BATAVIAASCH GENOOTSCHAP DAN PRODUKSI PENGETAHUAN KOLONIAL DI MASA PEMERINTAH INGGRIS DI JAWA, 1811-1816
Muhamad Hasan Darojat, Dr. Farabi Fakih, M.Phil.
2024 | Tesis | S2 Sejarah
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen, yang dibentuk pada tanggal 24 April 1778, merupakan perhimpunan
terpelajar pertama yang didirikan oleh orang Eropa di Asia. Lembaga ini
memainkan peran penting dalam produksi pengetahuan kolonial, yang mendukung
keberadaan dan dominasi kolonialis. Hal ini khususnya terlihat ketika lembaga
tersebut berada di bawah naungan pemerintah Inggris di Jawa mengingat orang-orang
Inggris memiliki pengalamannya sendiri menciptakan paralelisme antara akumulasi
pengetahuan dan ekspansi imperial.
Dengan menggunakan metode sejarah, penelitian ini
bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara Bataviaasch Genootschap dan
pemerintah kolonial selama pemerintahan Inggris di Jawa serta hubungan antara
produksi pengetahuan kolonial dan imperialisme. Selama periode ini, Letnan-Gubernur
Thomas Stamford Raffles tidak hanya memegang otoritas pemerintah kolonial
tertinggi di Jawa (1811-1816), tetapi juga dipilih untuk memimpin perhimpunan
ini (1812-1816). Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah institusional
dalam mengidentifikasi reformasi Bataviaasch Genootschap pada masa tersebut,
serta pendekatan sejarah pengetahuan untuk menganalisis produk-produk
pengetahuan Bataviaasch Genootschap dalam jilid 7 (1814) dan jilid 8 (1816) dari
Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap untuk menemukan
pengetahuan kolonial dan tendensi-tendensi imperialisnya.
Studi ini menemukan bahwa di bawah kekuasaan Inggris, Bataviaasch Genootschap kembali ditarik lebih dekat dengan pemerintah kolonial, setelah sebelumnya menjaga jarak dengan pemerintah melalui reorganisasi pada awal dekade pertama abad kesembilanbelas. Hal ini memungkinkan Raffles untuk memanfaatkan lembaga tersebut demi kepentingan politik imperialisnya. Periode ini ditandai dengan perubahan aturan masyarakat dengan menjadikan Asiatic Society di Kalkuta sebagai model serta kolaborasi antara orang-orang Inggris dan Belanda. Studi ini juga menemukan bahwa dalam periode ini Bataviaasch Genootschap menghasilkan pengetahuan alam yang berguna untuk mendukung eksistensi mereka dan mengendalikan koloni, pengetahuan sosial, yang memperlihatkan strategi diskursif untuk membenarkan penguasaan atas kepulauan Indonesia dengan Jawa sebagai pusatnya, dan pengetahuan kepurbakalaan untuk mengendalikan wacana tentang penduduk lokal.
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen, formed on April 24, 1778, was the first learned society founded
by Europeans in Asia. This institution played a significant role in the
production of colonial knowledge, which supported the existence and dominance
of the colonizers. This was particularly evident when the institution was under
the auspices of the British government in Java as the British had its own
experience of creating a parallelism between knowledge accumulation and
imperial expansion.
Using the historical method, this study aims to show
the relationship between the Bataviaasch Genootschap and the colonial
government during the British rule in Java and the relationship between
colonial knowledge production and imperialism. During this period,
Lieutenant-Governor Thomas Stamford Raffles not only held the highest colonial
government authority in Java (1811-1816), but was also chosen to lead this
society (1812-1816). This study uses an institutional history approach in
identifying the reformation of Bataviaasch Genootschap during this period, as
well as the history of knowledge to analyze the knowledge products of
Bataviaasch Genootschap in volume 7 (1814) and volume 8 (1816) of Verhandelingen
van het Bataviaasch Genootschap in order to find colonial knowledge and its
imperialist tendencies.
This study finds that under the British rule, Bataviaasch Genootschap was again drawn closer to the colonial government, after previously distancing itself from the government through reorganization in the early first decade of the nineteenth century. This allowed Raffles to use the institution for his imperialist political interests. This period was marked by the change in the rules of society by using the Asiatic Society in Calcutta as a model and the collaboration between the British and the Dutch. This study also finds that in this period Bataviaasch Genootschap produced natural knowledge useful for supporting their existence and controlling the colony, social knowledge that showed a discursive strategies to justify rule over the Indonesian archipelago with Java as the center, and archaeological knowledge to control the discourse about local people.
Kata Kunci : Bataviaasch Genootschap, ekspansi imperial, perhimpunan terpelajar, produksi pengetahuan kolonial, Thomas Stamford Raffles/Bataviaasch Genootschap, imperial expansion, learned society, production of colonial knowledge, Thomas Stamford Raffles