Pemilihan bahasa dalam masyarakat dwibahasa :: Kajian sosiolinguistik di Banyumas
ROKHMAN, Fathur, Promotor Prof.Dr. H. Soepomo Poedjosoedarmo
2003 | Disertasi | S3 Ilmu BudayaPemilihan bahasa dalam masyarakat dwibahasa dan diglosik, seperti masyarakat Banyumas merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji dari perspektif sosiolinguistik. Fenomena tersebut bertemali bukan hanya dengan aspek kebahasaan semata, melainkan juga dengan aspek sosial budaya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap aspek-aspek pemilihan bahasa dalam MB. Aspek pemilihan bahasa yang dimaksud mencakupi: 1) karakteristik situasi kebahasaaan MB, 2) variasi kode dalam pemilihan bahasa; 3) faktor penentu pemilihan bahasa, 4) wujud alih kode, 5) wujud campur kode; 6) faktor penentu alih kode, dan 7) faktor penentu campur kode dalam MB. Untuk mengungkap akar permasalahan dalam penelitian ini digunakan pendekatan teoretis sosiolinguistik dan pendekatan metodologis kualitatif model etnografi komunikasi. Sumber data adalah tuturan dalam berbagai peristiwa tutur alami pada ranah keluarga, ranah pemerintahan, ranah pendidikan, ranah keagamaan, ranah upacara adat, dan ranah pergaulan dalam masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dan metode cakap. Kedua metode itu dijabarkan ke dalam teknik-teknik bawahannya, baik bawahan yang sifatnya dasar maupun yang sifatnya lanjutan. Teknik bawahan untuk metode simak yang diterapkan dalam penelitian ini adalah (1) teknik simak libat cakap, (2) teknik simak bebas libat cakap, (3) teknik rekam, dan (4) teknik catat, sedangkan teknik bawahan untuk metode cakap adalah (1) teknik cakap semuka, (2) teknik cakap tansemuka, (3) teknik rekam, dan (4) teknik catat. Data yang berhasil disediakan dan telah diklasifikasikan selanjutnya dianalisis dengan metode analisis kontekstual. Temuan penelitian ini dapat dipaparkan secara ringkas sebagai berikut. Pertama, karakteristik situasi kebahasaan MB ditandai dengan adanya kontak bahasa dan kontak dialek yang menjadikan MB sebagai masyarakat yang bilingual. MB juga merupakan masyarakat yang diglosik, yang ditandai dengan kehadiran BJ dan BI beserta masing-masing ragamnya, serta bahasa lain yang memiliki peran masing-masing dalam berbagai ranah pemilihan bahasa. Namun demikian, perembesan diglosia tampak terjadi terutama pada ranah keluarga. Kedua, varisi kode bahasa yang merupakan khazanah bahasa MB mencakupi (1) kode yang berwujud bahasa, meliputi a) bahasa Indonesia, dan b) bahasa Jawa; (2) kode yang berwujud dialek, meliputi a) bahasa Jawa dialek Banyumas, dan b) bahasa Jawa dialek standar; 3) kode yang berwujud tingkat tutur, meliputi: a) tingkat tutur krama dan b) tingkat tut ur ngoko; dan 4) kode yang berwujud ragam, meliputi: a) ragam formal, b) ragam nonformal, dan c) ragam indah. Ketiga, pemilihan bahasa pada MB dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan budaya. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor (1) penutur, meliputi: a) aspirasi penutur, b) jenis kelamin, c) usia, dan d) pendidikan; (2) mitra tutur, meliputi: a) status sosial, dan b) tingkat keakraban; (3) peserta tutur ketiga; (4) situasi tutur; (5) tujuan tutur; (6) pokok tutur; dan (7) norma tutur. Keempat, pemilihan bahasa pada MB memunculkan kecenderungan alih kode dan campur kode. Alih kode yang terjadi pada peristiwa tutur pada MB menurut dasar kode bahasa mencakupi (1) alih kode dengan dasar bahasa Jawa; dan (2) alih kode dengan dasar bahasa Indonesia. Pada kategori pertama terdapat dua jenis alih kode, yaitu (1) alih kode dengan dasar bahasa Jawa ragam ngoko; dan (2) alih kode dengan dasar bahasa Jawa ragam krama. Pada kategori kedua terdapat pula dua jenis alih kode, yaitu (1) alih kode dengan dasar bahasa Indonesia ragam formal; dan (2) alih kode dengan dasar bahasa Indonesia ragam nonformal. Kelima, faktor-faktor sosial yang mempengaruhi munculnya alih kode dalam peristiwa tutur pada MB meliputi (1) perbedaan status sosial; (2) kehadiran penutur ketiga; dan (3) penciptaan jarak sosial. Faktor-faktor budaya yang mempengaruhi munculnya alih kode meliputi (1) tenggang rasa; (2) keselarasan; dan (3) hormat. Keenam, variasi campur kode berdasarkan dasar bahasa meliputi (1) campur kode dengan dasar bahasa Indonesia, (2) campur kode dengan dasar bahasa Jawa Ngoko, dan (3) campur kode dengan dasar bahasa Jawa Krama. Berdasarkan wujud kebahasaan, campur kode yang terjadi pada peristiwa tutur di Banyumas dapat berupa kata, frase, klausa dari bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Arab yang disisipkan dalam tuturan dengan kode bahasa Jawa. Campur kode itu juga dapat berupa kata, frase, klausa dari bahasa Jawa, bahasa Inggris, dan bahasa Arab yang disisipkan dalam tuturan dengan dasar kode bahasa Indonesia. Ketujuh, faktor-faktor sosial yang menentukan terjadinya campur kode adalah (1) keterbatasan penguasaan kode; dan (2) penggunaan istilah yang lebih populer. Faktor budaya yang menentukan terjadinya campur kode adalah (1) hormat terhadap mitra tutur; dan (2) rendah hati.
