Laporkan Masalah

PEMAKNAAN LANSIA MANDIRI PADA MASYARAKAT ETNIS KARO DI DESA LINGGA

MUHAMMAD IKHWANUL IHSAN, Desintha Dwi Asriani, S.Sos, M.A., Ph.D.

2024 | Tesis | S2 Sosiologi

Fenomena struktur penduduk menua di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini terus mengalami peningkatan. Demikian juga yang terjadi di Desa Lingga, Kabupaten Karo ditandai dengan jumlah penduduk yang berusia 60 atau lebih sudah melebihi 10% setiap tahunnya. Hal ini menjadi perhatian pemerintah dengan adanya Program Peningkatan Kemandirian Lansia, hanya saja program tersebut tidak dapat sepenuhnya diterapkan di Desa Lingga dikarenakan adanya perbedaan kondisi dan budaya. Lansia tidak dilihat semata-mata dari usia tetapi dari kemampuan secara mandiri memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan perbedaan tersebut penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana lansia di Desa Lingga memaknai konstruksi kemandirian dan apa saja aspirasi mereka dalam upaya mendukung kemandirian lansia. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi Mustackas untuk melihat perspektif baru dari sebuah fenomena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia di Desa Lingga hidup sendiri secara mandiri dan aktif beraktivitas baik di rumah, di ladang, di acara keagamaan dan sosial. Hal ini terjadi karena adanya dukungan faktor sosial dan budaya yang membentuk kemadirian pada lansia. Budaya "rebu" dan sistem kekerabatan "rakut sitelu" menjadi dasar terbentuknya kemandirian dan masih berfungsinya peran sosial lansia di masyarakat Karo. Sebagai lansia mereka menyadari adanya penurunan kesehatan secara fisik maupun sosial oleh karenanya mereka menginginkan adanya akses terhadap pelayanan kesehatan yang cepat dan baik, adanya keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga dan adanya dukungan sosial masyarakat terhadap lansia.  

The phenomenon of aging population structure in Indonesia in recent years has continued to increase. This is also the case in Lingga Village, Karo Regency, characterized by the number of residents aged 60 or more exceeding 10?ch year. This has become a concern for government with the Elderly Independence Improvement Program but the program cannot be fully implemented in Lingga Village due to differences in conditions and culture. The elderly are not seen solely from age but from the ability to independently fulfill their daily needs. Based on these differences, this research was conducted to see how the elderly in Lingga Village interpret the construction of independence and what their aspirations are in an effort to support the independence of the elderly. This research uses Mustackas' phenomenological approach to see a new perspective of a phenomenon. The results showed that the elderly in Lingga Village live independently and are active at home, in the fields, in religion and social events. This happens because of the support of social and cultural factors that shape independence in the elderly. The 'rebu" culture and the "rakut sitelu" kinship system are the basic for the formation of independence and the functioning of the social role of the elderly in Karo society. As the elderly they realize the decline in health physically add socially, therefore they want access to fast and good health services, involvement in family decision making and social support for the elderly 

Kata Kunci : Lansia, Kemandirian, Rebu, Desa Lingga

  1. S2-2024-466981-abstract.pdf  
  2. S2-2024-466981-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-466981-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-466981-title.pdf