Laporkan Masalah

"Yes, It's a religion of the Chinese": Performing Chinese Folk Religion in Muntilan, Central Java, Indonesia

Refan Aditya, Dr. Evi Lina Sutrisno; Dr. Yulianti

2024 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya

Penelitian ini menelaah agama rakyat Tionghoa melalui performanya. Agama rakyat Tionghoa di sini dipahami sebagai bentang luas tradisi-tradisi religious Tionghoa yang berada di luar, serta bersinggungan dan berdialog dengan, agama resmi dan tradisi religious yang telah mapan, yang karakternya adalah sebagai berikut: berorientasi pada ortopraksi, lebih melokal, tak terstandar, dan melebur dalam keseharian. Agama rakyat Tionghoa ini telah selalu melekat dalam kehidupan religius orang Tionghoa sejak sebelum ‘agama’ sebagai sebagai kategori dan agama Tionghoa sebagai sebuah diskursus berkembang di Indonesia. Penelitian ini mengadopsi konsep performativitas untuk menerangkan praktik ritual agama rakyat Tionghoa, dan pendekatan diskursif untuk menyelami pandangan dunia agama Tionghoa. Lokasi studi ini berada di Muntilan, dan berpusat di Klenteng Hok An Kiong dan pecinannya. Penulis memadukan metode etnografi dan historiografi dalam mengumpulkan data dengan terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai performa ritual, serta melebur bersama komunitas Klenteng Hok An Kiong dan orang Tionghoa Muntilan. Selain melakukan wawancara mendalam dan observasi lapangan, penelitian ini juga melakukan analisis historis atas terbitan-terbitan dan dokumen yang tersedia di perpustakaan Klenteng Hok An Kiong Muntilan. Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, dari September 2023 sampai Juni 2024.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa praktik agama rakyat Tionghoa menampilkan karakter lokal yang khas dan distingtif, dilihat dari performa-performa ritualnya yang merupakan buah dari dialektika antara lokalitas praktiknya dengan standar-standar institusional ritual. Ini menunjukkan adanya negosiasi dan kreatifitas dari praktik agama rakyat Tionghoa di Muntilan, yang dapat dipahami sebagai keberlanjutan dari trayektori diskursus panjang agama Tionghoa dalam wacana politik agama di Indonesia. Pengalaman etnografi di Muntilan memberikan pemahaman bahwa, pada dasarnya, agama rakyat Tionghoa itu seluruhnya melokal dan hidup dalam keseharian, yang melampaui batas-batas antara yang sakral dan yang profane, serta antara ritual dan festival. Selanjutnya, penelitian ini berargumen bahwa segala bentuk standarisasi dan sistematisasi atas ritual agama Tionghoa cenderung akan mengikis dimensi ortopraksi lokal dan mereduksi agama Tionghoa ke dalam bentuk agama yang terbakukan, yang mana kurang mengena dalam religiusitas orang Tionghoa di Muntilan.

This research delves into Chinese folk religion through its performances. Chinese folk religion here is understood as the vast extent of Chinese religious traditions that are exterior to, as well as congruent with and in dialogue with, official religions and established Chinese traditions, which have the following characteristics: orthopraxy-oriented, more local, non-standardised, and immersed in daily life. This Chinese folk religion has been embedded in Chinese religious life since before ‘religion’ as a category and Chinese religion as a discourse existed in Indonesia. This research adopts a performativity concept to discuss the ritual practices of Chinese folk religion and a discursive approach to dive into the religious worldview of Chinese religion. The locus of this study is Muntilan and is centred on Hok An Kiong Klenteng and the Chinatown. The researcher combines ethnographic and historiographic methods to gather the data by engaging and participating actively in various ritual performances and immersing with the Hok An Kiong temple community and the Chinese people of Muntilan. Along with in-depth interviews and field observations, this research also conducted a historical analysis of publications and documents provided in the library of Hok An Kiong Klenteng Muntilan. The research was conducted over 10 months, from September 2023 to June 2024.

This research reveals that Chinese folk religion practices in Muntilan present a distinctive and special local character, as seen from ritual performances that are the sum of the dialectic between the locality of practice and institutionally standardised rituals. This fact manifests the negotiation and creativity of Chinese folk religion practices in Muntilan, which can be seen as a continuation of the trajectory of the long-lasting discourse on the Chinese religion under the course of the politics of religion in Indonesia. The ethnographic experience in Muntilan illuminates that, truly, Chinese folk religion is entirely local and lived-in, surpassing the boundaries between the sacred and the profane, and rituals and festivals. Furthermore, this research argues that any form of standardisation and systematisation of Chinese religious rituals would tend to diminish its local orthopraxy dimension and reduce Chinese religion to an established form of religion that is less resonant in the religiosity of Chinese in Muntilan.

Kata Kunci : Chinese Folk Religion; Ritual Performance; Muntilan.

  1. S2-2024-501653-abstract.pdf  
  2. S2-2024-501653-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-501653-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-501653-title.pdf