Hilirisasi Mineral Sebagai Upaya Transformatif Super Prioritas dan Penerapannya Pada Perusahaan Penanaman Modal Asing
Grace Amelia Senggu, Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.
2024 | Tesis | S2 Magister Hukum
Hilirisasi Mineral merupakan salah satu dari 20 (dua puluh) Upaya Transformatif Super Prioritas yang diatur dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Arah kebijakan pengembangan Hilirisasi Industri ini diharapkan mencapai pengolahan hingga produk akhir yang berbasis sumber daya alam tambang dan critical minerals. Upaya Tranformatif Super Prioritas tersebut telah dimulai dengan penguatan berbagai aturan Hilirisasi Mineral di Indonesia mulai dari larangan ekspor bahan mentah tambang, kewajiban pengolahan dan/atau pemurnian di dalam Negeri, jaminan perpanjangan IUP/IUPK Operasi Produksi, Relaksasi Izin Ekspor Produk Pengolahan, Pendirian Smelter, Batasan Minimum Pengolahan dan/atau Pemurnian, Insentif Fiskal-Non Fiskal dan Tata Cara dan Persyaratan Ekspor Produk Tambang Hasil Pemurnian. Penelitian ini dikhususkan untuk menganalisis pelaksanaan aturan Hilirisasi Mineral yang merupakan Upaya Tranformatif Super Prioritas pada Perusahaan Penanaman Modal Asing.
Penelitian ini menggunakan metode normatif empiris. Penelitian normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui studi dokumen. Penelitian empiris dilakukan melalui wawancara dengan narasumber dan responden menggunakan pedoman wawancara. Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan dianalisis secara kualitatif dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini disajikan secara deskriptif.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan Upaya Tranformatif Super Prioritas pada Hilirisasi Mineral dilakukan dengan mengacu pada “Arah Pengembangan Hulu-Hilir Mineral tahun 2025-2045” yang ditetapkan Kementerian ESDM dan target penahapan pembangunan industri logam nasional pada Kementerian Perindustrian berdasarkan “Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional tahun 2015-2035”. Pemerintah telah menerapkan aturan-aturan Hilirisasi dengan ketat termasuk adanya jaminan kesungguhan pendirian Smelter dan denda keterlambatan apabila pendirian Smelter tidak mencapai target progres kemajuan fisik. Hanya saja dengan memperhatikan ketersedian industri hilir yang masih terbatas, Pemerintah perlu mengevaluasi kembali penentuan denda keterlambatan pendirian Smelter yang lebih obyektif dengan memperhatikan kondisi nilai tambah yang berbeda-beda pada masing-masing komoditas tambang. Perusahaan Penanam Modal Asing yang melakukan kegiatan pertambangan di Indonesia diwajibkan melakukan Divestasi saham sebesar 51% secara berjenjang. Hal mendasar yang dibutuhkan Penanam Modal Asing dalam keberlangsungan Hilirisasi Mineral di Indonesia adalah adanya kepastian berusaha diantaranya kemudahan perizinan dan jaminan perpanjangan izin, stabilitas perpajakan, serta jaminan izin ekspor produk pertambangan hasil pengolahan dan/atau pemurnian. Pemerintah Indonesia juga perlu menjaga stabilitas penerapan aturan Hilirisasi Mineral di Indonesia dari tantangan gugatan negara-negara anggota World Trade Organitation (WTO) sehubungan dengan penerapan larangan ekspor bahan mentah tambang. Hal tersebut dengan mempertimbangkan posisi Indonesia sebagai negara berkembang yang berhak mengoptimalkan pengelolaan Sumber Daya Mineralnya guna meningkatkan pertumbuhan industri nasional, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengatasi sumber daya mineral yang kritis.
Mineral Downstreaming is one of the 20 (twenty) Super Priority Transformative Efforts stipulated in the Final Draft of Indonesia-National Long-Term Development Plan (RPJPN 2025-2045). The policy direction for the development of the Downstream Industry is expected to achieve processing to final products based on mining natural resources and critical minerals. The Super Priority Transformative Efforts have begun with the strengthening of various Mineral Downstreaming regulations in Indonesia, starting from the prohibition of exports of raw mining materials, the obligation to process and /or refine domestically, guaranteeing the extension of IUP / IUPK Production Operations, Relaxation of Processing Product Export Permits, Establishment of Smelters, Minimum Limits of Processing and / or Refining, Fiscal-Non-Fiscal Incentives and Procedures and Requirements for Exporting Refined Mining Products. This research is devoted to analyzing the implementation of the Mineral Downstreaming rules which are Super Priority Transformative Efforts in Foreign Investment Companies.
This research uses empirical normative method. Normative research is conducted by examining library materials consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials through document studies. Empirical research is conducted through interviews with sources and respondents using interview guidelines. The data obtained from both library research and field research are analyzed qualitatively and the results obtained from this research are presented descriptively.
The results of this study show that the implementation of Super Priority Transformative Efforts on Mineral Downstream is carried out with reference to the ‘Direction of Upstream-Downstream Mineral Development in 2025-2045’ set by the Ministry of Energy and Mineral Resources and the staging target of national metal industry development at the Ministry of Industry based on the ‘National Industrial Development Master Plan 2015-2035’. The government has strictly implemented downstream regulations including the guarantee of the seriousness of the smelter establishment and late penalties if the smelter establishment does not reach the physical progress target. However, taking into account the limited availability of downstream industries, the Government needs to re-evaluate the determination of late fees for the establishment of Smelters that are more objective by taking into account the different value-added conditions in each mining commodity. Foreign Investment Companies conducting mining activities in Indonesia are required to divest 51% of their shares in stages. The basic thing needed by Foreign Investors in the sustainability of Mineral Downstreaming in Indonesia is business certainty including ease of licensing and guarantee of license renewal, tax stability, and guarantee of export permits for mining products from processing and / or refining. The Indonesian government also needs to maintain the stability of the implementation of Mineral Downstreaming rules in Indonesia from challenges by World Trade Organisation (WTO) member countries in connection with the implementation of a ban on the export of raw mining materials. This needs to be done by considering Indonesia's position as a developing country that has the right to optimise the management of its Mineral Resources in order to increase national industrial growth, employment, improve community welfare and overcome critical mineral resources.
Kata Kunci : Hilirisasi Mineral, Transformatif Super Prioritas, Penanaman Modal Asing