GERAKAN GLOBAL NAHDLATUL ULAMA: ARTIKULASI KHITTAH, STRUKTUR PERISTIWA, DAN PELUANG POLITIK
Chanif Ainun Naim, Muhammad Najib Azca, Ph.D.
2024 | Tesis | S2 Sosiologi
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan peristiwa penting dalam sejarah NU, konteks sosial, serta peluang politik bagi gerakan globalnya. Karena itu, ada dua pertanyaan penelitian yang dijawab: 1) apa saja struktur peristiwa yang menentukan keterlibatan NU di tingkat global dan peluang politik apa yang memungkinkan peristiwa tersebut terjadi?; dan 2) bagaimana NU memobilisasi sumber daya dan mengartikulasikan nilai universalitas Islam dalam gerakan globalnya? Dua pertanyaan pokok ini dijawab dengan memaparkan terlebih dahulu bagaimana Khittah NU diartikulasikan dengan tradisi diskursif sebagai titik balik bagi NU sebagai organisasi sosial keagamaan.
Penelitian ini adalah analisis struktur peristiwa dalam disiplin Sosiologi Sejarah. Data penelitian didapatkan melalui observasi terhadap interaksi, diskusi, dan proses pengambilan keputusan NU; analisis dokumen yang diterbitkan oleh NU; kategorisasi dokumen; analisis video, analisis narasi; dan penyusunan diagram alur peristiwa. Analisis data dilakukan dengan mengikuti alur metode event-structure analysis yang dikembangkan oleh Larry J. Griffin, yaitu analisis kronologis; mengajukan pertanyaan faktual dan kontra-faktual; dan interpretasi kronologi peristiwa.
Temuan penelitian ini berkesimpulan: pertama, konteks sosial-politik global pasca-Perang Dingin berupa kebangkitan agama transnasional serta berbagai konflik dan kekerasan selama masa transisi demokrasi Indonesia memberi NU peluang untuk mempromosikan Islam moderat dan penciptaan perdamaian berdasarkan tradisi diskursif Islam yang dipraktikkan secara konkret oleh NU dan pesantren. Gerakan global NU adalah respons atas fenomena tersebut, dimulai dari ICIS, ISOMIL, GUF, dan berpuncak pada deklarasi Humanitarian Islam hingga Forum R20. Kedua, NU memobilisasi sumber daya kultural dan politik berupa tradisi diskursif Islam universal yang tampak dari praktik konkret pesantren, yang dimungkinkan oleh momentum NU kembali ke Khittah 1926 dan melalui dualistic political strategy. Artikulasi universalitas Islam dibingkai dalam wacana Islam Nusantara, Humanitarian Islam, dan integrasi maqashid al-shari’ah dengan Piagam PBB. Penolakan NU terhadap Khilafah universal dan seruan untuk rekontekstualisasi fikih menjadi batas politik NU dalam menantang interpretasi monolitik Islam dan dominasi neoliberal.
This research aims to map out pivotal events in the history of NU, socio-political contexts, and political opportunities for its global movement. It addresses two main questions: 1) What are the event structures that shape NU’s global engagement, and what political opportunities enable these? 2) How does NU mobilize resources and frame the values of Islamic universality in its global movement? The study first explains the articulation of NU’s Khittah with discursive tradition, a turning point for the organization.
This research employs event-structure analysis within Historical Sociology. Data were collected through observations of NU’s interactions, discussions, and decision-making processes; analysis of documents published by NU; document categorization; video and narrative analysis; and the creation of event flow diagrams. The analysis follows Larry J. Griffin’s method, involving chronological analysis, factual and counter-factual questioning, and event chronology interpretation.
This study concludes that: First, the post-Cold War global socio-political environment, marked by the rise of transnational religions and conflicts during Indonesia’s democratic transition, provides an opportunity for NU to promote moderate Islam and peacebuilding through the discursive Islamic tradition practiced by NU and pesantren. NU’s global movement responded to these developments, evolving from ICIS, ISOMIL, and GUF to the declaration of Humanitarian Islam and the R20 Forum. Second, NU utilized the discursive Islamic tradition and pesantren practices to mobilize cultural and political resources after the ‘Kembali ke Khittah 1926’ decision. This enabled NU to articulate the universality of Islam through Islam Nusantara and Humanitarian Islam, and the integration of maqashid al-shari’ah with the UN Charter as ‘the political frontier’ in rejecting the call for universal Khilafah and challenging the neoliberal dominance.
Kata Kunci : Nahdlatul Ulama, Khittah, Humanitarian Islam, event-structure analysis, concrete universality