Transformasi Tradisi Ratiban di Desa Pandansari
SHINDU PRASETYANINGTYAS, Dr. Sita Hidayah, S.Ant., M.A.
2024 | Skripsi | ANTROPOLOGI BUDAYA
Indonesia kaya akan kebudayaannya, salah satunya ialah tradisi Ratiban di Desa Pandansari, Paguyangan, Brebes. Akan tetapi, tradisi tersebut mengalami berbagai adaptasi yang menyesuaikan masyarakat kontemporer dan bertransformasi menjadi wajah baru tradisi Ratiban. Ratiban sebagai ritual adat yang kemudian bergeser menjadi festival kebudayaan khas Pandansari. Penelitian ini dilakukan untuk lebih memahami bagaimana kebudayaan tradisi Ratiban berjalan dalam kurun waktu pelaksanaanya dan bagaimana persepsi masyarakat sebagai pelaku adaptasi berdampak pada tradisi tersebut. Metode penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi lapangan sebagai data utama, kemudian studi literatur dan media sebagai data sekunder. Wawancara dilakukan kepada tokoh agama di tiap dusun di Pandansari, tokoh budaya setempat, pengurus DESWITASARI, petugas pemerintah desa, serta beberapa warga sebagai aktor yang ikut berpartisipasi dalam acara. Selain itu, menggunakan informasi literatur dan media guna memperkuat hasil penelitian.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bagaimana kontinuitas tradisi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam kasus ini, pendidikan, migrasi, pergantian kekuasaan, hingga aliran agama yang dianut masyarakat mempengaruhi perjalanan dan proses adaptabilitas yang perlu dilakukan dalam melaksanakan tradisi Ratiban. Hingga kemudian dilaksanakannya negosiasi di antara masyarakat yang menjadi titik pengubahan praktik tradisi Ratiban di masa kepemimpinan kepala desa yang baru saat ini. Faktor-faktor tersebut bekerja sama dan mempengaruhi satu sama lain. Hal ini menjadi salah satu bukti bagaimana tradisi berjuang untuk dapat terus hadir sebagai bagian dari identitas masyarakat yang juga berperan memperjuangkan agar tradisi turun temurun tidak terkikis dan hilang di tengah masa.
Indonesia is rich in its cultural heritage, one of which is the Ratiban tradition in Pandansari Village, Paguyangan, Brebes. However, this tradition has undergone various adaptations to align with contemporary society, transforming into a new manifestation of the Ratiban tradition. Originally an indigenous ritual, Ratiban has shifted to become a cultural festival unique to Pandansari. This research aims to gain a deeper understanding of how the Ratiban tradition has evolved over time and how the perceptions of the community members, as agents of adaptation, impact this tradition.
The research employs in-depth interviews and field observations as primary data sources, complemented by literature and media studies as secondary data. Interviews were conducted with religious leaders from each hamlet in Pandansari, local cultural figures, DESWITASARI administrators, village government officials, and several residents who participated in the event. Additionally, literature and media information were utilized to reinforce the research findings.
The results of this study reveal how the continuity of the tradition is influenced by several factors. In this case, education, migration, changes in leadership, and the religious affiliations of the community have significantly impacted the trajectory and adaptability process required to uphold the Ratiban tradition. Negotiations among community members have marked a turning point in the practice of Ratiban during the current leadership of the village head. These factors interact and influence one another, illustrating how traditions strive to remain a vital part of the community's identity, advocating for the preservation of ancestral practices amidst changing times.
Kata Kunci : tradisi Ratiban, Pandansari, transformasi, negosiasi, dan agama