KEDUDUKAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEBAGAI KUASA WAJIB PAJAK DALAM PENYELESAIAN PROSES VALIDASI PAJAK PENGHASILAN ATAS JUAL BELI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
Ni Made Dian Savitri Utami, Dr. Irine Handika Ikasari, S.H., LL.M.
2024 | Tesis | S2 Magister Kenotariatan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan PPAT sebagai kuasa wajib pajak dalam penyelesaian proses validasi pajak penghasilan atas jual beli tanah dan/atau bangunan dan untuk mengetahui dan menganalisis konsekuensi hukum bagi PPAT sebagai kuasa wajib pajak dalam penyelesaian proses validasi pajak penghasilan atas jual beli tanah dan/atau bangunan.
Jenis penelitian adalah penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif. Data diperoleh melalui studi pustaka dengan cara mempelajari bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum dan pendapat non hukum yang diperoleh dari buku, jurnal, hasil penelitian, dan internet. Analisis data menggunakan menggunakan metode pendekatan analisis kualitatif dan hasil dari analisis kemudian dijabarkan secara sistematis.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa PPAT tidak memiliki kewenangan dalam bidang perpajakan karena tugas pokok seorang PPAT hanya membuat 8 (delapan) akta hak atas tanah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Jabatan PPAT. Namun, secara khusus dalam ketentuan perpajakan khususnya Pasal 32 ayat (3a) UU HPP bahwa PPAT dapat disebut sebagai kuasa wajib pajak karena telah memenuhi salah satu kompetensi yakni jenjang pendidikan tertentu. Konsekuensi hukum bagi PPAT apabila terdapat permasalahan dalam proses validasi PPh HaTB yaitu yang tidak menggunakan surat kuasa konsekuensinya ditanggung secara pribadi oleh PPAT itu sendiri, sedangkan dengan menggunakan surat kuasa adalah konsekuensi yang ditanggung oleh PPAT adalah berdasarkan batasan-batasan dalam surat kuasa khusus, sehingga pertanggungjawabannya tersebut tidak secara pribadi tetapi dalam melaksanakan jabatannya selaku PPAT tetap dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.
The purpose of this research is to understand and analyze the role of Land Deed Officials as tax representatives in the process of validating income tax on the sale and purchase of land and/or buildings, and to determine and analyze the legal consequences for Land Deed Officials as tax representatives in the resolution of income tax validation for the sale and purchase of land and/or buildings.
This research is a normative juridical study with a descriptive. Data is obtained through literature review by examining primary legal materials such as legislation and secondary legal materials including legal opinions and non-legal opinions sourced from books, journals, research results, and the internet. Data analysis uses a qualitative analytical approach, and the results of the analysis are then systematically outlined.
Based on the research findings, it can be concluded that Land Deed Officials (PPAT) do not have authority in the field of taxation because their primary duty is to prepare eight (8) land title deeds in accordance with the provisions in the PPAT Position Regulations. However, specifically in tax provisions, especially Article 32 paragraph (3a) of the HPP Law, PPAT can be called a taxpayer's proxy because they have fulfilled one of the competencies, namely a certain level of education. The legal consequences for PPATs in cases where issues arise in the validation process of income tax (PPh HaTB), where no power of attorney is used, are personally borne by the PPAT themselves. In contrast, when using a power of attorney, the PPAT's liability is based on the limitations set forth in the specific power of attorney, thus the responsibility is not personal but related to their role as PPAT, allowing them to continue providing services to the community in need of their services.
Kata Kunci : Kuasa Wajib Pajak, PPAT, Validasi PPh