AKTIVISME DAN KOLABORASI FILANTROPI DI ERA DIGITAL

Intan Amalia Sinta Dewi, Dr. Falikul Isbah, G.D.Soc, M.A

2024 | Tesis | S2 Sosiologi

Dewasa ini, sebuah tren muncul dimana NGO melibatkan influencer untuk mempromosikan dan menghimpun penggalangan dana. Keterlibatan influencer menjadi perubahan penting mengenai bagaimana filantropi modern dipraktikkan hari ini. Pemanfaatan modal budaya seperti uang, jaringan, hingga popularitas telah menempatkan influencer dalam situasi yang dilematis. Mereka memiliki posisi strategis dalam mengkampanyekan aktivisme digital melalui media sosial, namun mereka juga seringkali dikaitkan dengan upaya untuk memperoleh keuntungan pribadi atas kegiatan amal yang dilakukan. Penelitian sebelumnya lebih banyak melihat motivasi yang melatarbelakangi aktivisme para influencer. Sementara itu, penelitian ini mencoba menggali nilai-nilai yang berkembang dalam kolaborasi filantropis antara influencer, organisasi non profit, dan perusahaan sosial  di era digital. Penelitian ini menggunakan pendekatan digital etnografi dengan perspektif aktivisme digital dari Mary C. Joyce dan basis sosial filantropi dari Emily Barman. Penelitian ini menemukan bahwa kolaborasi oleh influencer, SOS Children’s Village, dan Kitabisa.com mengandung nilai-nilai sosial, ekonomi, dan politik. Disatu sisi, kolaborasi program Run To Care bertujuan untuk memperluas daya jangkau, baik dari segi fundraising maupun penyaluran dana. Namun disisi lain, isu akuntabilitas, kepentingan, dan narasi viktimisasi menjadi bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari hadirnya transformasi digital. Run To Care menjadi ajang untuk membangun hubungan baik dengan pemerintah, sehingga mereka dapat memperoleh dukungan material dan non material bagi keberlanjutan organisasi SOS, meningkatkan profitabilitas platform Kitabisa, hingga melahirkan budaya persaingan dan korporatisasi yang diadopsi perusahaan komersial, dimana lembaga filantropi harus mampu menyusun strategi dan saling berlomba untuk memperoleh donasi dari publik. 

A growing trend today involves NGOs engaging influencers to promote and raise funds for philanthropic initiatives. The involvement of influencers marks a significant shift in how modern philanthropy is practiced today. The utilization of cultural capital, such as money, networks, and popularity, places influencers in a dilemmatic position. They hold a strategic role in advocating digital activism through social media, yet they are often associated with efforts to gain personal benefits from charitable activities. Previous research has largely focused on the motivations behind influencers' activism. This study, however, seeks to explore the values emerging in the philanthropic collaboration between influencers, non-profit organizations, and social enterprises in the digital era. The research employs a digital ethnography approach, drawing from Mary C. Joyce’s perspective on digital activism and Emily Barman’s concept of social foundations of philanthropy. The study finds that the collaboration between influencers, SOS Children’s Village, and Kitabisa.com embodies social, economic, and political values. On one hand, the Run To Care program aims to broaden outreach, both in terms of fundraising and the distribution of funds. On the other hand, issues of accountability, interests, and victimization narratives are integral parts of the digital transformation. Run To Care serves as a platform to build good relations with the government, enabling them to gain material and non-material support for the sustainability of SOS, enhance the profitability of Kitabisa.com, and foster a culture of competition and corporatization adopted by commercial enterprises. In this context, philanthropic institutions are compelled to devise strategies and compete for public donations.

Kata Kunci : NGO, influencer, filantropi, aktivisme digital/ NGO, influencer, philanthropy, digital activism