Language choice in bilingual society, like the choice of language in Javanese community in Banyumas is an interesting phenomenon to be discussed from sociolinguistics since this phenomenon is not only related to linguistics aspect but also to the social cultural aspects. The objectives of this study are to uncover 1) the variant form of language choice in Javanese community in Banyumas; 2) the pattern of language choice in Javanese community in Banyumas 3) the social cultural factors determining language choice in Javanese community in Banyumas. Sociolinguistics approaches are used to discuss the root of the problems. Two data collecting methods are implemented through this research namely (1) the participation method and (2) the interview method. Whereas in their implementation, their method are elaborated further into their corresponding basic and advanced data collecting techniques. The advance techniques for the participant method are as follows (1) the involvement conversation technique, (2) the free- involvement conversation technique, (3) the recording technique, and (4) the noting technique. Whereas the advanced techniques for the interview method are (1) the face-to-face interview technique, (2) the non face-to-face interview technique, (3) the recording technique, and (4) the noting technique. The data, which have been properly collected and carefully classified, are then analyzed by using the contextual data analysis method. The findings of research forming the result of the overall analysis could be summarized as follows. First, variation of language code, the repertoire of language of bilingual Javanese-Indonesian society in Banyumas, includes the followings (1) code in the form of language, including a) Indonesian, b) Javanese, c) Arabic, d) English and e) Chinese; (2) code in the form of dialect, including a) Javanese of Banyumas dialect and b) Javanese of standard dialect; (3) code in the form utterance levels, including a) level of "krama" utterances (basa/being polite) and b) level of "ngoko" utterances; and (4) code in the form of register, including a) formal register, b) informal register, c) literary register. The pattern of choosing language code in this bilingual community appears in (1) intralanguage code variation, (2) code-switching and (3) code-mixing. Code switching occurred in the utterances in Banyumas based on the language code includes (1) Code-switching based on Javanese, (2) Code-switching based on Indonesian. In the first categories there are two kinds of code switching, those are (1) Code-switching based on Javanese of "ngoko" register and (2) Code-switching based on Javanese of "krama" register. There are various kinds of code mixing viewed from the basis of language such as (1) code-mixing based on Indonesian; (2) code-mixing based on "ngoko" Javanese and (3) code-mixing based on "krama" Javanese. In the basis of linguistics form, code mixing occurred in Banyumas can be in the form of words, phrases, clauses of Indonesian, English, and Arabic mixed in the utterances with the Javanese code. The code mixing is also found as words, phrases, clauses of Indonesian, English, and Arabic mixed in the utterance based on Indonesian code. Choice of language code in the bilingual Javanese-Indonesian community in Banyumas is influenced by various social and cultural factors. The social factors significantly giving influences are (1) the factors of speaker, including a) the personality of speaker, b) sex, c) age and d) language ability; the factors of speaker's partner, including a) social status, b) level of intimacy; (3) the existence of the third participant; (4) the intention of utterance; (5) the main utterance and the norm of utterance. The social factors affecting in the bilingual Javanese-Indonesian community in Banyumas are (1) the distinction of social status; (2) the existence of the third speaker; (3) the social gap. The cultural factors influencing the code switching are (1) thoughtful value; (2) harmony value; (3) respectful value .The social factors due to the code-mixing are (1) the limit of code mastery; (2) the use of more popular terms. The cultural factors affecting the code mixing are (1) respect to the participants; and (2) being low character.
Kata Kunci : Sosiolinguistik,Pemilihan Bahasa,Masyarakat Dwibahasa