DESA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: TINJAUAN EKONOMI POLITIK KRITIS ATAS KEBIJAKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGS) DESA DALAM PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL

Nefa Wahyuning Anggraini, Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si.

2024 | Tesis | S2 Sosiologi

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda pembangunan prioritas yang akan dicapai pada tahun 2030. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) menindaklanjuti SDGs untuk diturunkan di tingkat desa. Kebijakan SDGs Desa dinilai telah mereduksi UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 dengan menjadikan desa sebagai objek pembangunan. Di mana pembangunan desa harus tumbuh berdasarkan kekuatan otonom dan bukan stimulasi dari atas (top down). Kemendesa PDTT memonopoli SDGs Desa sejak tahun 2021 melalui berbagai platform media sosial dan buku. SDGs diinstrumentalisasi sebagai platform kementerian dan produk modernitas. Klaim SDGs bahwa tidak ada yang tertinggal adalah kontradiksi praktik pembangunan dalam kerangka teori modernisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis secara kritis pelokalan SDGs global menjadi SDGs Desa dan kuasa pengetahuan sebagai instrumen pembangunan berkelanjutan di desa. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe studi kasus Robert K. Yin. Lokasi penelitian berada di dua desa, yaitu Desa Pandowoharjo dan Desa Panggungharjo, D.I.Yogyakarta. Teknik pengumpulan data diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Landasan teori menggunakan neoliberalisme David Harvey dan Socio-Institutional Neoliberalism Toby Carroll. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1) SDGs Desa menjadi instrumen penyeragaman heterogenitas desa; 2) SDGs Desa belum berimplikasi secara langsung pada kehidupan masyarakat desa; 3) Kebijakan bersifat egosektoral dengan memanfaatkan dana desa; 4) Kerentanan desa dalam enam tahun kedepan terletak pada aspek partisipasi dan corak lokalitas yang dihadapkan dengan neoliberalisme. Rekomendasi penelitian ini menjadi acuan kebijakan pemerintah yang lebih inklusif, partisipatif, dan mengedepankan asas pengakuan desa sebagai subjek dalam pembangunan.

 

Kata kunci: 

The Sustainable Development Goals (SDGs) is a priority development agenda to be achieved by 2030. The Government of Indonesia through the Ministry of Villages, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration (Kemendesa PDTT) is following up on the SDGs to be derived at the village level. The Village SDGs policy is considered to have reduced the Village Law No. 6/2014 by making villages the object of development. Where village development should grow based on autonomous power and not stimulation from above (top down). The Ministry of Villages has monopolized the Village SDGs since 2021 through various social media platforms and books. SDGs are instrumentalized as ministerial platforms and products of modernity. The SDGs claim that no one is left behind is a contradiction of development practices within the framework of modernization theory. The purpose of this research is to critically analyze the localization of global SDGs into Village SDGs and the power of knowledge as an instrument of sustainable development in villages. The research method used a qualitative approach with the Robert K. Yin case study type. The research locations were in 2 villages, namely Pandowoharjo Village and Panggungharjo Village, Yogyakarta. Data collection techniques were obtained from observation, interviews, and documentation. The theoretical foundation uses David Harvey's neoliberalism and Toby Carroll’s Socio-Institutional Neoliberalism. The research results show that, 1) Village SDGs have become an instrument to homogenize village heterogeneity; 2) SDGs Village has not had direct implications on the lives of rural communities; 3) The policy is egosectoral by utilizing village funds; 4) The vulnerability of the village in the projection of the next six years lies in the aspect of participation and locality that is faced with neoliberalism. This research recommendation serves as a reference for government policies that are more inclusive, participatory, and prioritize the principle of recognizing villages as subjects in development.

Kata Kunci : Desa; Kearifan Lokal; Kebijakan; Neoliberalisme; SDGs