Laporkan Masalah

Implementasi program pengelolaan daerah perlindungan laut berbasis masyarakat di Sulawesi Utara :: Studi kasus di Desa Blongko, Kecamatan Sinonsayang, Kabupaten Minahasa Selatan

TAIRAS, Novia Laury, Dr. Nasikun

2004 | Tesis | Magister Administrasi Publik

Salah satu model pengelolaan sumber daya pesisir yang dikembangkan di Indonesia adalah model Daerah Perlindungan Laut yang berbasis masyarakat. Desa Blongko, Kecamatan Sinonsayang, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara merupakan desa pertama yang mengembangkan model pengelolaan ini, dan telah berlangsung sejak tahun 1998. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian implementasi program pengelolaan DPL-BM di Desa Blongko dengan strategi/kegiatan yang ditetapkan dalam rencana pengelolaannya, kesesuaian tugas dan tanggung jawab Kelompok Pengelola DPL-BM dengan tugas dan tanggung jawab yang ditetapkan dalam rencana pengelolaannya, berjalan-tidaknya sistem monitoring dan evaluasi DPL-BM sesuai dengan rencana pengelolaannya, serta untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi program pengelolaan DPLBM di Desa Blongko. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, digunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus intrinsik. Data penelitian dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya, dianalisis secara kualitatif, yang meliputi reduksi data, display data, dan terakhir penggambaran kesimpulan. DPL-BM merupakan suatu daerah pesisir yang ditetapkan oleh peraturan desa untuk ditutup dari kegiatan eksploitasi sumber daya yang ada di dalamnya, yang dikelola masyarakat lokal dari tahap perencanaan sampai evaluasi. Pelaksanaan pengelolaan DPL-BM dikoordinir oleh kelompok pengelola, yang bertanggung jawab pula dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi program pengelolaan DPL-BM. Keberhasilan program ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti komunikasi, sumber-sumber, dan partisipasi masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan tidak semua strategi/kegiatan pengelolaan berhasil dilaksanakan, seperti pembuatan aturan penangkapan satwa yang dilindungi dan aturan pengelolaan hutan bakau. Di lain pihak, proses komunikasi telah memberi efek positif berupa kesadaran yang tinggi di kalangan masyarakat dalam melestarikan sumber daya pesisir di Blongko. Adanya sumber-sumber berupa tenaga pendamping dari Proyek Pesisir, fasilitas fisik (Pusat Informasi, tanda batas lokasi, papan informasi), serta tersedianya dana, telah menunjang keberhasilan implementasi DPL-BM di Desa Blongko. Demikian pula dengan tingkat partisipasi masyarakat Desa. Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa rekomendasi yang disampaikan, seperti perlu adanya pertemuan KPDPL untuk membicarakan penyelesaian konflik internal di dalam kelompok, pembuatan aturan mengenai satwa yang dilindungi dan pengelolaan hutan bakau, adanya pendidikan lingkungan hidup untuk pendatang yang menetap di Desa Blongko, serta perlu adanya usaha peningkatan partisipasi kaum wanita dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut pengelolaan DPL-BM di Desa Blongko.

One of the coastal resources management models that had been developed in Indonesia is Community-Based Marine Sanctuary (CBMS). The first village developed this model is Blongko village in Sinonsayang district, South Minahasa regency, North Sulawesi. It established this model since 1998. The main objectives of this research were to find out the suitability between the implementation of CBMS management program and its management plan, and to find out the factors influencing the success of this implementation program. CBMS is any coastal area which has been reserved by a village ordinance to be an enclosed area from any resources exploitation in it, and it is run by the local community from the the planning stage to evaluation stage. The CBMS management is coordinated by the CBMS committee. It is also responsible for doing the monitoring and evaluation activity regarding the CBMS program. The success of this program is influenced by several factors, such as communication, resources, and the people participation. The result showed that from 23 management actions in management plan, 3 actions hadn’t been done, e.g. making of protected animals ordinance and mangrove forest management ordinance. Communication, resources, and public participation are the factors influencing the successful of CBMS management program. The communication process had given possitive effect, i.e.high awareness among the Blongko people in order to conserve the coastal resources. The presence of resources (filed extension officers, facilities, fund) had supported the success of CBMS management program, and the high participation of the Blongko people likewise. Based on the final results, some recomendations for this CBMS program in Blongko including: arrange a CBMS meeting to solve the internal conflict among the committee, make the protected animals ordinance and mangrove forest management ordinance, conduct public education activities concerning the environmental protection and the rules of CBMS for the new immigrants in the community, and arrange some efforts to increase the women’s participation in decision making process in terms of the CBMS management in Blongko.

Kata Kunci : Program Pemerintah,Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.