Manifestasi Bentuk Ketidakadilan Gender dalam Novel: Analisis Isi Manifestasi Bentuk Ketidakadilan Gender dalam Novel "Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam" Karya Dian Purnomo
Annina Hurriyyati Tanzil, Milda Longgeita Br. Pinem, S.Sos., M.A., Ph.D.
2024 | Skripsi | ILMU SOSIATRI
Pada era dewasa ini permasalahan ketidakadilan gender masih menjadi permasalahan yang masih sering ditemukan. Budaya patriarki dan keyakinan kultural masyarakat menjadi salah satu jembatan dalam mensosialisasikan dan menanamkan diskriminasi gender yang ada. Hal ini mengakibatkan banyak muncul praktik-praktik ketidakadilan gender terhadap perempuan yang terlegitimasi oleh budaya dan tradisi, salah satunya dalam praktik “kawin tangkap” yang terjadi di Sumba. Novel sebagai media komunikasi massa memiliki peranan dalam fungsi edukasi dan sosialisasi terhadap masyarakat untuk meningkatkan awareness mengenai permasalahan yang ada disekitar mereka. Novel “Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam” karya Dian Purnomo yang mengangkat cerita mengenai “kawin tangkap” menarasikan bagaimana manifestasi bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi pada perempuan Sumba. Peneliti menggunakan perspektif Mansour Fakih dalam menilai ketidakadilan gender yang terdapat didalam novel. Bentuk ketidakadilan gender tersebut adalah marginalisasi, subordinasi, stereotipe, beban kerja ganda dan kekerasan terhadap perempuan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis isi tematik serta teori analisis gender untuk menjelaskan dan menganalisis fenomena ketidakadilan gender. Setelah dilakukan penelitian, terdapat penemuan diantaranya adalah bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terdapat didalam novel dinarasikan melalui narasi teks. Terdapat kesesuaian bentuk ketidakadilan gender yang terjadi dalam novel dengan kehidupan nyata. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang ditemukan adalah marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan dan beban kerja ganda. Kelompok perempuan dalam masyarakat adat Sumba sulit untuk lepas dari jeratan kawin tangkap dikarenakan peraturan adat yang mengikat serta beratnya sanksi yang diterima.
Berdasarkan hasil temuan, terdapat beberapa rekomendasi yang kemudian dirumuskan, diantaranya adalah untuk para korban kawin tangkap agar tidak takut untuk menyuarakan suaranya dan berani melawan tradisi yang menyimpang. Untuk penulis agar dapat dengan berani melahirkan karya sastra yang mengangkat tema perlawanan perempuan terhadap tradisi menyimpang. Bagi pemangku kepentingan untuk dapat menindaklanjuti persoalan kawin tangkap dengan lebih serius. Kepada media massa untuk dapat lebih aktif melakukan pemberitaan kawin tangkap mengingat masih banyak kasus kawin tangkap yang tidak terungkap ke permukaan. Kepada masyarakat Sumba yang dekat dengan tradisi kawin tangkap agar dapat menumbuhkan rasa empati kepada para korban kawin tangkap, dan menjadi agen yang berperan aktif dalam tindak pencegahan terjadinya penculikan untuk perkawinan paksa. Perlu diadakan sosialisasi secara masif mengenai permasalahan kawin tangkap agar tercipta kesadaran bahwa tradisi tersebut merupakan tradisi yang menyimpang.
In today's era, the problem of gender inequality is still a frequently encountered problem. Patriarchal culture and society's cultural beliefs are a bridge in socializing and instilling existing gender discrimination. This has resulted in the emergence of many practices of gender injustice against women which are legitimized by culture and tradition, one of which is the practice of "arrest marriage" which occurs in Sumba. Novels as a mass communication medium have a role in educational and socialization functions for the public to increase awareness of the problems around them. The novel "Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam" by Dian Purnomo, which tells the story of "captive marriages", narrates the manifestation of forms of gender injustice that occur in Sumbanese women. Researchers use Mansour Fakih's perspective in assessing gender injustice contained in the novel. The forms of gender injustice are marginalization, subordination, stereotypes, double workload and violence against women.
This research uses qualitative research methods with a thematic content analysis approach and gender analysis theory to explain and analyze the phenomenon of gender inequality. After conducting research, there were findings including that the forms of gender injustice contained in the novel were narrated through text narrative. There is a correspondence between the forms of gender injustice that occur in the novel and real life. The forms of gender inequality found are marginalization, subordination, stereotypes, violence and double workload. It is difficult for women groups in the Sumba traditional community to escape the trap of captive marriage due to binding customary regulations and the severity of the sanctions they receive.
Based on the findings, several recommendations were then formulated, including for victims of captive marriages not to be afraid to voice their voices and dare to fight against deviant traditions. For writers to be able to bravely produce literary works that raise the theme of women's resistance to deviant traditions. For stakeholders to be able to follow up on the issue of captive marriage more seriously. For the mass media to be more active in reporting on captured marriages considering that there are still many cases of captured marriages that are not revealed to the surface. To the people of Sumba who are close to the tradition of captured marriages, they can foster a sense of empathy for the victims of captured marriages, and become agents who play an active role in preventing kidnappings for forced marriages. Massive outreach needs to be held regarding the problem of captive marriages in order to create awareness that this tradition is a deviant tradition.
Kata Kunci : Gender, Novel, Kawin Tangkap