Pengaruh Determinan Socioeconomic Status (SES) terhadap Prevalensi Gejala Depresi di Indonesia: Studi Kasus Longitudinal IFLS 2007-2014
SHERICIA PUTRI AYUNING BUDI, Amirullah Setya Hardi, S.E., Cand.Oecon., Ph.D.
2024 | Skripsi | ILMU EKONOMI
Kesehatan mental merupakan bagian penting dari kehidupan manusia. Sebanyak 6,1% atau sekitar 12 juta orang di Indonesia sudah terindikasi mengalami depresi pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode fixed effect (FE) dan random effect (RE) sebagai metode dasar, kemudian fixed effect instrumental variable (FE-IV) dan random effect instrumental variable (RE-IV) digunakan untuk mengatasi masalah endogenitas. Tingkat rata-rata kekayaan rumah tangga lain selain rumah tangga sendiri pada desa yang sama digunakan sebagai variabel instrumen dari variabel aset rumah tangga. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu jenis pada tingkat kepemilikan aset RT menurunkan prevalensi gejala depresi sebesar 0,926 poin, menjadi kelas PCE menengah meningkatkan prevalensi terjadinya depresi sebesar 0,718 poin dan 0,655 poin untuk kelas PCE kaya dibandingkan dengan kelas miskin, peningkatan satu tahun jenjang pendidikan menurunkan prevalensi gejala depresi sebesar 0,073 poin hanya pada model tanpa kontrol, dan bekerja menunjukkan hasil tidak signifikan. Dampak ini bervariasi berdasarkan tingkatan kelas usia, dimana secara garis besar individu berusia 35-49 dan 50-64 tahun memiliki prevalensi gejala depresi tertinggi dibandingkan kelas usia lainnya. Tingkat aset RT dan kelas PCE merupakan determinan SES yang kuat dalam mempengaruhi prevalensi gejala depresi, sedangkan tingkat pendidikan dan status bekerja kalah kuat dengan dampak faktor lainnya.
Mental health is an important part of human life. As many as 6.1% or around 12 million people in Indonesia have been indicated to experience depression in 2018. This study uses the fixed effect (FE) and random effect (RE) methods as the basic method, then the fixed effect instrumental variable (FE-IV) and random effect instrumental variable (RE-IV) are used to overcome the endogeneity problem. The average level of wealth of other households besides their own households in the same village is used as an instrument variable for the household asset variable. The findings in this study indicate that each additional type of RT asset ownership level decreases the prevalence of depressive symptoms by 0.926 points, becoming a middle PCE class increases the prevalence of depression by 0.718 points and 0.655 points for the rich PCE class compared to the poor class, a one-year increase in education level decreases the prevalence of depressive symptoms by 0.073 points only in the model without control, and work shows insignificant results. This impact varies by age class level, with individuals aged 35-49 and 50-64 years generally having the highest prevalence of depressive symptoms compared to other age classes. The level of household assets and PCE class are strong SES determinants in influencing the prevalence of depressive symptoms, while education level and employment status are less strong than the impact of other factors.
Kata Kunci : Socioeconomic status (SES), depresi, metode FE-IV, metode RE-IV, tingkat aset rumah tangga