MANAJEMEN KOMUNIKASI KRISIS LEMBAGA PEMERINTAH (Studi Kasus Humas Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Dalam Menghadapi Krisis Reputasi Periode Maret 2022-Maret 2023)
Assyifa Gema Ayu Mandalika, Dr. Muhamad Sulhan, S.I.P., M.Si.
2024 | Tesis | S2 Ilmu Komunikasi
Komunikasi memiliki peran vital dalam aktivitas organisasi, terutama dalam konteks lembaga pemerintah seperti Kementerian ATR/BPN yang bertanggung jawab atas manajemen tanah, properti, dan tata ruang di Indonesia. Manajemen komunikasi krisis menjadi krusial dalam mempertahankan kepercayaan publik dan memastikan kelangsungan organisasi saat menghadapi tantangan kompleks, seperti kasus flexing dan penerbitan sertifikat tanah fiktif. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana strategi manajemen komunikasi krisis dan efektivitas strategi yang dialakukan oleh Kementerian ATR/BPN dari Maret 2022 hingga Maret 2023, dengan menerapkan perspektif Government Public Relations (GPR)dan kerangka kerja manajemen komunikasi krisis Timothy W. Coombs. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan paradigma konstruktivisme dan metode studi kasus dari Robert K. Yin untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai objek yang diteliti. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam serta dokumentasi berkas. Hasil akhir dari penelitian ini Humas Kementerian ATR/BPN menunjukkan keunikan dalam strategi manajemen komunikasi krisis yang diambil. Tidak dibentuknya tim khusus krisis, melainkan mengandalkan instruksi langsung dari pimpinan dan tupoksi divisi pemberitaan. Pada tahap pra-krisis, mereka aktif melakukan monitoring media mingguan dan bulanan serta mengadakan media gathering untuk menjaga hubungan baik dengan media massa dan mendeteksi isu potensial sejak dini. Saat krisis, seperti kasus flexing Sudarman Harjasaputra dan penerbitan 12.000 sertifikat tanah fiktif, humas melakukan pemantauan intensif terhadap pemberitaan dan tren percakapan di media sosial, memilih juru bicara yang memiliki kredibilitas tinggi, serta menggunakan siaran pers dan konferensi pers untuk mengontrol narasi. Kolaborasi dengan lembaga eksternal seperti KPK dan BPKP memperkuat transparansi dan akuntabilitas. Setelah krisis mereda, evaluasi dilakukan dengan menganalisis sentimen media dan tonase negatif untuk menilai dampak dan efektivitas strategi yang diterapkan. Pendekatan berbasis instruksi langsung ini menunjukkan efektivitas dalam memulihkan reputasi dan menangani krisis, meskipun tidak sepenuhnya mengikuti teori manajemen komunikasi krisis formal seperti SCCT atau IRT.
Communication plays a vital role in organizational activities, particularly within government institutions such as the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency (ATR/BPN), which is responsible for managing land, property, and spatial planning in Indonesia. Crisis communication management becomes crucial in maintaining public trust and ensuring organizational continuity when facing complex challenges, such as the flexing case and the issuance of fictitious land certificates. This research aims to understand the crisis communication management strategies and their effectiveness, as implemented by the Ministry of ATR/BPN from March 2022 to March 2023, using a Government Public Relations (GPR) perspective and Timothy W. Coombs' crisis communication management framework. This study employs a qualitative research approach within a constructivist paradigm and utilizes Robert K. Yin’s case study method to gain an in-depth understanding of the research subject. Data collection techniques include in-depth interviews and document analysis. The findings reveal a unique approach to crisis communication management within the ATR/BPN's public relations (Humas) division. Instead of forming a dedicated crisis team, the division relied on direct instructions from leadership and the regular duties of the news division. During the pre-crisis stage, the public relations team actively engaged in weekly and monthly media monitoring and held media gatherings to maintain positive relationships with the media and to detect potential issues early on. During the crisis, such as the Sudarman Harjasaputra flexing case and the issuance of 12,000 fictitious land certificates, the public relations team intensively monitored media coverage and social media trends, selected highly credible spokespeople, and utilized press releases and conferences to control the narrative. Collaborations with external agencies such as the Corruption Eradication Commission (KPK) and the Financial and Development Supervisory Agency (BPKP) strengthened transparency and accountability. Following the resolution of the crisis, evaluations were conducted by analyzing media sentiment and negative tonality to assess the impact and effectiveness of the strategies implemented. This direct-instruction-based approach proved effective in restoring the organization’s reputation and managing the crises, although it did not fully align with formal crisis communication management theories such as the Situational Crisis Communication Theory (SCCT) or Image Repair Theory (IRT).
Kata Kunci : Manajemen Komunikasi Krisis, Humas Pemerintah, Kementerian ATR/BPN