Laporkan Masalah

Religious Holobionts: An Agential Realist Account of Religions and Its Implications For Religious Environmentalism

Rezza Prasetyo Setiawan, Dr. Zainal Abidin Bagir

2024 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya

Latar Belakang: Wacana tentang agama selama ini berpijak pada asumsi-asumsi antroposentrisme, esensialisme, dan dikotomi subjek-objek. Hal ini membuat agama terus mereproduksi seksisme, rasisme, dan bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. Para sarjana agama dengan perspektif kritis telah berargumen menentang penggunaan kategori tersebut. Kritik ini menuntut dekonstruksi "agama", yang kemudian juga mengharuskan dekonstruksi terhadap konsep "manusia" itu sendiri.

Kesenjangan Penelitian: Para sarjana semakin memberikan perhatian pada keterkaitan antara manusia dan entitas lainnya. Sejak dua dekade terakhir, manusia telah dipahami sebagai holobiont, yaitu organisme yang tak terpisahkan dari mikrobiomanya. Namun, implikasi teoretis dari konsep ini, ditinjau melalui perspektif realisme agensial, belum digunakan sebagai titik tolak dalam membangun pemahaman baru tentang "agama".

Tujuan Penelitian: Tesis ini bertujuan untuk berargumen bahwa istilah "agama" masih dapat relevan dengan menawarkan pemahaman baru melalui sintesis realisme agensial Karen Barad dengan konsep holobiont untuk membangun sebuah kerangka holobiotik dalam memahami agama, demi menghindarkan pemahaman konsep agama dari antroposentrisme, esensialisme, dan dikotomi subjek-objek.

Metode: Tesis ini menggunakan analisis kerangka konseptual untuk menyintesis beberapa konsep. Sebagai asumsi dasarnya, tesis ini dibangun di atas realisme agensial Karen Barad yang memandang relasionalitas yang inheren dalam memahami realitas. Pandangan ini memahami agama sebagai fenomena yang muncul dari jalinan agensi-agensi material. Selanjutnya, konsep Hierarki Bretskyan dari Spiridonov & Eldredge dan konsep agensi biosemiotik dari Clayton & Singleton digunakan untuk berargumen bahwa semua holobiont di Bumi dapat dipandang dari segi agensinya. Di sini gagasan pluriskalitas diusulkan untuk menyoroti pembentukan bersama (co-constitution) holobiont dalam berbagai skala.

Hasil: Dengan demikian, agama dapat dipahami sebagai fenomena pluriskalar. Mikroba, manusia, ekosistem, dan Bumi sendiri dapat dipandang sebagai subjek "religius" melalui keterkaitan mereka dalam pembentukan bersama agama sebagai fenomena yang pluriskalar itu. Perspektif ini mengungkapkan keragaman agensi yang sering diabaikan dalam pembentukan bersama fenomena agama.

Implikasi: Dipandang melalui lensa holobiotik, environmentalisme religius dapat dilepaskan dari antroposentrisme, esensialisme, dan dikotomi subjek-objek yang berasal dari asosiasi historisnya. Environmentalisme religius tidak dipandang hanya sebagai sebuah sub-bagian dari environmentalisme atau dari keberagamaan. Environmentalisme religius adalah pengakuan atas jalinan yang inheren antara keberagamaan dan lingkungan.

Background: The discourse of religions have been standing on the assumptions of anthropocentrism, essentialism, and subject-object dichotomy. This in turn continuously reproduces sexism, racism, and other forms of exploitation. Scholars of religion with critical perspectives have argued against the use of the category. This criticism toward “religion” calls for a deconstruction of “religion”, which also necessitates a proper deconstruction of “human” itself.

Research Gap: Scholars have increasingly put attention to the interconnectedness of humans and other entities. Furthermore, humans have been understood as holobionts, an organism inseparable from their microbiome. However, the theoretical implications of this concept, viewed through agential realism, has not been familiar as a departure point in constructing a new understanding of “religion”.

Research Objective: This thesis aims to respond to argue for the relevance of the term “religion” by synthesizing Karen Barad’s agential realism together with the concept of holobiont to construct a holobiotic framework in understanding religions, which avoid the problems of anthropocentrism, essentialism, and subject-object dichotomy.

Method: To do so, this thesis employs a conceptual framework analysis to synthesize several concepts together. As its basic assumption, this thesis is built on Karen Barad’s agential realism that views reality as inherently relational. This view takes religions as phenomena that emerge from the entanglements of material agencies. Next, Spiridonov & Eldredge’s concept of Bretskyan Hierarchy and Clayton & Singleton’s concept of biosemiotic agency are used to argue that all holobionts on Earth can be viewed in terms of their agencies. Here the idea of pluriscality is proposed to highlight the co-constitution of holobionts within different scales.

Result: Thus, religions can be understood as pluriscalar phenomena. Microbes, humans, ecosystems, and Earth herself can be seen as “religious” through their entanglement in co-constituting the pluriscalar phenomena of religions. This perspective reveals the vastly diverse agencies often ignored in the co-constitution of religions.

Implication: Viewed through this holobiotic lens, religious environmentalism can be understood apart from its historical associations with anthropocentrism, essentialism, and subject-object dichotomy. Religious environmentalism is not viewed as a sub-section of environmentalism or as a specific form of being religious. Religious environmentalism is an acknowledgment of the inherent entanglement between religion and environment.

Kata Kunci : agential realism, holobiont, religious environmentalism

  1. S2-2024-501642-abstract.pdf  
  2. S2-2024-501642-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-501642-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-501642-title.pdf