Peran dan Posisi Gubernur di Negara Kesatuan yang Terdesentralisasi Studi Kasus Indonesia
MIFTAKHUL NURJANNAH, Dr. Arie Ruhyanto
2024 | Tesis | S2 Ilmu Politik
Tulisan ini mengkaji desain desentralisasi yang mendukung
peran dan posisi gubernur di Indonesia. Masalah hierarki antara gubernur dan
bupati/walikota serta missing link di level provinsi menyebabkan pemerintahan
tidak optimal. Penelitian ini menggunakan perspektif desentralisasi asimetris
dengan data sekunder sebagai data utama. Melalui kajian hubungan pusat dan
daerah dari awal reformasi hingga saat ini, ditemukan ambiguitas dalam desain
desentralisasi di level provinsi yang membuat peran gubernur tidak efektif.
Desentralisasi asimetris, yang telah lama dikembangkan, dapat menjadi solusi
baru dalam mengatur peran gubernur di Indonesia. Asimetrisme memberikan
kewenangan berbeda berdasarkan karakteristik daerah, seperti di Papua, Aceh,
D.I. Yogyakarta, Jakarta, dan Ibu Kota Nusantara.
Tesis ini berargumen bahwa pengelolaan daerah di Indonesia
yang beragam memerlukan kebijakan asimetris, yang menghasilkan pola
pemerintahan berbeda dan mempengaruhi peran serta posisi gubernur. Oleh karena
itu, perbaikan sistem pemerintahan daerah harus disesuaikan dengan karakter
masing-masing daerah untuk menciptakan tipologi khusus yang lebih sesuai. Hal
ini memungkinkan peran dan posisi gubernur disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi spesifik daerah. Rekomendasi kebijakan asimetris dapat diimplementasikan
melalui dua metode: 1) Menata sistem pemerintahan daerah berdasarkan
karakteristik unik setiap daerah, yang memungkinkan variasi dalam cakupan
kekuasaan gubernur dan responsivitas terhadap kebutuhan lokal. 2) Memberikan
kekuasaan kepada daerah untuk mendefinisikan program-program mereka, dengan
pusat mengatur standar output yang harus dicapai.
This paper examines the decentralization design that
supports the role and position of governors in Indonesia. The hierarchical
issues between governors and regents/mayors and the missing link at the
provincial level lead to suboptimal governance. This study uses an asymmetric
decentralization perspective with secondary data as the primary data source.
Through a review of central and regional relations from the beginning of the
reform era to the present, ambiguities are found in the decentralization design
at the provincial level, rendering the governor's role ineffective. Asymmetric
decentralization, which has long been developed, can be a new solution in
regulating the role of governors in Indonesia. Asymmetry grants different
authorities based on regional characteristics, such as in Papua, Aceh, D.I.
Yogyakarta, Jakarta, and the new capital Nusantara.
This
thesis argues that the management of diverse regions in Indonesia requires
asymmetric policies, which result in different governance patterns and affect
the role and position of governors. Therefore, improvements in the regional
governance system must be adjusted to the characteristics of each region to
create more suitable specific typologies. This allows the role and position of
governors to be adjusted according to the specific needs and conditions of the
region. Asymmetric policy recommendations can be implemented through two
methods: 1) Structuring the regional governance system based on the unique
characteristics of each region, allowing for variations in the scope of the
governor's power and responsiveness to local needs. 2) Granting regions the
authority to define their programs, with the central government setting the
output standards to be achieved.
Kata Kunci : Asimetrisme,Desentralisasi,Gubernur,Kesatuan