Implikasi politisasi birokrasi pemerintahan desa
TRIPUTRO, R. Widodo, Dr. Nasikun
2004 | Tesis | Magister Administrasi PublikPelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 22 tahun 1999 yang diiringi dengan makin terbukanya peluang akses masyarakat terhadap pemerintah, telah mendorong demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pemerintahan desa. Dalam konteks demokratisasi Pemerintahan Desa di Kabupaten Bantul, Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul telah mengeluarkan salah satu kebijakan berupa rekrutmen Pamong Desa melalui “pemilihan langsungâ€. Namun dalam palaksanaan kebijakan itu telah menimbulkan berbagai fenomena negatif, seperti konflik antar warga masyarakat. money politic, perjudian. dan lain-lain yang justru merusak nilai-nilai demikrasi. Konflik akibat pelaksanaan pemilihan itu begitu kompleks, bahkan menunjukkan tarik-menarik kepetingan beberapa partai politik. Dari perspektif legal-formal, kebijakan rekrutmen Pamong Desa melalui pemilihan itu dapat dibenarkan, karena kebijakan itu tidak melanggar UU No. 22 tahun 1999. Dalam Permendagri No. 64 tahun 1999, sebagai aturan pelaksanaan UU otonomi daerahpun memberi pedoman pelaksanaan yang ambigius, karena memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan teknis rekrutmen Pamong Desa baik melalui pengangkatan maupun melalui pemilihan. Dan' perspektif teori administrasi negara. kebijakan pemilihan Pamong Desa itu tidak dibenarkan, karena kedudukan Pamong Desa adalah sebagai pejabat administrasi ( birokrasi ) dalam lingkup Pemerintahan Desa. Dengan rekrutmen melalui pemilihan itu, maka kedudukan Pamong Desa telah berubah menjadi pejabat politik. sebagaimana jabatan Kepala Desa dan BPD. Situasi konflik telah menimbulkan ketidak-percayaan antara beberapa elemen dalam masyarakat desa. serta makin rendahnya keperyaan masyatakat terhadap Pemerintah Desa. Dalam situasi seperti itu Pemerintah Daerah ( terutama Bupati ) telah melakukan intervensi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat desa. melalui berbagai bentuk bantuan ( uang dan material ), serta pendekatan secara intensif yang disisipi kepentingan politik Bupati dan partai politik tententu PDIP ). Intervensi itu telah menimbulkan situasi ketergantungan masyarakat desa terhadap Pemerintah Kabupaten. yang bermuara pada patrimonialisme Kabupaten akibat tumbuh suburnya kultus pada Bupati. Orientasi Pamong Desa ( sebagai bagian masyarakat desa dan berbagai bantuan yang diterima ), telah melahirkan institusi Birokrasi Pemerintahan Desa yang tergantung kepada Pemerintah Kabupaten. Kultus kepada Bupati juga berkembang di lingkup Pemerintah Desa. sehingga Birokrasi Pemerintahan Desa telah terpolitisasi oleh kepentingan politik Bupati dan partai politik tertentu ( PDIP ). Bentuk konkrit politisasi itu adalah terbentuknya “Paguyuban Pamong Desa", yang mempunyai target kemenangan PDIP pada pemilu tahun 2004 dan kemenangan ldam Samawi pada tahun 2006. Selain itu Birokrasi Pemerintah juga telah menjadi alat efektif untuk mobilisasi masyarakar desa oleh Pemerintah Kabupaten, dan juga menjadi alat pengaman bagi kepentingan kapitalisme yang masuk ke Desa Sitimulyo.
Available in Fulltext
Kata Kunci : Pemerintahan Desa,Politisasi Birokrasi