COST EFFECTIVENESS PENGELOLAAN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA PESERTA PROLANIS DI WILAYAH KERJA KANTOR CABANG SIBOLGA BPJS KESEHATAN

Ester Maria Suzanne Sitompul, dr. Firdaus Hafidz As Shidieq, M.P.H., A.A.K., Ph.D.

2024 | Tesis | MAGISTER KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN

Latar belakang: BPJS Kesehatan melakukan upaya untuk meningkatkan kesehatan bagi peserta penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2), melalui strategi Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang dilaksanakan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Prolanis adalah bentuk Disease Management Program. Indikator keberhasilan program diukur dari luaran status Gula Darah Puasa terkendali. Penelitian ini juga mengukur analisa efektivitas biaya Program Prolanis dengan metode Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER).  Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cost effectiveness pelaksanaan Prolanis sebagai intervensi dalam penanganan DM Tipe 2 di Fasilitas Kesehatan.

Metode: Penelitian cross sectional analitik menggunakan data sekunder BPJS Kesehatan wilayah kerja Kantor Cabang Sibolga tahun 2020-2022 pada  peserta Diabetes Melitus Tipe 2 yang mengikuti Prolanis dan Non Prolanis. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat, multiple logistic regression dan analisis biaya ICER. 

Hasil: Karakteristik kepesertaan Prolanis, umur, jumlah kunjungan dan Indeks Massa Tubuh menunjukkan hubungan signifikan terhadap capaian gula darah puasa terkendali. Rerata gula darah puasa peserta Prolanis dan Non Prolanis tahun 2021-2022 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan tetapi proporsi gula darah puasa terkendali peserta Prolanis lebih besar dibandingkan peserta Non Prolanis. Total biaya Prolanis berturut-turut tahun 2020-2022 yaitu Rp. 1.437.411.273; Rp. 2.706.895.281; Rp. 2.751.510.452. Total biaya Non Prolanis tahun 2020-2022 yaitu Rp. 5.861.773.361; Rp. 7.807.455.547,-; Rp. 10.291.812.544,-. ICER untuk setiap proporsi gula darah puasa terkendali bervariasi dari tahun 2020-2022 yaitu Rp 462.489,-; Rp 201.473,-;  Rp 362.856,-.

Kesimpulan: Pembiayaan Prolanis di Kantor Cabang Sibolga lebih tinggi dan efektivitas klinis proporsi peserta gula darah puasa terkendali lebih baik dibandingkan peserta Non Prolanis.

Background: BPJS Kesehatan aims to improve the health of participants suffering from Type 2 DM through the Chronic Disease Management Program (Prolanis) strategy implemented at Primary Health Care (FKTP). Program success is measured by the outcomes of controlled Fasting Blood Sugar status and the cost-effectiveness of Prolanis. This research was conducted to determine the cost-effectiveness of implementing Prolanis in treating Type 2 DM in Health Facilities.

Method: Analytical cross-sectional research using secondary data from BPJS Kesehatan in the Sibolga Branch Office work area in 2020-2022 on Type 2 DM participants who took Prolanis and Non-Prolanis. The analysis was carried out using univariate, bivariate, multiple logistic regression and ICER cost analysis.

Results: Characteristics of Prolanis participants, age, number of visits and Body Mass Index showed a significant relationship with the achievement of controlled fasting blood sugar. The average fasting blood sugar of Prolanis and Non-Prolanis participants in 2021-2022 did not show a significant difference. Still, the proportion of controlled fasting blood sugar of Prolanis participants was greater than that of Non-Prolanis participants. The total cost of Prolanis in a row for 2020-2022 is IDR 1,437,411,273; IDR 2,706,895,281; IDR 2,751,510,452. The total cost of Non Prolanis for 2020-2022 is IDR 5,861,773,361; IDR 7,807,455,547,-; IDR 10,291,812,544,-. The ICER for each proportion of controlled fasting blood sugar varies from 2020-2022, namely IDR 462,489; IDR 201,473,-;  IDR 362,856,-.

Conclusion: Prolanis expenditure at the Sibolga Branch Office is higher, but the clinical effectiveness of the proportion of controlled fasting blood sugar participants is better than that of non-Prolanis participants.

Kata Kunci : Diabetes melitus Tipe 2; Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis); Incremental Cost Effectiveness Ratio