Laporkan Masalah

Dalam Genggaman Sentralisasi: Peran Manusia dan Nonmanusia dalam Inisiatif Lokal untuk Transisi Energi di Yogyakarta

BANGKIT ADHI WIGUNA, Arie Ruhyanto, S.IP., M.Sc., Ph.D.

2024 | Skripsi | ILMU PEMERINTAHAN

Krisis iklim mendorong elite politik global dan nasional untuk mempercepat transisi energi melalui berbagai perjanjian dan regulasi. Di tengah berbagai agenda transisi energi di level global maupun nasional tersebut, muncul berbagai inisiatif lokal untuk transisi energi yang berorientasi untuk mendorong dan mengedukasi masyarakat untuk beralih menggunakan energi terbarukan secara berkelanjutan dalam konteks atau skala geografis tertentu. Di Indonesia, inisiatif lokal untuk transisi energi kerap terpinggirkan akibat kebijakan pemerintah yang sentralistis dan fokus pada industri energi berskala besar. Padahal, model pemerintahan desentralistik Indonesia dengan kapasitas birokrasi yang lemah lebih cocok dengan pendekatan bottom-up melalui inisiatif lokal. Penelitian tentang transisi energi di Indonesia juga kurang menyorot pentingnya peran inisiatif lokal untuk transisi energi. Penelitian ini akan menganalisis dinamika jejaring inisiatif lokal di Yogyakarta, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Kedungrong dan Unit Biogas Pasar Buah Gamping, sehingga keduanya dapat bertahan di tengah kebijakan transisi energi yang sentralistik dan fokus pada industri energi berskala besar. 

Dengan menggunakan metode studi kasus dan kerangka analisis actor network theory (ANT), penelitian menemukan bahwa inisiatif lokal untuk transisi energi di Indonesia dapat bertahan di tengah dominasi kebijakan pemerintah pusat karena adanya kolaborasi antara aktan manusia dan nonmanusia. Aktan nonmanusia, yang dalam penelitian ini utamanya berupa unsur-unsur ekologi atau teknologi, menjadi pendorong aktan manusia untuk membentuk, mengelola, dan mempertahankan inisiatif lokal untuk transisi energi. Relasi antara unsur-unsur ekologis di Kedungrong yang rentan bencana hidrometeorologis dengan PLTMH dan manusia yang mengelolanya memunculkan kesadaran ekologis. Kesadaran ini membuat aktan manusia yang mengelolanya menyadari dampak destruktif dari penggunaan energi fosil terhadap alam sekitarnya sehingga mempertahankan PLTMH Kedungrong menjadi tindakan yang perlu dilakukan. Sementara itu, tumpukkan sampah yang tak terbendung beserta bakter-bakteri patogenik yang dikandungnya di Pasar Buah Gamping membuat aktan-aktan manusia di sekitarnya mempertahankan instalasi biogas dengan alasan yang lebih pragmatis, yakni kebersihan pasar.

The climate crisis encourages global and national political elites to accelerate the energy transition through various agreements and regulations. In the midst of various energy transition agendas at the global and national levels, various local initiatives for energy transition have emerged which are oriented towards encouraging and educating people to switch to using renewable energy sustainably in certain contexts or geographic scales. In Indonesia, local initiatives for the energy transition are often marginalized due to centralized government policies and a focus on the large-scale energy industry. In fact, Indonesia's decentralized government model with weak bureaucratic capacity is more suited to a bottom-up approach through local initiatives. Research on the energy transition in Indonesia also does not highlight the important role of local initiatives for the energy transition. This research will analyze the dynamics of local initiative networks in Yogyakarta, namely the Kedungrong Microhydro Power Plant (MHP) and the Gamping Fruit Market Biogas Unit, so that both can survive amidst a centralized energy transition policy and a focus on the large-scale energy industry.

Using the case study method and actor network theory (ANT), this research found that local initiatives for the energy transition in Indonesia were able to survive amidst the dominance of central government policies because of collaboration between human and non-human actors. Non-human actants, which in this research are primarily ecological or technological elements, become drivers of human actants to shape, manage, and sustain local initiatives for the energy transition. The relationship between ecological elements in MHP Kedungrong, which is vulnerable to hydrometeorological disasters, with MHP and the humans who manage it, gives rise to ecological awareness. This awareness makes the human actors who manage it realize the destructive impact of the use of fossil energy on the natural surroundings so that maintaining the Kedungrong MHP becomes an action that needs to be taken. Meanwhile, the unstoppable pile of fruit waste and the pathogenic bacteria it contains at the Gamping Fruit Market has forced human actors in the surrounding area to maintain the biogas installation for more pragmatic reasons, namely the cleanliness of the market.

Kata Kunci : transisi energi, inisiatif lokal untuk transisi energi, sentralisasi kebijakan, actor network theory

  1. S1-2024-459869-abstract.pdf  
  2. S1-2024-459869-bibliography.pdf  
  3. S1-2024-459869-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2024-459869-title.pdf