Dinamika spasial industri manufaktur berorientasi ekspor Indonesia, 1990-1999

WAHYUDDIN, Muhammad, Promotor Prof.Dr. Sudarsono, MSc

2004 | Disertasi | S3 Ilmu Ekonomi

Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengidentifikasi lokasi dan konsentrasi spasial industri manufaktur di Indonesia yang berorientasi ekspor pada tingkat propinsi dan kabupaten/kota; (b) menganalisis ketimpangan spasial dan perubahan struktural pada industri manufaktur Indonesia yang berorientasi ekspor tahun 1990-1999; (c) menjelaskan faktor-faktor yang memprediksi klasifikasi ekspor industri manufaktur berdasarkan lokasi pada tingkat kabupaten/kota. + Dalam konteks perdebatan literatur, studi ini mencoba mengisi kekosongan studi empiris dengan perspektif keterkaitan antara industri, ekonomi, geografi, urbanisasi, dan perdagangan internasional. Penelitian didasarkan pada data mentah (unpublished and unprocessed data) Survei Industri Besar dan Sedang dari BPS tahun 1990-1999. Unit analisis studi ini adalah perusahaan yang diagregasi dalam kabupaten/kota dan industri dengan ISIC 2 digit. Dengan analisis Sistem Informasi Geografis (GIS), studi ini menemukan bahwa industri manufaktur berorientasi ekspor terkonsentrasi secara spasial di tiga pulau utama, yaitu Pulau Jawa, Pulau Sumatra, dan Pulau Kalimantan. Konsentrasi spasial tersebut berkaitan dengan banyaknya kawasan industri di tiga pulau utama tersebut. Penelitian ini juga membuktikan bahwa keberadaan pelabuhan-pelabuhan dan ukuran pasar di industri tersebut cenderung meningkatkan ekspor. Tren ketimpangan spasial industri manufaktur berorientasi ekspor di Indonesia, yang dianalisis dengan indeks entropi Theil, memperlihatkan pola “kurva-U”. Pola menurun dari tren indeks entropi total pada periode sebelum tahun 1994 mencerminkan adanya peningkatan penyebaran industri manufaktur di Indonesia. Namun pola sebaliknya terjadi antara tahun 1994 hingga 1999, di mana konsentrasi spasial cenderung meningkat. Temuan ini diperkuat dengan uji Chow dan CUSUM Kuadrat, yang memberikan bukti kuat terjadinya perubahan struktural dalam orientasi ekspor secara regional selama periode 1990-1996 dan periode 1997-1999. Faktor penyebab perubahan orientasi ini adalah diluncurkannya beberapa paket deregulasi perdagangan tahun 1996-1997 dan pengaruh krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997. Isyu sentral dalam ekonomi regional dan geografi ekonomi adalah mengapa (“why”) konsentrasi spasial terjadi. Dengan model regresi logistik dianalisis faktor-faktor mengapa konsentrasi ekspor industri manufaktur industri manufaktur berlokasi di daerah tertentu. Model regresi logistik binari mampu mengklasifikasikan industri manufaktur berorientasi ekspor lebih tepat dibandingkan dengan model regresi logistik multinomial, namun tanda dan koefisien regresi logistik model binari dan multinomial ternyata konsisten. Dari kedua model ini diperoleh temuan bahwa faktor-faktor yang signifikan memprediksi orientasi ekspor secara regional adalah: (1) struktur pasar yang tidak sempurna; (2) skala ekonomis yang semakin baik; (3) kandungan impor yang semakin tinggi; (4) investasi asing langsung; (5) ukuran pasar yang semakin besar; dan (6) kawasan industri. Temuan penting lainnya adalah ditolaknya faktor endowment yang dikemukakan para ekonom Neo-Klasik (e.g. Heckser-Ohlin) dan pola historis yang ditekankan oleh madzhab Teori Perdagangan Baru.

This study aims to: (a) identify the spatial location and concentration of export-oriented manufacturing industries in Indonesia, at the level of province and district/city; (b) analyze the spatial disparity and the structural change of the Indonesian export-oriented manufacturing industries in 1990-1999; and (c) illuminate some key predictors of regional export of Indonesia’s manufacturing industries. As far as the literature is concerned, this study attempted to fill the gap in empirical studies with respect to industry, economics, geography, urbanization, and international trade. It relied heavily on the Survey of Large and Medium-size Industry, in particular the unpublished and unprocessed data, from the Central Body of Statistics (BPS) over the period 1990 to 1999. The units of analysis in this study are establishments aggregated within various districts/cities and twodigit ISIC industries. Having applied a Geographical Information System (GIS), this study found that export-oriented manufacturing industries had been concentrated spatially in three main islands, namely: Java, Sumatra, and Kalimantan. The spatial concentration was closely related to the number of industrial areas in those islands, together with the existence of seaports and market size. The trend of spatial concentration in export-oriented manufacturing industries was analyzed by Theil’s entropy index. The empirical study found a “Ucurve” pattern, implying a declining pattern prior to the 1994 was followed by an increasing trend afterwards. The former indicated a dispersion of export-oriented manufacturing industries, while the latter showed an increasing trend of spatial concentration. The findings were affirmed by the Chow and CUSUM of Squares tests, giving a strong evidence of a structural change in the regional export orientation during the 1990-1996 and the 1997-1999 period. The dramatic change was largely due to the launching of some packages of trade deregulation in the 1996-1997 and the emergence of economic crisis since the mid of 1997. The central issue in regional and economic geography is “why” the spatial concentration occurs. Logistic regression model was applied to explain why manufacturing industries concentrated on certain locations. The binary logistic regression model was proved better than multinomial logistic regression in predicting export -oriented manufacturing industries. Nevertheless the sign and coefficients of binary logistic model were consistent with those of multinomial logistic regression. The two models found that the significant predicting factors of the regional export orientation were: (1) imperfect market structure; (2) better economies of scale; (3) higher import content; (4) direct foreign investment; (5) larger market size; and (6) industrial areas. Other important findings of this study were that factor endowments argued by Neo-Classical economists (e.g. Heckser- Ohlin) and historical pattern stressed by New Trade Theory school can be rejected.

Kata Kunci : Industri Manufaktur,Indonesia,Ekspor 1990,1999, manufacturing industries