Laporkan Masalah

Penerapan Asas Keadilan, Kemanfaatan, Dan Kepastian Hukum Terhadap Saksi Pelaku (Justice Collaborator) Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana

Adityo Saputra, Dr. Supriyadi, S.H., M.Hum.; Dr. Sigid Riyanto, S.H., M.Si.; Niken Subekti Budi Utami, S.H., M.Si.

2024 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTA

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis dan argumentasi hukum mengenai bagaimana penerapan asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 798/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel terhadap saksi pelaku (justice collaborator). Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan analisis dan argumentasi hukum mengenai bagaimana reformulasi terhadap pengaturan saksi pelaku (justice collaborator) dalam hukum pidana Indonesia di masa yang akan datang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder yang dikumpulkan melalui mekanisme studi kepustakaan. Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik preskriptif dan disajikan secara sistematis yang kemudian menarik kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah sehingga penulis dapat mencapai tujuan dari penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pertimbangan dan putusan hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 798/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel, tidak memenuhi asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa hal yang memberatkan terdakwa, namun luput dari pandangan hakim sehingga tidak terakomodir dalam pertimbangan maupun amar putusan tersebut, seperti Pasal 52 dan 57 KUHP yang tidak diterapkan oleh hakim dalam putusan tersebut, serta hakim dalam menyusun pertimbangan hukumnya tidak dilandasi dengan penalaran yang jelas dan logis sehingga pertimbangan hakim dinilai jumping conclution, dan reformulasi dalam pengaturan justice collaborator sungguh-sungguh menjadi urgensi baik dari mekanisme pemberian status sampai pada mekanisme penghitungan dan besaran penghargaan yang diberikan terhadap terdakwa, karena menurut SEMA No. 4 Tahun 2011 tidak diaturnya terdakwa dari tindak pidana umum, dalam hal ini tindak pidana pembunuhan berencana sebagai terdakwa yang berhak atas status justice collaborator dan juga tidak diatur dengan jelas mengenai mekanisme penghitungan penghargaan dan besaran penghargaan yang diberikan kepada justice collaborator sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban sehingga dengan ketidakjelasan pengaturan ini, maka menimbulkan ketidakpastian hukum.

This research aims to provide a legal analysis and argumentation regarding the application of the principles of justice, utility, and legal certainty in the judgment of South Jakarta District Court Number 798/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel concerning perpetrator witnesses (justice collaborators). Additionally, this study seeks to analyze and argue for the reformulation of the regulations pertaining to perpetrator witnesses (justice collaborators) in Indonesian criminal law in the future.

This study employs a normative research approach, conducted by examining literature and secondary data gathered through literature study mechanisms. The author utilizes a prescriptive technique and presents the findings systematically to draw conclusions that address the research questions and achieve the study's objectives.

Based on the research findings and discussions, it can be concluded that the considerations and judgments in the South Jakarta District Court Judgment Number 798/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel do not adhere to the principles of justice, utility, and legal certainty. This is because several factors that could mitigate the defendant's situation were overlooked by the judge, hence not accommodated in the considerations or the verdict. For instance, Articles 52 and 57 of the Criminal Code (KUHP) were not applied by the judge in the judgment, and the judge's legal reasoning lacked clear and logical reasoning, making the judge's considerations appear as jumping to conclusions. Furthermore, reformulation in the regulation of justice collaborators is urgently needed, from the mechanism of granting status to the calculation and amount of rewards given to defendants. According to Supreme Court Regulation No. 4 of 2011, defendants in common crimes, such as planned murder, should be eligible for justice collaborator status. However, the regulation does not clearly specify the calculation and amount of rewards as stipulated in the Witness and Victim Protection Act. This lack of clarity in regulation creates legal uncertainty.

Kata Kunci : Justice Collaborator, Keadilan, Kemanfaatan, Kepastian Hukum

  1. S2-2024-502106-abstract.pdf  
  2. S2-2024-502106-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-502106-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-502106-title.pdf