Problematika penerapan prejudicieel geschil terhadap perkara perdata dan pidana dalam tindak pidana korupsi
Kasman, Dr. Supriyadi, S.H., M.Hum.
2024 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTA
Penelitian ini mengetahui dan menganalisis penyelesaian prejudicieel geschil terhadap perkara perdata dan pidana dalam tindak pidana korupsi, dan mengkaji dan merumuskan pengaturan prejudicieel geschiil ke depan terhadap peristiwa hukum privat dan hukum publik dalam tindak pidana korupsi.
Metode penelitian ini kualitatif dengan tipe penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan masalah menggunakan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan data primer menggunakan metode wawancara, sedangkan teknik pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan tiga asas lex specialis derogat legi generali,lex postereori derogat legi preori,lex superior derogat legi inferior,menggunakan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980, dengan membedakan prejudicieel geschil dan mensinkronisasi peraturan perundang-undangan mengenai prejudicieel geschil, terutama Peraturan Mahkamah Agung No 1 tahun 1956, pasal 25 Undang-Undang No 31 tahun 1999, dan Sema No 4 Tahun 1980.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, definisi "pidana" dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 tahun 1965 mencakup tidak hanya pidana umum tetapi juga pidana khusus seperti tindak pidana korupsi (Tindak Pidana Korupsi). Sebagian narasumber sepakat bahwa terdapat konflik norma secara vertikal antara Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 1956 dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Lembaga yang berwenang menentukan ada-tidaknya prejudicieel geschil serta urutan prioritas perkara adalah lembaga penyidikan (kepolisian), penuntutan (kejaksaan), dan pengadilan (hakim). Untuk menyelesaikan konflik norma ini, sebagian besar narasumber sepakat menggunakan asas derogasi, khususnya lex superiori legi inferiori, sesuai dengan hirarki perundang-undangan (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juncto Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019). Ada juga yang berpendapat menggunakan asas lex specialis derogat legi generali, namun seorang narasumber menyatakan ketidakcocokan pendekatan tiga asas tersebut karena kedua peraturan perundang-undangan tidak satu ranah. Penafsiran "perkara lain" dalam Pasal 25 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mencakup perkara pidana umum, perdata, bahkan Tata Usaha Negara. Untuk mengkompromikan konflik norma, diusulkan menggunakan asas derogasi atau teori original intent, yakni kembali pada maksud penyusun masing-masing peraturan tersebut.
This study finds out and analyzes the settlement of gechil prejudice against civil and criminal cases in corruption crimes, and examines and formulates the future regulation of geschil prejudice against private and public law events in corruption crimes. This research method is qualitative with a juridical-normative type of research. This research is descriptive with a problem approach using legislation and a conceptual approach. The primary data collection technique uses the interview method, while the secondary data collection technique is through literature study. Data analysis techniques use three principles, lex specialis derogat legi generali, lex postereori derogat legi preori, lex superior derogat legi inferior, using the supreme Court Circular Letter Number 4 of 1980, by distinguishing the geschiil prejudicières and synchronize the laws and regulations regarding geschiel prejudice, especially supreme Court Regulation No. 1 of 1956,article 25 of Law No. 31 of 1999, and Sema No. 4 of 1980. The results of the study show that, first, the definition of "criminal" in Supreme Court Regulation Number. 1 of 1956 includes not only general crimes but also special crimes such as corruption crimes (Corruption Crimes). Some of the speakers agreed that there was a vertical conflict of norms between Supreme Court Regulation No. 1 of 1956 and the Corruption Crime Law. The institutions that are authorized to determine the existence or absence of geschil prejudice and the order of priority of cases are investigative institutions (police), prosecution (prosecutor's office), and courts (judges). To resolve this norm conflict, most of the speakers agreed to use the principle of derogation, especially lex superiori legi inferiori, in accordance with the hierarchy of laws (Law Number 12 of 2011 in conjunction with Law Number 15 of 2019). There are also those who argue using the principle of lex specialis derogat legi generali, but a resource person stated that the approach of the three principles is incompatible because the two laws and regulations are not in the same domain. The interpretation of "other cases" in Article 25 of the Corruption Law includes general criminal cases, civil cases, and even State Administration. To compromise the conflict of norms, it is proposed to use the principle of derogation or the theory of original intent, which is to return to the intention of the compiler of each regulation.
Kata Kunci : prejudicieel geschil. perkara perdata, perkara pidana, tindak pidana korupsi.
