Pemodelan Sistem Konseptual Panas Bumi Radiogenik Pulau Bangka Berdasarkan Data Magnetotelurik, Analisa Produksi Panas Radiogenik dan Geokimia
Rahmat Nawi Siregar, Prof. Dr. Sismanto, M.Si, Prof. Dr. Ir. Agung Harijoko, S.T., M.Eng., IPM, Prof. Dr. Eng Kuwat Triyana, M.Si
2024 | Disertasi | S3 Ilmu Fisika
Kehadiran manifestasi panas bumi Pulau Bangka dengan ketiadaan aktivitas gunungapi dan tingkat seismisitas rendah telah menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti. Panas bumi Pulau Bangka dikategorikan sebagai sistem panas bumi radiogenik, suatu sistem panas bumi yang sangat langka di dunia dan masih sangat jarang diteliti. Penelitian ini merupakan studi terpadu pertama dalam perumusan model konseptual sistem panas bumi radiogenik dengan menggunakan analisa produksi panas radiogenik, metode geokimia dan metode magnetotelurik.
Hasil analisa menunjukkan bahwa produksi panas radiogenik di bagian utara Pulau Bangka adalah 28,5-38,34 Wm-3, di bagian selatan Pulau Bangka adalah 28,3-49,5 Wm-3 dan nilai terbesar berada di bagian tengah pulau dengan nilai 20-182 Wm-3. Sebagai perbandingan dengan sabuk granit yang sama dengan Malaysia, produksi panas granit Pulau Bangka lebih tinggi empat kali dari produksi panas granit Semenanjung Malaysia. Granit air panas mempunyai kandungan unsur radioaktif yang sangat tinggi (U: 170-438 ppm, Th: 26-831 ppm dan K:12-22%). Hasil analisa petrografi menunjukkan bahwa tingginya kandungan unsur radioaktif erat kaitannya dengan kehadiran mineral muskovit, biotit dan zircon sebagai host mineralisasi unsur radioaktif.
Analisa geokimia menunjukkan bahwa air panas Pulau Bangka umumnya masuk ke dalam kelompok air karbonat-tak matang (immature) yang terdiri dari Pemali, Terak, Celuak, Keretak, Sadap dan Nyelanding, sedangkan Permis dan Dendang dikategorikan sebagi air panas klorida-matang sebagian (partial equilibrium). Geotermometer multikomponen menunjukkan suhu panas reservoir panas bumi Pulau Bangka adalah 88-111 C dan dikelompokkan sebagai sistem panas bumi entalpi sedang-rendah dengan nilai 264-372 kJ/kg. Hasil pengukuran magnetotelurik menyimpulkan bahwa sistem panas bumi Pulau Bangka mempunyai reservoir yang terpisah satu sama lain dengan kedalaman yang bervariasi. Model konseptual panas bumi radiogenik Pulau Bangka terdiri dari granit sebagai sumber panas (heat source), lapisan batuan penudung (cap rocks), reservoir, struktur geologi dan lapisan sedimen formasi Tanjung Genting. Lapisan sedimen tersebut menyelimuti lapisan penudung yang menyebabkan panas dari bawah permukaan tertahan, sehingga suhu air panas sedang-rendah (70-35 C) muncul ke permukaan.
The presence of geothermal manifestations in Bangka Island with the absence of volcanic activity and relatively low seismicity activity has been an intriguing question to address. The Bangka geothermal field is classified as a radiogenic geothermal system which poorly understood due to its rare occurance. This study is the first to integrate the conceptual model of radiogenic geothermal system based on radiogenic heat production analysis, geochemistry methods and magnetotelluric method.
The result indicate the average radiogenic heat production of northern Bangka Island range from 28,5 to 38,34 ?Wm-3, the southern part of the island range from 28.3 to 49.5 ?Wm-3 and the highest productions were recognized in the middle part of the island with 20-182 ?Wm-3. In comparison to similar granite belt located in Malaysia, heat production of granitoid in Bangka hot spring was four times higher which possibly due to their difference granite origin i.e, upper crust origin granite (Bangka) and middle crust origin granite (Malaysia). High concentration of radioactive elements were found in Bangka hot spring granite with 170-438 ppm of U, 26-831 ppm of Th and 12-22% of K. The petrographic analysis revealed that high radioactive elements were related to the the prensence of secondary minerals such as muscovite, biotite and zircon which act as host for radioactive mineralization.
Based on geochemistry analysis, our results show that hot spring waters were classified into two categories; immature-carbonate water (Pemali, Terak, Keretak, Celuak, Sadap and Nyelanding) and partial equilibrium-chloride water (Permis and Dendang). The reservoir temperatures were estimated by multicomponent geometer (88-111°C) and classified as the medium-low enthalpy (264-372 kJ/kg) geothermal system. The magnetotelluric method showed that Bangka geothermal systems were related to different reservoir with various depths. The conceptual model of Bangka radiogenic geothermal system consists of granite as heat source, cap rocks, reservoir, geological structure and resistive Tanjung Genting sediment layer. This sediment layer covers all over cap rocks region which later resist the heat and contribute to low-medium temperature (70-35°C) manifestations.
Kata Kunci : Panas bumi radiogenik, analisa produksi panas radiogenik, magnetotelurik, geokimia air panas, granit