumput laut secara spasial dan luasan area budidaya setiap bulannya. Sehingga pola pertumbuhan dan pemanenan rumput laut dapat diidentifikasi. Di kedua lokasi kajian ditemukan bahwa kalender musim tanam memiliki pola yang sama, dimana produksi budidaya rumput laut banyak dilakukan pada enam bulan di awal tahun (Februari hingga Juli), dengan puncak produksi pada bulan Maret hingga Mei.
The international market demand for seaweed has driven the continuous development of seaweed cultivation to this day. However, despite this growth, spatial data on seaweed cultivation remains difficult to find. Spatial data on seaweed cultivation is essential for monitoring the development of cultivation in a sustainable manner. Therefore, rapid and accurate mapping of seaweed cultivation over large areas needs to be implemented. One approach to achieving this is by using remote sensing technology integrated with AI, specifically Deep Learning (DL). However, its performance needs to be further tested to evaluate the extent to which this approach can be utilized for monitoring seaweed cultivation. Therefore, this study aims to examine the impact of PlanetScope image correction, analyze the effectiveness and performance of the spectral and spatial-based UNet architecture, and assess the application of the spectral and spatial-based UNet model for multitemporal mapping and monitoring of seaweed cultivation. The methods used in this study consist of the Segment Anything Model (SAM) to quickly and accurately create label data and the addition of spectral-spatial attention modules to the UNet (SSUNet) for segmenting seaweed cultivation areas. This study uses PlanetScope SuperDove imagery data, with two training data schemes built from water column corrected PlanetScope imagery and uncorrected (original) imagery. Both are trained with the SSUNet architecture and then evaluated using several evaluation metrics such as accuracy, loss, precision, recall, and Intersection over Union (IoU). The model with the best metric values will be used for multitemporal seaweed cultivation prediction. The input data is collected and enriched through an image augmentation process. The collected dataset comprises 2835 pairs of images and labels, which are divided into 80% training data and 20% validation data. Training the model on corrected imagery (model 1) yielded evaluation metrics of accuracy, loss, precision, recall, and IoU for training data of 90.79%, 23.70%, 68.46%, 44.68%, and 25.10%, and for validation data of 89.80%, 28.29%, 65.65%, 30.45%, and 18.92%. Meanwhile, uncorrected imagery (model 2) resulted in evaluation metrics of accuracy, loss, precision, recall, and IoU for training data of 94.71%, 13.09%, 80.93%, 73.63%, and 48.51%, and for validation data of 93.64%, 16.75%, 84.34%, 57.57%, and 42.98%. Model 2 demonstrated better performance than model 1, thus temporal application using model 2 was conducted. The model was applied multitemporally from March 2023 to June 2024 in two study locations, Ma'rang Subdistrict, Pangkep Regency, and Laikang Village, Takalar Regency. Model predictions produced spatial distributions of seaweed cultivation areas and the extent of cultivation areas each month. Thus, the patterns of seaweed growth and harvest could be identified. It was found in both study locations that the planting season calendar has a similar pattern, where seaweed cultivation is mostly conducted during the first six months of the year (February to July), with peak production from March to May.
Kata Kunci : Deep Learning, Spektral-spasial, budidaya rumput laut, PlanetScope