Laporkan Masalah

Ketidakmerataan akses pelayanan kesehatan rawat jalan di Indonesia

SUSILOWATI, Promotor Prof.dr. Makmuri Muchlas, Sp.J.,Ph.D

2004 | Disertasi | S3 Ilmu Kesehatan

Latar Belakang : Pembangunan kesehatan di Indonesia telah berhasil menjamin pemerataan tenaga dan fasilitas kesehatan dasar. Namun, hal ini belum cukup menjamin akses pelayanan kesehatan yang merata di berbagai strata masyarakat karena akses terhadap pelayanan kesehatan dasar juga ditentukan oleh potensi tiap rumah tangga dan masyarakat untuk mendapatkan akses. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menilai ketidakmerataan akses rumah tangga terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan di Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode Penelitian : Penelitian berdasarkan pengamatan (observational) ini menggunakan 2 sumber data, yaitu Sakerti2 (1997) dan kasus malaria di Kabupaten Kulon Progo (2001). Data Sakerti2 yang dikumpulkan dengan metode sampel kompleks di 13 propinsi menjadi data utama dalam penelitian ini karena mampu mewakili populasi Indonesia. Sebagai data pendukung, kasus malaria di Kabupaten Kulon Progo memiliki kelebihan, yaitu secara spesifik mampu menunjukkan ketidakmerataan akses pada tingkat kabupaten dan pada kondisi tertentu (malaria), serta menyediakan data kebutuhan kesehatan pada tingkat evaluatif. Kedua data dianalisis dengan analisis univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan STATA versi 6.0 (data Sakerti2) dan SPSS versi 10.0 (data kasus malaria). Hasil : Biaya transpor di Indonesia sangat bervariasi antarpropinsi tergantung pada kondisi geografis (CV=307%). Waktu tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan juga bervariasi lebar (CV=163%) antarpropinsi di Indonesia. Kemampuan membayar di Indonesia (CV=253%) dan di berbagai propinsi juga bervariasi lebar dengan distribusi yang tampak menceng ke kanan. Variasi proporsi rumah tangga dengan asuransi/jaminan kesehatan antarpropinsi mencapai lebih dari 3 kali lipat. Faktor potensi akses terpenting bagi rumah tangga adalah aksesibilitas yang meliputi biaya transpor dan waktu tempuh, serta keterjangkauan biaya yang meliputi asuransi/jaminan kesehatan dan kemampuan membayar. Model ketidaksesuaian akses menunjukkan bahwa faktor yang memberikan sumbangan menurunkan kemungkinan terjadinya berbagai ketidaksesuaian akses di Indonesia adalah pendidikan, status sosial ekonomi, dan tempat tinggal (perdesaan/perkotaan). Faktor-faktor kebutuhan kesehatan, yaitu hari hilang akibat sakit serta keberadaan balita dan lansia terbukti bukan menjadi penentu penting dari akses. Kesimpulan : Potensi akses terpenting bagi rumah tangga terdiri atas biaya transpor, waktu tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan, tersedianya asuransi/jaminan kesehatan dan kemampuan membayar rumah tangga. Ketidakmerataan serius dalam akses pelayanan kesehatan rawat jalan ditunjukkan oleh ketimpangan berbagai faktor yang merupakan potensi akses, ketimpangan akses riil pelayanan kesehatan, ketidakmerataan akses pelayanan kesehatan secara horizontal dan vertikal, serta ketidaksesuaian antara potensi akses dan pemanfaatannya. Ketidaksesuaian antara potensi akses dengan pemanfaatannya berkaitan dengan faktor pendidikan, kondisi sosial ekonomi dan tempat tinggal (perdesaan/perkotaan). Karena ketidaksesuaian ini lebih dipengaruhi oleh stratifikasi sosial dibandingkan kebutuhan kesehatan, berarti terdapat ketidakmerataan akses yang seharusnya dapat dihindari dan bukan merupakan pilihan masyarakat.

Background: Health development in Indonesia has been successful to ensure the distribution of manpower and basic health facilities. However, it does not ensure an equity of access to health service among various levels of society. This is because access to primary health care is also determined by household and society potential to obtain the access. Objectives: The general objective of this research was to determine inequity of a household’s access to outpatient health care and the factors contributing to this inequity. Methods: This was an observational study, which employed two kinds of data, i.e. data of Sakerti2 (1997) and of the Malaria Case in Kulon Progo Regency (2001). The Sakerti2 data collected using a complex sample method from 13 province became the main data as they represent population in Indonesia. The data of Malaria Case in Kulon Progo, which were used as support, offer an advantage, i.e. specifically revealing access inequity in regency level under a certain condition (malaria) and provide data of health need at an evaluation level. The analysis for both data was univariate, bivariate and multivariate using STATA version 6.0 (Sakerti 2 data) and SPSS version 10.0 (malaria case data). Results: Transportation cost in Indonesia greatly varies among province depending on geographical conditions (CV=307%). The travel time to the health care facility also greatly varies (CV=163%) among the provinces. The ability to pay in Indonesia (CV=253%) also varies with a distribution generally skewing to the right. The variation of proportion of household having health insurance/scheme among the provinces reaches more than 3 times. The most important factor of potential access was accessibility that encompasses transportation cost and travel time to reach health care facility and affordability that comprises health insurance/scheme and financial capability. The model of inappropriateness of access demonstrates the factors giving contribution to decreasing probability for inequity of access in Indonesia are education, socioeconomic status and residence (urban/rural). The factors of health needs, i.e., lost days due to illness, the availability of children-under-five and elderly within household, are proven to be less important determinant for access. Conclusion: The most important potentials access for household consist of transportation costs, travel time to the health care facility, availability of health insurance/scheme and household’s ability to pay for health services. A serious inequity in access to outpatient health care facility is indicated by inequality of some factors that are potential for access, inequality of real access to health services, horizontal and vertical inequity of access to health service, and inequity between the potential access and the use of services. Inappropriateness between the potential access and the use of services relates to the factors of education, social economic status, and residence (urban/rural). Since the inappropriateness is affected more by social stratification than by health need, therefore, this inequity should be prevented and not be regarded as people’s choice.

Kata Kunci : Pelayanan Kesehatan,Rawat Jalan,Ketidakmerataan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.