Laporkan Masalah

Penerapan Social License to Operate (SLO) dan Free Prior Informed Consent (FPIC) dalam Tata Kelola Pertambangan Nikel (Studi kasus: Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara)

Umirul Ham, Arie Ruhyanto, S.I.P., M.Sc., Ph.D.

2024 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Penelitian ini memfokuskan tata kelola perizinan pertambangan nikel di Indonesia, dengan Kabupaten Kolaka sebagai studi kasus utama. Lonjakan permintaan nikel untuk pengembangan energi terbarukan telah memicu fenomena "mining nickel rush", yang mengakibatkan pertumbuhan masif dalam aktivitas pertambangan nikel dengan dampak signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat lokal, seperti pencemaran, kerusakan hutan, dan konflik sosial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana konsep Social License to Operate (SLO) dan Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) diterapkan dalam tata kelola perizinan pertambangan nikel di Kabupaten Kolaka. Metode kualitatif dengan desain studi kasus digunakan untuk memahami praktik tata kelola perizinan, dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan pertambangan nikel di Kabupaten Kolaka telah berusaha membangun kepercayaan dan dukungan sosial melalui strategi Corporate Social Responsibility (CSR). Keberhasilan perusahaan dalam memperoleh dukungan berdampak pada penerapan SLO. Berbeda dengan penerapan FPIC yang sebelumnya memperlihatkan bahwa aktivitas pertambangan di Kolaka pada awalnya mengalami penolakan dari masyarakat. Meskipun berhasil membangun dukungan melalui program CSR, tantangan utama yang dihadapi perusahaan adalah penerapan FPIC. Tantangan lain seperti terbatasnya keterlibatan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan, komunikasi dan konsultasi yang belum optimal juga menjadi penghambat dalam penerapan kedua konsep ini. Meskipun demikian, program CSR yang dijalankan perusahaan telah memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan untuk memperkuat pengakuan dan penerimaan masyarakat.

This research focuses on the governance of nickel mining permits in Indonesia, with Kolaka Regency as the main case study. The surge in demand for nickel for renewable energy development has triggered the "nickel mining rush" phenomenon, resulting in massive growth in nickel mining activities with significant environmental and social impacts, such as pollution, deforestation, and social conflicts. This study aims to examine the extent to which the concepts of Social License to Operate (SLO) and Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) are applied in the governance of nickel mining permits in Kolaka Regency. A qualitative method with a case study design was used to understand governance practices, with data collected through interviews, documentation, and observation. The results indicate that nickel mining companies in Kolaka Regency have made efforts to build trust and social support through Corporate Social Responsibility (CSR) strategies. The success of these companies in gaining support has influenced the application of SLO. In contrast, the application of FPIC initially showed that mining activities in Kolaka faced rejection from local communities. Although the companies managed to gain support through CSR programs, the main challenge they face is the implementation of FPIC. Other challenges, such as the limited involvement of indigenous communities in decision-making and suboptimal communication and consultation, also hinder the application of these two concepts. Nevertheless, the CSR programs implemented by the companies have provided significant economic and social benefits, strengthening community recognition and acceptance.

Kata Kunci : Mining Nickel Rush, Tata kelola perizinan, SLO, FPIC

  1. S2-2024-475943-abstract.pdf  
  2. S2-2024-475943-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-475943-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-475943-title.pdf