Penentuan Tingkat Kekritisan Air Berdasarkan Ketersediaan dan Kebutuhan Air Menggunakan Tandon Air Hujan di Kabupaten Gunungkidul (Studi Kasus : Padukuhan Banyumanik dan Piyuyon, Kalurahan Pacarejo, Kapanewon Semanu)
NUR ISNAINI AGUSTIN, Ir. Rochmad Muryamto, M.Eng.Sc.
2024 | Tugas Akhir | D4 TEKNOLOGI SURVEI DAN PEMETAAN DASAR
Ketersediaan air menjadi masalah utama di Kabupaten Gunungkidul, khususnya di Padukuhan Banyumanik dan Piyuyon. Sumber air seperti sumur, sungai, dan fasilitas PDAM yang tersedia tidak memadai, sehingga masyarakat bergantung pada air hujan yang ditampung menggunakan tandon air hujan. Namun, air hujan yang ditampung sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan air masyarakat, sehingga masyarakat harus membeli dari dusun lain. Ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air menyebabkan kekritisan air. Informasi mengenai tingkat kekritisan air dibutuhkan masyarakat untuk mengetahui ketersediaan air dalam pemenuhan kebutuhan air. Namun, hingga saat ini belum tersedia informasi spasial yang menunjukkan tingkat kekritisan air berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan air di Kalurahan Pacarejo khususnya yang menggunakan tandon air hujan. Tujuan proyek akhir ini adalah menentukan tingkat kekritisan air berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan air di Padukuhan Banyumanik dan Piyuyon.
Pelaksanaan kegiatan proyek akhir dilakukan secara bertahap, mulai dari pengumpulan data hingga visualisasi hasil dalam bentuk peta. Langkah pertama adalah mengumpulkan data curah hujan dan luas atap bangunan yang digunakan untuk menampung air hujan. Data ini digunakan untuk menghitung ketersediaan air dari tandon air hujan. Selanjutnya, kebutuhan air dihitung menggunakan data jumlah penduduk dan jumlah penggunaan air harian, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan Indeks Penggunaan Air (IPA) untuk mengetahui tingkat kekritisan air. Selain itu, pengambilan koordinat titik tandon air hujan dilakukan untuk mengetahui sebaran titik-titik tandon air hujan di Padukuhan Banyumanik dan Piyuyon. Koordinat ini membantu dalam visualisasi sebaran atau distribusi tandon air hujan di kedua padukuhan tersebut.
Dari hasil peta persebaran titik tandon air hujan pada Padukuhan Banyumanik terdapat 36 tandon air hujan, sedangkan pada Padukuhan Piyuyon terdapat 25 tandon air hujan. Tandon air hujan terdiri dari dua jenis, yaitu tandon air hujan tradisional dan tandon GAMA Rainfilter yang sudah dilengkapi dengan filter air. Jumlah ketersediaan air pada kedua padukuhan bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh jumlah curah hujan dan luas atap yang digunakan untuk menampung air hujan. Sementara itu, kebutuhan air dipengaruhi oleh jumlah penduduk masing-masing padukuhan. Hasil perhitungan tingkat kekritisan air di Padukuhan Banyumanik dan Piyuyon menunjukkan bahwa secara keseluruhan berada dalam kondisi tidak kritis kecuali pada bulan Agustus, September dan Oktober. Padukuhan Piyuyon mulai mengalami kritis ringan pada bulan Agustus dengan indeks 31,489%. Kedua padukuhan mengalami kritis berat pada bulan September dengan indeks 108,914% pada Padukuhan Banyumanik dan 340,087% pada Padukuhan Piyuyon. Pada bulan Oktober kedua padukuhan memiliki indeks tidak terdefinisi (?) yang menunjukkan kritis berat, hal ini disebabkan pada bulan Oktober tidak turun hujan, sehingga menyebabkan tidak adanya ketersediaan air hujan yang dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat.
Water availability is a major problem in Gunungkidul Regency, especially in Banyumanik and Piyuyon hamlets. Water sources such as wells, rivers, and PDAM facilities are inadequate, so the community relies on rainwater collected using rainwater tanks. However, the rainwater collected cannot always meet the community's water needs, so the community has to buy from other hamlets. The imbalance between water availability and demand leads to water criticality. Information on the level of water criticality is needed by the community to know the availability of water in meeting water needs. However, until now there has been no spatial information available that shows the level of water criticality based on water availability and demand in Pacarejo Village, especially those who use rainwater tanks. The purpose of this final project is to create a map of the level of water criticality based on the availability and demand of water in Banyumanik and Piyuyon hamlets.
The implementation of the final project activities was carried out in stages, starting from data collection to visualization of results in the form of maps. The first step is to collect rainfall data and the roof area of the building used to collect rainwater. This data is used to calculate the water availability of rainwater reservoirs. Furthermore, water demand is calculated using population data and the amount of daily water use, then continued with the calculation of the Water Use Index to determine the level of water criticality. In addition, the coordinates of the rainwater reservoir points were taken to determine the distribution of rainwater reservoir points in Banyumanik and Piyuyon hamlets. These coordinates help in visualizing the distribution of rainwater tanks in the two hamlets.
From the results of the distribution map of rainwater reservoir points in Banyumanik hamlets there are 36 rainwater reservoirs, while in Piyuyon hamlets there are 25 rainwater reservoirs. Rainwater reservoirs consist of two types, namely traditional rainwater reservoirs and GAMA Rainfilter reservoirs which are equipped with water filters. The availability of water in the two hamlet varies according to rainfall and roof area, as well as the amount of water demand according to the population of each hamlet. The results of the calculation of the level of water criticality in Banyumanik and Piyuyon hamlets show that overall in a non-critical condition except for the months of August, September, and October. Piyuyon hamlet began to experience mild criticality in August with an index of 31.489%. Both hamlets were severely critical in September with an index of 108.914% in Banyumanik and 340.087% in Piyuyon. In October both hamlets had an undefined index (?) which indicates severe criticality, this is because in October no rain occurred or fell, causing the absence of rainwater availability that can meet community water needs.
Kata Kunci : ketersediaan air, kebutuhan air, kekritisan air, tandon air hujan